Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ahli: Sinisnya Warganet ke Wiranto Mirip Arteria Dahlan vs Emil Salim

Alih-alih prihatin, warganet justru merasa "senang" ketika Wiranto mengalami musibah.

Dalam artikel sebelumnya, guru besar psikologi Prof. Koentjoro mengatakan, reaksi warganet yang bersukacita itu merupakan sebab akibat dari peristiwa-peristiwa sebelumnya.

Koentjoro berkata, kebencian dan kekecewaan dari peristiwa politik di masa lalu melahirkan rasa bahagia ketika orang yang dibenci tersebut mengalami musibah seperti yang dialami Wiranto.

Meski ada hubungan sebab akibat dengan peristiwa sebelumnya, Prof Koentjoro menyayangkan reaksi warganet. Dia menuturkan, fenomena ini mirip dengan apa yang dilakukan Arteria Dahlan ke Emil Salim.

Dia mengatakan, perilaku warganet yang senang Wiranto mendapat musibah tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam Pancasila, terutama sila kedua.

"Kalau menurut saya ini buruk. Kalau berdasarkan Pancasila sila kedua bunyinya 'Kemanusian yang adil dan beradab'. Nah, kata-kata beradabnya enggak ada," ujar Koentjoro dihubungi Kompas.com, Jumat (11/10/2019).

"Karena itu, kita perlu kesadaran politik. Yang namanya politik pada dasarnya baik. Namun yang terjadi di lapangan, dalam suatu politik ada kelompok politik yang mendapat banyak dukungan, ada juga yang sedikit," imbuhnya.

"Jangan sampai yang baik ini (politik) karena kalah dukungan, kemudian menjadi sentimen pribadi yang menjelek-jelekan orangnya".

Menurut Koentjoro, persoalan yang terjadi dalam sinisnya warganet pada penyerangan Koentjoro adalah soal pemahaman politik masyarakat yang kurang.

Untuk menangani hal ini, menurut Koentjoro sudah saatnya pemahaman politik benar-benar sampai ke sistem pemerintahan paling kecil, yakni desa-desa.

Selain itu, Koentjoro juga melihat bahwa reaksi "bahagia" warganet terhadap penyerangan Wiranto mirip yang dilakukan Arteria Dahlan terhadap ekonom Emil Salim.

"Perilaku ini (warganet ke Wiranto yang sinis) kalau menurut saya mirip dengan ketidaksantunan Arteria Dahlan ke Pak Emil," ujarnya.

Koentjoro berkata, ketidaksantunan Arteria tercermin ketika dia menyebut Emil profesor sesat. Hal ini sama sekali tidak menunjukkan etika.

"Keduanya ini sama, enggak ada etika," ungkapnya.

Dari apa yang dilakukan Arteria, Koentjoro mengatakan, publik bisa saja berpikir bahwa anggota DPR saja bisa berbuat tidak beretika, kenapa masyarakat tidak.

"Apa yang dilakukan Arteria Dahlan ini bisa menjadi penguat untuk memicu yang lain menjadi kurang ajar," katanya.

Mengatasi perilaku tak beradab

Dalam kesempatan ini, Koentjoro pun menanyakan, apakah perilaku politik kita sudah tidak bisa berperilaku santun dan beradab?

Koentjoro mengatakan, setiap individu harus sadar kenapa melakukan hal tidak beradap itu. Salah satunya, mulai mau mendengarkan ketika yang lain berpendapat.

https://sains.kompas.com/read/2019/10/11/205500023/ahli--sinisnya-warganet-ke-wiranto-mirip-arteria-dahlan-vs-emil-salim

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke