KOMPAS.com - Perkembangan teknologi dalam berbagai sektor diyakini dapat menjawab kebutuhan atas beragam tantangan. Seperti halnya penemuan terbaru bernama Polymerase Chain Reactiom (PCR), yang dianggap peneliti dapat membawa era baru dalam menjawab kebutuhan riset bioteknologi.
Saat ini teknologi PCR telah dikembangkan dalam generasi ketiga yang disebut Droplet Digital PCR (ddPCR).
Melalui Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), teknologi digital PCR dapat dimanfaatkan untuk deteksi halal, penyakit, dan produk rekayasa genetika.
Meski begitu, penguasaan terhadap teknologi ini di Indonesia dirasa masih kurang.
"Teknologi ddPCR ini mampu membantu deteksi sampel DNA dengan konsentrasi yang sangat rendah tanpa mengurangi akurasi dan presisinya. Selain itu juga mampu mendeteksi keberadaan inhibitor pada sampel dan dapat diaplikasikan pada sampel yang kompleks," ujar Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Puspita Lisdiyanti.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Itu Penelitian Indonesia (LIPI), Enny Sudamonowati juga manmbahkan bahwa ddPCR ini baik untuk Indonesia terutama dalam mendeteksi produk-produk halal.
“Teknologi ddPCR memiliki tingkat sensitivitas tertinggi dibandingkan dua generasi sebelumnya,” kata Enny.
Meskipun ddPCR juga bisa dimanfaatkan dalam hal penyakit dan produk rekayasa genetika, Enny menjelaskan saat ini dunia sangat fokus terhadap produk halal, baik makanan dan kosmetik.
“Malaysia dan Thailand telah menjawab kebutuhan itu. Seharusnya Indonesia bisa lebih responsif menangkap peluang tersebut. Di sinilah peran riset bioteknologi perlu diekspos untuk memperkenalkan teknologi terkini yang dapat dimanfaatkan bagi industri dan masyarakat," jelasnya.
Keberadaan teknologi ddPCR diyakini sangat efektif dan sesuai dengan kebutuhan digitalisasi dalam proses penelitian.
“Data yang dihadirkan teknologi ddPCR mencerminkan data berupa sinyal positif dan sinyal negatif dari produk halal atau tidak serta memiliki tingkat sensitivitas dan akurasi tinggi," tuturnya.
Hal itu dikarenakan oleh teknologi ddPCR mampu membantu deteksi sampel DNA dengan konsentrasi yang sangat rendah tanpa mengurangi akurasi dan presisinya.
“Selain itu, teknologi ini mampu mendeteksi keberadaan inhibitor pada sampel dan dapat diaplikasikan pada sampel yang kompleks,” ucap dia.
Sejarah
Sejak pertama kali ditemukan teknologi Kary Bank Nulis pada tahun 1983, teknologi PCR dikatakan telah banyak membantu dalam proses penelitian terkait analisis DNA.
"Teknologi Droplet Digital PCR yang merupakan teknologi PCR generasi ketiga memiliki tingkat sensitivitas tertinggi dibandingkan dua generasi sebelumnya,” kata Puspita di Cibinong, Selasa (29/10/2019).
Keberadaan teknologi ddPCR ini diyakini sangat efektif dan sesuai dengan kebutuhan digitalisasi dalam proses penelitian.
"Data yang dihadirkan dari ddPCR mencerminkan data berupa sinyal positif dan sinyal negatif serta memiliki tingkat sensitivitas dan akurasi tinggi,” tuturnya.
Kegiatan yang dilakukan oleh LIPI tersebut disesuaikan dengan Perpres No.38 tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional, dengan tujuan meningkatkan SDM yang unggul di bidangnya masing-masing. Salah satunya bidang bioteknologi.
https://sains.kompas.com/read/2019/10/30/203000723/lipi-kenalkan-ddpcr-untuk-bantu-kebutuhan-riset-bioteknologi