KOMPAS.com - Sikap politisi PDI Perjuangan Arteria Dahlan terhadap ekonom Emil Salim dalam acara Mata Najwa sedang menjadi sorotan publik.
Banyak netizen yang mengecam Arteria karena dianggap telah bersikap tidak sopan terhadap Emil.
Melihat kejadian ini, Doktor Psikologi Sosial dan Budaya Endang Mariani dan psikolog asal Solo Hening Widyastuti berpendapat.
Endang yang dihubungi Kompas.com, Kamis (10/10/2019) menyampaikan bahwa apa yang dilakukan oleh Arteria Dahlan, termasuk kepada Djayadi Hanan dan Feri Amsari, tidak pada tempatnya.
"Kemauannya untuk didengarkan, tidak diimbangi dengan kemampuannya untuk mendengarkan," ujarnya.
Endang menjelaskan bahwa dalam diskusi terbuka, di ruang publik, perbedaan pendapat dan perdebatan adalah hal yang lumrah. Bukan persoalan benar atau salah, perbedaan sudut pandang ataupun substansi yang disampaikan, tapi lebih pada etika penyampaian.
"Apalagi sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, yang mengaku dipilih dan mewakili rakyat. Sepantasnya, mampu mendengarkan aspirasi dan pendapat rakyat," ujarnya.
Dia pun melihat bahwa dalam tayangan Mata Najwa, Emil adalah seorang rakyat biasa yang berhak menyampaikan pendapatnya, dan tidak perlu menjadi ahli hukum untuk menyuarakan kegelisahan ataupun pandangan terhadap suatu persoalan yang dianggap sebagai permasalahan bangsa.
"Apa yang disampaikan oleh pak Emil salim, menurut saya tentunya sudah dengan melalui kajian. Mungkin tidak sepenuhnya benar menurut para ahli hukum yang duduk di DPR, tetapi tetap harus dihargai sebagai sebuah pandangan yang juga dimiliki oleh banyak rakyat Indonesia, yang bukan tidak mungkin juga memiliki kepakaran di bidang hukum," kata Endang.
Dia melanjutkan, jika dianggap kurang tepat, tugas anggota DPR-lah (untuk) menjelaskannya dengan baik. Dan jika masih diperdebatkan atau dipertanyakan, tugas anggota DPR pula untuk mempertimbangkannya dengan bijak. Karena mungkin juga ada kebenaran yang luput dari perhatian para anggota Dewan yang terhormat. Di sinilah fungsi diskusi publik dan dialog.
Norma Menghormati Orang Tua yang Luput dari Asteria Dahlan
Terkait kemarahan netizen terhadap perilaku Arteria, Endang berpendapat bahwa Arteria telah dianggap masyarakat melanggar nilai-nilai yang berlaku. Salah satunya norma "menghormati orang tua" yang masih berlaku hingga saat ini.
Apalagi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, Emil Salim dianggap sebagai "Guru Bangsa".
"Untuk konten yang disampaikan oleh Arteria Dahlan, tentunya juga sudah melalui pengkajian. Namun saat menyampaikannya, apalagi terhadap pak Emil Salim, ada norma budaya dalam masyarakat yang dirasakan melanggar nilai-nilai yang berlaku, sehingga netizen bereaksi keras," katanya.
Hening juga sependapat. Kepada Kompas.com, Kamis (10/10/2019), dia berkata bahwa ada tata krama, norma dan etika tidak tertulis mengenai bagaimana kita bersikap dan berbicara santun, serta menghormati yang sepuh di dalam masyarakat.
Etika ini masih diyakini oleh masyarakat, bahkan di era globalisasi dan kecanggihan teknologi yang beriringan dengan meningkatkan sikap individualistis atau mementingkan diri atau golongan sendiri.
Psikolog asal Solo ini lanjut menjelaskan bahwa Emil Salim tidak hanya dianggap sebagai yang sepuh, tetapi sebagai mantan menteri kabinet terdahulu, Emil adalah senior Asteria di dunia politik; sehingga Asteria dengan pendidikan dan jam terbangnya berinteraksi dengan banyak orang berbeda seharusnya bisa mengontrol emosi dan menata kata-katanya.
Situasi ini, dinilai Hening, berdampak negatif terhadap Asteria. Pasalnya, kontras dengan sikap Emil yang terlihat tetap bisa mengontrol diri, tak terpancing emosi, dan bernada stabil; Asteria terlihat emosional dan meledak-ledak.
"Yang tidak beradab adalah saudara Asteria karena bersikap kurang ajar terhadap orang tua. Biarpun saat dialog ada ketidakcocokan, sebaiknya dengarkan terlebih dahulu sampai beliau (Emil Salim) selesai bicara. Setelah itu, barulah saudara Asteria mengungkapkan pendapat dan pikirannya," ujar Hening.
Adab di sini, imbuh Hening, adalah tata krama bersikap, berbicara dan berperilaku kepada lingkungan di dalam keluarga serta di luar keluarga. Ini termasuk cara bersikap, berperilaku dan menyampaikan pendapat dengan sopan dan santun kepada yang muda, sebaya maupun yang sepuh.
Setelah Kejadian Ini
Melalui kejadian ini, Endang berharap agar Arteria Dahlan dan para politisi muda Indonesia lainnya yang sedang duduk di kursi DPR dapat belajar untuk bersikap lebih bijaksana dalam menghadapi perbedaan pendapat di ruang publik.
Dia juga menyarankan kepada Arteria untuk menemui Emil Salim dan meminta maaf atas sikapnya, yang ternyata juga melukai perasaan publik.
"Untuk pak Emil Salim, yang kebetulan saya sempat bertemu beliau kemarin, hormat dan kekaguman saya semakin bertambah tinggi. Menyikapi sikap Arteria Dahlan, pak Emil Salim menyatakan, 'Perdebatan karena adanya perbedaan pendapat, dalam sebuah diskusi adalah hal yang biasa. Setelah selesai, ya sudah. Saya selalu menghargai pendapat orang lain, yang mungkin tidak sesuai dengan pendapat saya. Untuk saya, yang lebih penting adalah solusinya bagi kepentingan bangsa'," ujar Endang.
"Rasanya kita harus banyak belajar dari pandangan bijaksana pak Emil Salim, seorang 'Guru Bangsa' dalam arti sebenarnya," tutupnya.
https://sains.kompas.com/read/2019/10/11/115757423/soal-arteria-dahlan-vs-emil-salim-di-mata-najwa-ini-tanggapan-para-psikolog