KOMPAS.com - Masyarakat digemparkan dengan penemuan benda di sekitar lahan gambut terbakar di Palembang. Benda-benda tersebut dikatakan sebagai harta karun dari Kerajaan Sriwijaya.
Lahan yang dimaksudkan termasuk ke dalam gambut yang dilanda kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 2019. Tepatnya di Dusun Serdang, Desa Mara Sungai Jeruji, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan.
Kabar terbaru ini menjadikan banyak masyarakat yang penasaran atas kebenaran hal itu. Kompas.com menghubungi arkeolog dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan (Sumsel), Retno Purwanti untuk meminta penjelasan dari penemuan terkait.
Berdasarkan penjelasan dari Retno, hingga saat ini benda-benda yang ditemukan warga tersebut belum bisa dipastikan adalah peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
"Yang saya tahu dari foto dan kabarnya kan itu masyarakat ketemunya emas, koin dan manik-manik. Tapi kami sendiri dari balai arkeologi Sumsel tidak bisa memastikan itu benda memang ada dan peninggalan Kerajaan Sriwijaya apa bukan, belum bisa dipastikan," kata Retno, Sabtu (5/10/2019).
Selama penelitian yang dilakukan oleh balai arkeologi Sumsel yaitu di sepanjang timur Sumatera temasuk daerah Jambi, diakui Retno memang banyak peninggalan kejayaan masa Kerajaan Sriwijaya.
Sementara masa periode berjaya kerajaan Sriwijaya ada di abad ke-7 hingga ke-12 Masehi, abad ke-13 masa periode kerajaan Sriwijaya telah berganti menjadi masa kejayaan Melayu.
Namun, benda bersejarah yang seringkali ditemukan oleh para arkeolog dalam penyisiran penelitian yang dilakukan ialah seperti pecahan keramik, tembikar, sisa-sisa perahu, sisa-sisa binatang dan tumbuhan.
"Nah ini kan berbeda dengan yang lagi heboh sekarang. Kalau dari arkeologi itu semua yang ada di temukan lagi penelitian itu diambil. Tapi yang marak di masyarakat itu hanya yang mereka anggap berharga jual, kayak emas, koin atau manik-manik begitu," ujarnya.
Selain itu, para arkeolog belum bisa melakukan identifikasi secara jelas mengenai benda temuan warga tersebut. Kata Retno hal itu dikarenakan ketika warga menemukan yang dianggap bisa dijual, masyarakat akan langsung menjual dan membuang saja benda-benda lainnya.
Padahal, dalam melakukan identifikasi tidak bisa hanya melihat dan mengamati hanya dari satu benda yang saat ini dimiliki. Tetapi harus dengan melihat dan mengamati seksama hal-hal yang berhubungan dengan benda tersebut.
"Juga ya mereka ada juga tuh banyak menemukan emas, koin dan juga perhiasan manik-manik itu kan di bantaran sungainya juga. Nah itu kalau emas zaman setelah Sriwijaya sampa sekarang juga masih ditempa. Iulah perlu konteks lain juga baru bisa bilang itu peninggalan Sriwijaya," tuturnya.
Senada dengan yang disampaikan oleh Retno, Dosen Arkeolog di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, Prof Agus Munandar MHum, menyampaikan benda yang ditemukan di Palembang saat ini belum bisa dikatakan harta karun.
"Dikatakan harta karun itu kalau jumlah besar. Kalau ini mah belum bisa dikatakan harta karun ya, itu berlebihan. Cuma bisa dibilang itu artefak, nah itu bisalah disebut begitu," ujar Agus, Senin (7/10/2019).
Mengapa artefak yang ditemukan disebut peninggalan Kerajaan Sriwijaya? Agus menyebutkan bahwa mungkin karena artefak tersebut ditemukan di pusat peradaban Kerajaan Sriwijaya.
"Itu mungkin saja iya dan mungkin juga tidak. Diduga iya, seperti yang masyarakat tahunya Sumsel itu hingga hingga kini para arkeolog juga masih sepakat, ciri-ciri dan banyak artefak bercirikan Hindu-Buddha ditemukan di sana jadi kuat sekali. Kalau ada yang ditemukan artefak lagi pasti dugaannya langsung mengarah ke Sriwijaya," jelasnya.
Tetapi, perlu dilakukan penelitian dan analisis lebih lanjut oleh para arkeolog.
"Memang sangat mungkin. Tapi ingat itu mungkinnya pada masa periode bukan dari Kerajaan Sriwijaya, sebab benda itu juga bisa berasal dari masyarakat atau bahkan nelayan dan juga pedagang yang pada masa Kerajaan Sriwijaya, Sumsel dikatakan sebagai pusat perdagangan dan juga ibukota," ujar Agus.
https://sains.kompas.com/read/2019/10/07/180800623/harta-karun-di-lokasi-karhutla-peninggalan-sriwijaya-para-ahli-bilang-belum