Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Tawon Ndas yang Kembali Renggut Nyawa Warga Klaten

KOMPAS.com - Sengatan tawon Vespa affinis, atau sering juga disebut dengan tawon endas atau tawon ndas, kembali merenggut nyawa dua warga Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Korban meninggal adalah Lanjarwati, warga Kecamatan Wedi; dan Warsomo, warga Kecamatan Wonosari.

Menanggapi peristiwa ini, Kompas.com menghubungi peneliti serangga di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Dr Rosichon Ubaidillah MPhill, Sabtu (16/11/2019).

Rosichon menjelaskan, serangga yang dalam bahasa Jawa disebut tawon ndas, atau sebagian orang menyebutnya tabuhan, itu memang sudah lama menjadi masalah, khususnya di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Dia mengakui bahwa penyebaran tawon ini sebetulnya cukup luas dan ditemukan hampir di seluruh kawasan subtropis Asia, mulai dari Hong Kong, Taiwan, Sri Lanka, Taiwan, Burma, Thailand, Laos, Vietnam, Malaysia, Singapore, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Filipina (Palawan), hingga Papua.

Akan tetapi, khusus di Klaten, tawon ndas sudah lama menjadi masalah dan berkali-kali menelan korban jiwa.

Bagaimana bisa mematikan?

"Sebenarnya tawon Vespa affinis (tawon ndas) merupakan serangga sosial dan sebagai pemangsa serangga dan atau Arthropoda lain. Sengatan dan racun (venom) sebenarnya digunakan sepenuhnya untuk pertahanan diri ketika individu dan koloninya terganggu (diserang) oleh siapa pun, termasuk oleh manusia," kata Rosichon.

Dalam satu koloni atau satu sarang, bisa terdapat ratusan hingga ribuan individu tawon. Hal inilah yang membuat sengatan tawon ndas tidak bisa disepelekan.

"Sengatan (tawon ndas) bisa mematikan binatang vertebrata lain atau manusia yang mengganggunya dan apabila jumlah sengatannya cukup banyak, sangat mematikan," jelasnya.

Dalam konteks sengatan pada manusia, kata Rosichon, umumnya gejala awal yang timbul berupa rasa nyeri di tempat yang disengat dan nekrosis (cedera sel yang mengakibatkan matinya sel-sel jaringan hidup).

Tidak hanya itu, reaksi anafilaksis berat juga sangat mungkin terjadi pada mereka yang terkena sengatan tawon ndas ini.

Untuk diketahui, anafilaksis adalah suatu reaksi alergi berat yang terjadi secara tiba-tiba dan dapat menyebabkan kematian.

"Apabila jumlah sengatan cukup banyak yang dilakukan oleh banyak individu tawon atau rame-rame (tawon ndas itu) dan manusia yang tersengat memiliki alergi dengan venomnya (racun), bisa fatal alias mati," tuturnya.

Buruknya, sering kali tawon ndas menyerang beramai-ramai. Alasannya bukan karena serangga ini punya rasa setia kawan dan akan saling bantu kalau ada yang mengganggu.

Namun, hal ini terjadi karena ketika satu individu tawon melakukan penyerangan atau menyengat, individu tawon tersebut akan mengeluarkan feromon berbahaya.

Feromon berbahaya yang disebut Alarm Pheromone ini dikeluarkan dengan maksud untuk mengundang individu-individu lain atau temannya dari satu koloni ikut menyengat.

"Nah, di situlah bisa mengakibatkan kematian," ucap dia.

Penanganan sengatan tawon ndas

Pada dosis kecil atau ketika yang menyengat hanya satu atau dua ekor, sengatan tawon ndas bisa ditangani sendiri.

Dr dr Tri Maharani, MSi SPEM dalam artikel Kompas.com, 11 Januari 2019, menjelaskan bahwa sengatan hanya perlu dikompres hingga bengkak mereda. Lalu, bila masih ada sengatannya yang menancap, bisa dicabut.

Pasien juga bisa diberi obat-obatan analgesik dan antihistamin atau corticosteroid untuk mengurangi rasa nyeri dan segera mengurangi pembengkakan.

Akan tetapi, ketika yang menyengat banyak individu tawon, maka penanganan harus diserahkan ke petugas medis sesegera mungkin. Petugas lantas akan memberikan penanganan sesuai kondisinya.

Apabila pasien mengalami edema paru akut atau penumpukan cairan di paru, maka tata laksana edema paru akan diberikan. Bila pasien mengalami gagal ginjal, maka pasien akan diberi tata laksana gagal ginjal, seperti hemodialisis.

https://sains.kompas.com/read/2019/11/16/120500223/mengenal-tawon-ndas-yang-kembali-renggut-nyawa-warga-klaten

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke