Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Alasan Hanya Ranitidin Injeksi yang Ditarik BPOM, Begini Kata Ahli

KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengeluarkan perintah untuk menarik lima produk ranitidin yang terdeteksi mengandung N-nitrosodimethylamine ( NDMA).

NDMA disinyalir sebagai zat yang bisa menyebabkan kanker atau bersifat karsinogenik setelah 70 tahun pemakain yang terjadi pada 1:100.000 pasien.

Diberitakan Kompas.com pada Senin (7/10/2019), ranitidin merupakan obat yang digunakan untuk menekan produksi asam lambung. Obat ini sudah beredar sejak 1889.

Selama 30 tahun beredar di pasaran, ranitidin dijual dalam bentuk tablet, sirup, dan injeksi.

Namun, hanya ranitidin injeksi atau cairan untuk suntikan yang ditarik BPOM.

Produk ranitidin yang diperintahkan penarikannya setelah terdeteksi mengandung NDMA adalah Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL dengan pemegang izin edar PT Phapros Tbk.

Adapun produk ranitidin yang terdeteksi NDMA dan ditarik sukarela adalah:

  • Zantac Cairan Injeksi 25 mg/mL dari PT Glaxo Wellcome Indonesia
  • Rinadin Sirup 75 mg/5mL dari PT Global Multi Pharmalab Indoran
  • Cairan Injeksi 25 mg/mL dari PT Indofarma
  • Ranitidine cairan injeksi 25 mg/ML dari PT Indofarma.

Terkait kenapa ranitidin injeksi yang ditarik BPOM, Ketua Yayasan Kanker Indonesia Profesor DR Dr Aru W Sudoyo SpPD KHOM FINASIM FACP yang ikut bergabung dalam rapat menjelaskan bahwa hanya ranitidin dalam bentuk injeksi yang diakui terkontaminasi karsinogen.

"Sebenarnya masyarakat tidak perlu cemas, itu (ranitidin) yang injeksi atau yang cara pakainya disuntikkan yang terkontaminasi," ucap Aru di Cibinong, Selasa (7/10/2019).

Kecurigaan tentang kontaminasi ranitidin pertama kali diidentifikasi oleh BPOM Amerika Serikat (FDA).

Pada 13 September 2019 BPOM Amerika Serikat (FDA) dan BPOM Eropa (EMA) mengeluarkan peringatan tentang adanya temuan cemaran NDMA dalam kadar rendah pada sampel produk yang mengandung bahan aktif ranitidin.

Menurut studi global, NDMA memiliki nilai ambang batas 96 ng/hari dan bersifat karsinogenik jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.

Didasari oleh temuan tersebut, BPOM melakukan pengambilan dan pengujian terhadap sampel produk ranitidin, kemudian melakukan penarikan terhadap lima produk ranitidin.

Efek samping ranitildin

Dalam artikel sebelumnya, Pakar Farmakologi & Clinical Research Supporting Unit, FKUI, Dr Nafrialdi menjelaskan, kandungan ranitildin memiliki efek samping yang sangat minimal, bahkan tidak teramati.

Sebagian kecil dari pasien, kata Aldi, mendapat efek samping seperti yang umum terjadi pada obat-obatan lainnya, yakni merasa agak mual, pusing, atau sedikit mengantuk.

"Orang yang mengalami efek samping tergantung individunya. Ada yang sensitif dengan efek samping, ada yang tidak. Contoh sedehana, kalau minum obat pilek, ada pasien yang berdebar debar, ada yang tidak, ada yang mengantuk berat ada yg tidak," ucapnya.

Alternatif obat ranitildin

Bagi Anda yang telah terbiasa mengonsumsi produk obat di atas, Kepala Badan POM, Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP, yang dihubungi Kompas.com, Senin (7/10/2019), berkata bahwa Anda masih diperbolehkan mengonsumsi produk ranitidin yang tidak ditarik oleh BPOM, termasuk versi generiknya.

Namun bila tidak ingin mengonsumsi ranitidin sama sekali, ada beberapa alternatif obat pengganti yang disarankan Aldi dan bisa Anda gunakan, yaitu simetidin, famotidin, omeprazol, lansoprazol dan pantoprazol.

"Itu obat alternatif fungsinya sama, mereka (obat itu) membantu mengurangi dan menekan produksi asam lambung," kata Aldi.

https://sains.kompas.com/read/2019/10/09/135709523/alasan-hanya-ranitidin-injeksi-yang-ditarik-bpom-begini-kata-ahli

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke