Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

11.000 Ilmuwan Sepakat, Perubahan Iklim Sudah Darurat dan Global

KOMPAS.com - Sebanyak 11.000 ilmuwan dari seluruh dunia mendukung penelitian yang menyebut bumi saat ini menghadapi kondisi darurat iklim.

Penelitian yang berdasar pada pengumpulan data selama 40 tahun menyebut pemerintah di seluruh dunia gagal mengatasi krisis tersebut.

Padahal, tanpa adanya perubahan, bumi akan menghadapi "penderitaan manusia yang tak terkatakan", menurut penelitian tersebut.

Para peneliti mengatakan mereka memiliki kewajiban moral untuk memperingatkan besaran ancaman krisis iklim.

Dirilis pada hari ketika data satelit menunjukkan bahwa Oktober lalu adalah bulan Oktober dengan suhu terpanas dalam sejarah, penelitian terbaru ini mengungkapkan bahwa hanya dengan mengukur suhu di permukaan bumi bukanlah cara memadai untuk memotret bahaya nyata dari bumi yang memanas.

Sehingga para penulis kajian memasukkan serangkaian data yang mereka yakini mewakili "serangkaian tanda-tanda grafis vital dari perubahan iklim selama 40 tahun terakhir".

Indikator-indikator ini mencakup pertumbuhan populasi manusia dan hewan, produksi daging per kapita, penurunan cakupan pohon secara global, serta konsumsi bahan bakar fosil.

Namun, penelitian itu pula mencatat beberapa perbaikan di beberapa area. Misalnya, energi terbarukan berkembang secara signifikan, dengan konsumsi energi angin dan surya tumbuh 373% dalam satu dekade ini. Meski begitu, penggunaannya masih 28 kali lebih sedikit ketimbang penggunaan bahan bakar fosil pada 2018.

Secara keseluruhan, para peneliti mengatakan sebagian besar indikator tanda-tanda vital berada di arah yang salah dan menambah kondisi darurat iklim.

"Kondisi darurat berarti bahwa jika kita tidak bertindak atau merespons dampak perubahan iklim dengan mengurangi emisi karbon kita, mengurangi produksi ternak kita, mengurangi pembukaan lahan dan konsumsi bahan bakar fosil, dampaknya mungkin akan lebih parah daripada yang kita alami sampai saat ini," ungkap penulis utama Dr Thomas Newsome, dari University of Sydney.

"Itu bisa berarti ada area di Bumi yang tidak dapat dihuni oleh manusia."

Apa bedanya penelitian ini dengan laporan lain tentang perubahan iklim?

Penelitian ini kembali menyuarakan beragam peringatan yang telah dilaporkan oleh para ilmuwan, termasuk IPCC.

Para peneliti bermaksud untuk menyajikan gambaran grafis yang jelas dan sederhana tentang indikator yang lebih luas, yang dapat menunjukkan kepada publik dan pemerintah bahwa ancamannya serius, sementara respons penanganannya sangat buruk.

Bagaimanapun, para peneliti juga menunjukkan bahwa meski kondisi iklim memburuk, namun bukan berarti tanpa harapan.

Para peneliti menunjukkan enam bidang yang harus segera ditangani demi membuat perubahan besar.

Energi: Politisi harus mengenakan biaya karbon yang sedemikian tinggi untuk mencegah penggunaan bahan bakar fosil. Para politisi juga harus mengakhiri subsidi bagi perusahaan bahan bakar fosil dan menerapkan praktik konservasi besar-besaran sembari mengganti minyak dan gas dengan energi terbarukan.

Polutan berumur pendek: Ini termasuk metana, hidrofluorokarbon, dan jelaga - para peneliti mengatakan bahwa membatasi polutan-polutan ini ada potensi tren pemanasan jangka pendek dipangkas sebesar 50% selama beberapa dekade ke depan.

Alam: Hentikan pembukaan lahan, kembalikan hutan, padang rumput, dan hutan bakau yang semuanya akan membantu menyerap CO2.

Makanan: Perubahan pola makan besar diperlukan, kata para peneliti, agar orang-orang menyantap sebagian besar tanaman dan mengurangi konsumsi produk hewani. Mengurangi limbah makanan juga dianggap penting.

Ekonomi: Mengubah ketergantungan ekonomi pada bahan bakar karbon - dan berubah dari menumbuhkan produk domestik bruto dunia ke mengejar kemakmuran.

Populasi: Dunia perlu menstabilkan populasi global yang tumbuh sekitar 200.000 jiwa sehari.

Jadi siapakah para ilmuwan yang telah mendukung laporan tersebut?

Sekitar 11.000 peneliti di berbagai bidang dari 153 negara telah menyetujui penelitian ini.

Para penulis mengatakan mereka tidak menargetkan individu sehingga ada beberapa nama besar yang berperan dalam perubahan iklim yang absen dalam penelitian itu.

Rincian mengenai siapa saja yang menandatangani pengesahan kajian tersebut telah dipublikasikan secara daring.

"Kita mengalami peningkatan emisi, naiknya suhu, dan kita sudah tahu ini selama 40 tahun tapi kita belum bertindak - Anda tidak perlu menjadi ilmuwan roket untuk mengetahui kita memiliki masalah," kata Dr Newsome.

Apa yang diinginkan para ilmuwan terjadi sekarang?

Para peneliti muak karena berbagai konferensi iklim dan majelis telah gagal menghasilkan tindakan yang berarti. Namun mereka percaya bahwa gerakan aksi protes global yang berkembang menawarkan harapan.

"Kami mendapat dorongan semangat dengan adanya gelombang keprihatinan global baru-baru ini - pemerintah mengadopsi kebijakan baru, anak-anak sekolah mogok, proses hukum berjalan, dan gerakan akar rumput warga menuntut perubahan.

"Sebagai ilmuwan, kami mendesak penggunaan luas tanda-tanda vital dan berharap indikator grafis akan lebih memungkinkan pembuat kebijakan dan publik untuk memahami besarnya krisis, menyelaraskan prioritas dan melacak kemajuan."

Lalu bagaimana dengan pertumbuhan populasi manusia?

Gagasan untuk mempengaruhi pertumbuhan populasi manusia sangat kontroversial dan dianggap terlalu sulit ditangani oleh para juru runding PBB.

Para peneliti mengatakan bahwa mengabaikan persoalan ini tidak lagi menjadi pilihan.

"Ini tentu saja merupakan topik yang kontroversial - tetapi saya pikir populasi harus dibicarakan ketika mempertimbangkan dampak manusia terhadap Bumi," kata Dr Newsome.

"Sangat penting ketika menyajikan hasil ini untuk melihat beberapa hal positif, dan salah satu hal yang lebih positif yang kami tarik dari data ini adalah bahwa sekarang ada sedikit penurunan tingkat kelahiran di tingkat global."

https://sains.kompas.com/read/2019/11/07/090300623/11.000-ilmuwan-sepakat-perubahan-iklim-sudah-darurat-dan-global

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke