KOMPAS.com - Lima produk ranitidin yang terdeteksi mengandung N-Nitrosodimethylamine (NDMA) resmi diperintahkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk ditarik dari peredarannya di pasar dan instansi pelayanan kesehatan Indonesia.
Kabar ini tidak hanya menimbulkan kebingungan di antara masyarakat yang menggunakan ranitidin di dalam terapi pengobatannya, tetapi juga masyarakat yang tidak pernah menggunakannya. Banyak yang bertanya, ranitidin obat apa?
Untuk mengetahui obat apa sebenarnya ranitidin tersebut, Kompas.com menghubungi Pakar Farmakologi & Clinical Research Supporting Unit, FKUI, Dr Nafrialdi.
Dokter yang akrab disapa Aldi ini menjelaskan bahwa ranitidin merupakan obat yang digunakan untuk menekan produksi asam lambung.
"Fungsi utama ranitidin ialah untuk mengurangi produksi asam lambung. Obat yang mengandung ranitidin biasanya digunakan untuk mengobati sakit maag," kata Aldi, Senin (7/10/2019).
Ranitidin pada umumnya dibuat berbentuk tablet, injeksi dan juga sirup untuk anak. Dalam semua bentuknya, ranitidin dijual secara bebas di pasaran.
"Semestinya (membeli ranitidin) harus pakai resep (dari) dokter. Tapi di negeri kita banyak jenis obat yang bisa dibeli tanpa resep, termasuk ranitidin ini," ujarnya.
Mengenai efek samping dari ranitidin, diakui Aldi bahwa kandungan ranitidin memiliki efek samping yang sangat minimal, bahkan tidak teramati.
Sebagian kecil dari pasien, kata Aldi, mendapatkan efek samping seperti yang umum terjadi pada obat-obatan lainnya, yakni merasa agak mual, pusing atau sedikit mengantuk.
"Orang yang mengalami efek samping tergantung individunya. Ada yang sensitif dengan efek samping, ada yang tidak. Contoh sedehana, kalau minum obat pilek, ada pasien yang berdebar debar, ada yang tidak, ada yang mengantuk berat ada yg tidak," ucapnya.
Dalam mengonsumsi ranitidin, tidak jarang pasien juga mengkonsumsi obat lain secara bersamaan meski tidak dalam satu kapsul yang sama.
Penggunaan ranitidin yang digunakan bersamaan dengan obat lainnya ini biasanya telah disesuaikan oleh dokter dengan penyakit yang diderita pasien, selain maag.
"Obat yang diminum bersamaan dengan ranitidin oleh pasien itu tergatung penyakitnya. Misalnya orang demam yang kebetulan ada sakit maag, atau pada pengobatan yang berisiko menimbulkan perih di lambung, maka dokter sering menambahkan ranitidin," kata dia.
Ada beberapa merek dagang yang memiliki kandungan ranitidin, misalnya Zantac, Rantin dan Hufadin.
"Itu beberapa yang saya ingat. Nama dagang berbeda-beda tergantung industrinya memberi nama dagang apa," tuturnya.
Yang ditarik BPOM dan Alternatifnya
Di antara banyak merek dagang, produk ranitidin yang diperintahkan penarikannya setelah terdeteksi mengandung NDMA pada jumlah di atas batas adalah Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL dengan pemegang izin edar PT Phapros Tbk.
Sementara yang ditarik sukarela setelah industri farmasi diwajibkan melakukan pengujiannya sendiri adalah Zantac Cairan Injeksi 25 mg/mL dari PT Glaxo Wellcome Indonesia, Rinadin Sirup 75 mg/5mL dari PT Global Multi Pharmalab, serta Indoran Cairan Injeksi 25 mg/mL dan Ranitidine cairan injeksi 25 mg/ML dari PT Indofarma.
Nah, bagi Anda yang telah terbiasa mengonsumsi produk obat di atas; Kepala Badan POM, Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP, yang dihubungi Kompas.com, Senin (7/10/2019), berkata bahwa Anda masih diperbolehkan mengonsumsi produk ranitidin yang tidak ditarik oleh BPOM, termasuk versi generiknya.
Namun bila tidak ingin mengonsumsi ranitidin sama sekali, ada beberapa alternatif obat pengganti yang disarankan Aldi dan bisa Anda gunakan, yaitu simetidin, famotidin, omeprazol, lansoprazol dan pantoprazol.
"Itu obat alternatif fungsinya sama, mereka (obat itu) membantu mengurangi dan menekan produksi asam lambung," kata Aldi.
https://sains.kompas.com/read/2019/10/07/194410923/ranitidin-obat-apa-ini-penjelasan-ahli-dari-fungsi-sampai-alternatifnya