KOMPAS.com - Dalam upaya menekan angka penderita Diabetes Melitus (DM) 2, berbagai negara telah berhasil memaksimalkan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
Namun, menurut Ketua CHEPS-UI (Center for Health Economics and Policy Studies – Universitas Indonesia), Profesor Budi Hidayat SKM MPPM PhD, hal ini belum diberlakukan di Indonesia.
Budi berkata bahwa di Indonesia, penanganan DM2 secara serius baru akan berlaku di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL).
“Sayangnya sekarang, pengobatan diabetes masih lebih banyak dilakukan di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKTL). Padahal seharusnya, obat-obatan diabetes seperti insulin bisa diberikan di FKTP untuk mempermudah akses bagi pasien,” kata Budi di Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) InaHEA (Indonesian Health Economic Association) ke-6, Bali (6/11/2019).
Untuk diketahui, FKTP ialah tempat pelayanan kesehatan primer (pertama) seperti klinik atau puskesmas. Sementara, FKTL adalah tempat pelayanan kesehatan lanjutan atau rumah sakit rujukan.
Selain itu, sistem kapitasi untuk pembiayaan FKTP turut menghambat pengelolaan diabetes. Dengan sistem kapitasi, FKTP diberi jumlah dana tertentu tanpa memedulikan jumlah pasien yang berobat.
Dana tersebut meliputi biaya pelayanan, jasa, edukasi ke masyarakat, hingga obat-obatan. Di satu sisi, ini diharapkan memacu FKTP untuk mengedukasi masyarakat sehingga penyakit bisa dicegah sedini mungkin. Namun di sisi lain, ini bisa menjadi bumerang.
“Bila banyak pasien yang membutuhkan obat, maka dana kapitasi yang didapat oleh FKTP jadi sedikit, karena banyak dipakai untuk membiayai obat,” ujar Budi
“Ini bisa menimbulkan keengganan bagi FKTP untuk memberikan obat, meski sebenarnya obat tersedia. Akhirnya pasien dirujuk ke FKTL dan mendapat obat di sana, yang tentu pembiayaannya jadi lebih besar. Seharusnya pembiayaan obat dikeluarkan dari kapitasi,” imbuhnya.
Pada akhirnya, Budi menekankan untuk bersama melawan diabetes sebagai hulu atau sumbernya penyakit mematikan yang ada.
“Mari perang melawan diabetes dan penting melakukan sinkronisasi antara kebijakan dan pedoman yang dikeluarkan asosiasi. Salah satunya adalah Formularium Nasional yang harus mengikuti Guideline Diabetes yg dikeluarkan oleh Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)," ucap dia.
Sepakat dengan Budi, dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) Prof DR dr Ketut Suastika SpPD KEMD, juga memberikan usulan kepada pemerintah terkait kebijakan pengelolaan fasilitas kesehatan di Indonesia.
“Kami harapkan, 80 persen pasien diabetes selesai ditangani di FKTP sehingga tidak perlu dikonsultasikan ke FKTL. Dengan demikian komplikasi bisa dicegah lebih dini, sehingga mortalitas dan morbiditas berkurang, pembiayaan pun lebih murah,” ujar Suastika.
https://sains.kompas.com/read/2019/11/09/104751023/pemerintah-diminta-maksimalkan-fktp-untuk-tekan-beban-diabetes