Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

6 Tahun Terakhir, Angka Stunting di Indonesia Turun 10 Persen

KOMPAS.com – Stunting menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling disorot di Indonesia. Betapa tidak, hasil riset tahun 2013 menunjukkan prevelensi balita stunting di Indonesia mencapai angka 37,8 persen. Angka yang sama dengan jumlah balita stunting di Ethiophia.

“Di antara negara-negara G20, Indonesia angka stuntingnya tinggi. Oleh karena itu untuk menggalakkan upaya pencegahan stunting, dikomando langsung oleh Wapres. Tak hanya Kemenkes yang punya andil, tapi juga semua kementerian,” tutur Menteri Kesehatan Nila F Moeloek saat konferensi pers di Kementerian Kesehatan, Jumat (18/10/2019).

Berkat koordinasi antar-kementerian tersebut, lanjut Menkes, tahun ini prevelensi balita stunting berhasil mencapai angka 27,67 persen.

“Tahun 2019 ini angka stunting menjadi 27,67 persen. WHO mintanya 20 persen. Oleh karena itu saya ingin menyerahkan tanggung jawab ini untuk menteri berikutnya yang bertugas sampai 2024,” lanjutnya.

Dalam merangkum data ini, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan riset terhadap 84.000 balita dalam bentuk Hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI).

“SSGBI ini bertujuan menghitung prevalensi balita underweight, balita stunting, dan balita wasting atau kurus,” tutur Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS, Gantjang Amanullah dalam kesempatan yang sama.

Hasilnya, prevalensi balita underweight atau gizi kurang tahun 2019 berada pada angka 16,29 persen. Angka ini mengalami penurunan sebanyak 1,5 persen dari tahun lalu.

Kemudian prevalensi balita stunting pada 2019 sebanyak 27,67 persen, turun sebanyak 3,1 persen dari tahun lalu.

Sementara itu untuk prevalensi balita wasting (kurus), berada pada angka 7,44 persen. Angka ini turun 2,8 persen dari tahun lalu.

Dua jenis intervensi

Menkes Nila F Moeloek menyebutkan, turunnya angka stunting di Indonesia ini karena adanya dua jenis intervensi.

“Pertama adalah intervensi spesifik. Ini dari Kemenkes. Berupa upaya-upaya seperti asi eksklusif, pemberian makanan tambahan, vaksin dan imunisasi, dan sebagainya,” tuturnya.

Intervensi kedua, lanjutnya, adalah intervensi sensitif. Ini merupakan upaya dari beberapa kementerian lainnya terkait infrastruktur, penyediaan air bersih, akses, dan sebagainya.

“Upaya seperti penyediaan air bersih juga menunjukkan perbaikan. Inilah yang kemudian, kita sama-sama, menurunkan angka stunting,” tuturnya.

Lima pilar penanggulangan stunting

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Bambang Widianto, mengatakan ada lima pilar penanggulangan stunting.

“Pertama adalah komitmen politik pimpinan nasional sampai dengan daerah. Kita tidak bisa berjalan (penanggulangannya) jika tidak ada komitmen,” tuturnya.

Pilar kedua adalah kampanye nasional dan strategi perubahan perilaku. Pilar ketiga adalah konvergensi lintas sektor, dari pusat dan daerah.

“Pilar keempat adalah ketahanan pangan dan gizi. Kelima adalah pemantauan dan evaluasi,” tambah Bambang.

Soal stunting, Siswanto selaku Kepala Badan Litbagkes Kemenkes mengatakan bahwa stunting adalah perbandingan tinggi badan terhadap umur. Cara mudah menghitungnya adalah tinggi badan balita dikonversi dengan tinggi badan standar global World Health Organization (WHO).

“Angkanya kemudian berubah menjadi standar deviasi. Kalau minus, dinyatakan stunting,” tutur Siswanto.

https://sains.kompas.com/read/2019/10/18/180700523/6-tahun-terakhir-angka-stunting-di-indonesia-turun-10-persen

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke