NDMA disinyalir sebagai zat yang bisa menyebabkan kanker atau bersifat karsinogenik setelah 70 tahun pemakain yang terjadi pada 1:100.000 pasien.
Diberitakan Kompas.com pada Senin (7/10/2019), ranitidin merupakan obat yang digunakan untuk menekan produksi asam lambung.
"Fungsi utama ranitidin adalah mengurangi produksi asam lambung. Obat yang mengandung ranitidin biasanya digunakan untuk mengobati sakit maag," jelas Pakar Farmakologi & Clinical Research Supporting Unit FKUI, Dr Nafrialdi kepada Kompas.com.
Dokter Ari mengatakan, beberapa merek dagang yang memiliki kandungan ranitidin antara lain Zantac, Rantin, dan Hufadin.
Dihubungi terpisah, Penny K. Lukito, Kepala Badan POM mengatakan bahwa persetujuan pemberian izin ranitidin sudah ada sejak 1989.
Perijinan obat ranitidin dalam bentuk tablet, sirup, dan injeksi tersebut berdasar pada kajian evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu.
Setelah 30 tahun beredar di pasaran, pada 13 September 2019 BPOM Amerika Serikat (FDA) dan BPOM Eropa (EMA) mengeluarkan peringatan tentang adanya temuan cemaran NDMA dalam kadar rendah pada sampel produk yang mengandung bahan aktif ranitidin.
Menurut studi global, NDMA memiliki nilai ambang batas 96 ng/hari dan bersifat karsinogenik jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
Didasari oleh temuan tersebut, BPOM melakukan pengambilan dan pengujian terhadap sampel produk ranitidin. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian sampel mengandung cemaran NDMA dalam jumlah yang melebihi batas.
Kata BPOM tentang uji coba setelah FDA dan EMA keluarkan peringatan
Dari kasus penarikan ranitidin, ada pembaca Kompas.com yang bertanya kenapa kajian terhadap ranitidin baru dilakukan BPOM setelah FDA dan EMA mengeluarkan peringatan bahwa ranitidin mengandung zat NDMA yang bersifat karsinogenik atau dapat memicu kanker.
Untuk itu, kami menghubungi Direktur Registrasi Obat BPOM Dr Lucia Rizka Andalusia, Apt, M.Pharm, MARS untuk mengetahui bagaimana proses perijinan obat di BPOM.
"Pada proses pendaftaran obat, dipersyaratkan pengujian mutu, di antaranya impurities. Namun karena ada beberapa metode analisis yang baru ditemukan (dari FDA dan EMA), maka pengujian dua kali harus ditambahkan," kata Rizka kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Selasa (8/10/2019).
Rizka mengatakan, penemuan baru dalam metode analisis selalu menjadi persyaratan tambahan dalam pendaftaran obat.
Dalam kesempatan tersebut, Rizka tidak menjawab secara lugas apakah sebelum FDA dan EMA mengeluarkan hasil kajian ranitidin, BPOM pernah melakukan kajian ulang atau tidak.
Rizka hanya mengatakan, BPOM secara simultan juga melakukan pengujian berdasarkan metode yang sudah dikembangkan.
"FDA terus melakukan pengujian dan akan mengeluarkan hasil kajian. Secara simultan BPOM juga melakukan pengujian berdasarkan metode yang sudah dikembangkan," katanya.
"Hasil pengujian akan ditindaklanjuti dengan penarikan produk jika ditemukan adanya cemaran NDMA di atas ambang batas aman (96 ng/hari)," imbuh Rizka.
Sejauh ini obat yang ditarik dari pasaran ada lima jenis, dan semuanya tergolong obat ranitidin cair dan injeksi.
Produk ranitidin yang diperintahkan penarikannya setelah terdeteksi mengandung NDMA adalah Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL dengan pemegang izin edar PT Phapros Tbk.
Adapun produk ranitidin yang terdeteksi NDMA dan ditarik sukarela adalah:
https://sains.kompas.com/read/2019/10/09/090300623/uji-ulang-kandungan-ranitidin-setelah-30-tahun-beredar-ini-kata-bpom