KOMPAS.com- Masyarakat sempat dihebohkan tentang kabar dan cuitan di media sosial bahwa Indonesia akan mengalami gelombang panas.
Kabar itu disanggah oleh Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Miming Saepudin MSi. Dia berkata bahwa Indonesia tidak mungkin mengalami gelombang panas.
“Saat ini yang terjadi di Indonesia itu fenomena suhu panas dan bukan gelombang panas, itu berbeda ya,” kata Miming di Gedung Kementerian Kesehatan RI, Jumat (25/10/2019).
Dijelaskan oleh Miming bahwa gelombang panas yang berpotensi mengakibatkan suhu yang ekstrem tidak akan terjadi di wilayah tropis, tetapi terjadi di kawasan subtropis atau wilayah lintang.
“Gelombang panas itu adalah fenomena yang umumnya terjadi di wilayah lintang (subtropis), dan wilayah Indonesia (tropis) itu tidak mungkin secara dinamika terjadi gelombang panas,” tuturnya.
Itulah mengapa, fenomena yang akhir-akhir ini kita rasakan disebut fenomena suhu panas.
Suhu panas terjadi sangat kondisional, yaitu terkait dan tergantung dengan kondisi berbagai faktor lainnya, seperti kulminasi matahari, cuaca tanpa awan dan pengaruh arah pola angin.
Sebaliknya, gelombang panas secara global terjadi karena pengaruh kondisi atmosfer wilayah kutub yang bergerak ke arah lintang.
“Jadi perlu dibedakan antara gelombang panas yang terjadi di wilayah lintang atas, kemudian di Indonesia itu adalah kondisinya suhu panas, secara meteorologinya begitu,” ucap dia.
Miming lantas mengatakan bahwa sejauh ini, suhu terpanas yang dicatat ada di Semarang dan itu pun tidak sampai 40 derajat celcius, yakni 39 derajat celcius.
Ini sesuai dengn prediksi BMKG di mana meskipun fenomena suhu panas di Indonesia masih akan terjadi hingga akhir Oktober, namun suhu panas tertinggi hanya akan mencapai 38-39 derajat celcius.
Sementara itu, pada bulan Nopember dan Desember suhu panas tertinggi akan mencapai 36 derajat celcius.
https://sains.kompas.com/read/2019/10/26/101535323/bmkg-tegaskan-indonesia-tidak-akan-alami-gelombang-panas