Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Teror Lempar Sperma di Tasikmalaya, Kenapa Seseorang Punya Gangguan Ekshibisionisme?

Menurut pemberitaan Kompas.com, Senin (18/11/2019), salah satu korban berinisial LR (43) menceritakan, dia mendapat pengalaman buruk itu saat sedang menunggu ojek online di pinggir jalan.

Seorang pria yang mengendarai motor Honda Scoopy hitam bernomor polisi Z 5013 LB menghampirinya. Pria itu menggoda sambil terus menatap wajah LR.

Tak lama, pria tersebut masturbasi dan kemudian melemparkan sperma ke arah LR.

"Ternyata dia nyipratin sperma, untung saja enggak kena ke saya," kata LR.

Usai melakukan aksinya, pria itu langsung pergi meninggalkan korban.

Termasuk aksi ekshibisionisme

Dihubungi Kompas.com Minggu siang, Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa dr Dharmawan Ardi Purnama, Sp.KJ, menyebut pelaku yang melemparkan sperma ke korban adalah pengidap gangguan ekshibisionisme.

Dia mengatakan, ekshibisionis atau orang yang memiliki gangguan ekshibisionisme senang memperlihatkan kemaluan di hadapan orang asing.

"Memang masuk gangguan kalau itu (melempar sperma), untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasannya," ungkap Dharmawan.

Dharmawan menjelaskan, ekshibisionisme muncul sebagai bentuk ketidakmampuan seseorang dalam menyalurkan hasrat.

Para ekshibisionis menikmati reaksi ketakutan yang ditunjukkan oleh korban, biasanya perempuan, yang menjadi sasaran aksinya.

Dilansir Hello Sehat, seorang psikolog forensik bernama Stephen Hart mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh ekshibisionis adalah cara mereka untuk memberi kesan kepada orang lain.

Hal ini juga memberi kenikmatan seksual tersendiri bagi para ekshibisionis.

Menurut Diagnostic anda Statistical Manual of Mental Disorder (DMS-5), ekshibisionisme adalah kelainan psikologis jenis parafilia.

Parafilia merupakan hasrat seksual atipikal yang persisten dan instens, disertai tekanan atau gangguan klinis yang signifikan.

Dibanding wanita, pria lebih cenderung memiliki kelainan ekhsibisionis,e.

Di Amerika Serikat, kecenderungan exhibitionist dalam satu populasi besar adalah 2-4 persen, lebih sedikit lagi angkanya untuk wanita.

Dalam survei yang dilakukan di Swedia dengan jumlah responden sebanyak 2.450 orang, tingkat eksibisionime pada pria dibanding wanita adalah 4,1 untuk pria dan 2,1 untuk wanita.

Gejala

Dilansiri Pscyhology Today, berikut adalah gejala dari gangguan ekshibisionisme:

  • Dalam rentang waktu enam bulan, seseorang memiliki dorongan tinggi untuk memperlihatkan alat kelaminnya ke orang lain.
  • Seseorang yang memiliki hasrat memperlihatkan alat kelamin ke orang asing, meski tidak pernah melakukannya, bisa jadi orang tersebut tidak mengidap penyakit ekshibisionisme.

Penyebab seseorang jadi ekshibisionis

Faktor risiko yang memicu seseorang mengembangkan ekshibisionisme antara lain gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan alkohol, dan pedofilia.

Faktor lain yang mungkin terkait dengan ekshibisionisme adalah pelecehan seksual di masa anak-anak.

Kondisi ini biasanya berawal pada masa remaja akhir atau dewasa awal. Sementara itu, perilaku seksual ekshibisionis dapat berkurang seiring bertambahnya usia.

Bisakah eksibisionisme disembuhkan?

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk berusaha sembuh dari eksibisionisme adalah mencari pertolongan ke psikolog atau psikiater.

Terapi psikologis dapat dilakukan untuk mengurangi munculnya perilaku ini.
Selain itu, penggunaan obat seperti antidepresan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) dirasa perlu dikombinasikan dengan terapi psikologis ini.

Beberapa psikiater mungkin akan menyarankan menggunakan obat antiandrogen, yaitu obat yang dapat menurunkan produksi hormon testosteron yang ada pada pria.

Jika bertemu exhibitionis, jangan takut

Menurut Stephen Hart, cara terbaik ketika bertemu dengan exhibitionist yang sedang beraksi adalah untuk pergi dari situasi tersebut secepat mungkin tanpa memberikan respon pada wajah.

Jika exhibitionist mendekat, segera berlari lebih cepat dan berteriak minta tolong.

Langkah ini pun disepakati oleh dokter Dharmawan. Dia bahkan mengingatkan agar perempuan tidak perlu takut untuk memberi respons perlawanan seperti berteriak.

Bila korban berteriak, pelaku akan merasa aksinya tidak aman untuk dilakukan. Hal ini akan membuat pelaku pergi.

Ini kembali pada keadaan dasar pelaku yang memang tidak memiliki keberanian lebih sehingga melampiaskan hasrat seksualitasnya dengan jalan seperti itu.

Sumber: Kompas.com (Kontributor Tasikmalaya-Irwan Nugraha, Luthfia Ayu Azanella)

https://sains.kompas.com/read/2019/11/18/123027823/teror-lempar-sperma-di-tasikmalaya-kenapa-seseorang-punya-gangguan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke