KOMPAS.com - Gangguan tidur seperti insomnia banyak dialami masyarakat. Padahal dalam sehari dibutuhkan tidur selama delapan jam untuk menjaga kebugaran tubuh.
Meski tidur menjadi kebutuhan harian tubuh, nyatanya bagi sebagian orang, tidur terutama pada malam hari bahkan bukanlah hal yang mudah dilakukan. Terutama bagi orang yang lanjut usia (geriatri).
Menurut Diagnostic and Statically Manual of Mental Disorder, yang dimaksud insomnia adalah ketidakpuasan atas kualitas atau kuantitas tidur yang berhubungan dengan satu atau lebih gejala.
Seperti dilansir dari HealthFirst, Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), gejala insomnia antara lain sulit untuk memulai tidur, sulit mempertahankan tidur atau sering terbangun, mudah terbangun pada dini hari, lalu sulit untuk kembali tidur.
Namun, dikatakan oleh dokter spesialis akupunktur klinik RSPI, dr Dwi Rachma Helianti, SpAk, bahwa yang sering ditekankan pada kasus insomnia adalah rasa ketidakpuasan dalam tidur.
"Ketidakpuasan itu bukanlah pada durasi atau lamanya bisa tertidur atau tidak, melainkan lebih kepada hal yang terjadi di luar kendali orang tersebut," kata Dwi.
Jika dibiarkan terjadi dalam jangka panjang, insomnia dapat menimbulkan berbagai dampak negatif.
1. Menurunkan ambang nyeri.
2. Meningkatkan rangsang simpatis (pasien selalu dalam kondisi sigap).
3. Meningkatkan tekanan darah.
4. Depresi, walau tidak selalu terjadi.
Penyebab insomnia
Faktor penyebab gangguan tidur atau insomnia pada orang lanjut usia biasanya karena faktor hormonal dan psikologis.
Pada tubuh manusia terdapat hormon yang disebut melatonin. Hormon ini diproduksi di otak dan berfungsi untuk menimbulkan rasa kantuk, lalu tertidur.
Jumlah hormon pada tubuh setiap orang tidaklah sama. Volume hormon ini tertinggi pada usia bayi, lalu berkurang seiring dengan bertambahnya usia.
"Dan pada manula atau usia lanjut, jumlah hormon ini jadi sangat berkurang sehingga menimbulkan efek sulit merasa kantuk," ujar Dwi.
Faktor psikologis juga bisa menjadi penyebab insomnia ini. Seperti depresi, kejadian yang tidak menyenangkan, atau beban pikiran lainnya.
"Orang lanjut usia sangat sensitif. Kejadian kecil yang dialami dapat memberikan beragam efek, termasuk insomnia. Nah, insomnia yang terjadi karena faktor psikologis memerlukan penanganan psikolog atau psikiater," katanya.
Tidak hanya itu, faktor penyebab insomnia lainnya juga bisa berasal dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol, kopi, dan lainnya.
Lalu bagaimana mengatasi kasus insomnia?
Dwi menyarankan untuk melakukan konsultasi dengan dokter perihal kasus insomnia yang diderita. Selain itu, salah satu pengobatan untuk mengatasi insomnia tersebut bisa dengan melakukan terapi akupunktur.
Terapi Akupunktur
Orang yang mengalami susah tidur atau insomnia pada umumnya diberikan obat penenang untuk membantu merasa rileks sehingga mudah tidur.
Namun dengan pengembangan dari berbagai penelitian, akupunktur medik kini dapat dimanfaatkan untuk menangani berbagai gangguan kesehatan, termasuk insomnia.
Terapi akupunktur untuk insomnia terbilang aman karena terbukti meningkatkan produksi melatonin dan tidak menggunakan obat 9bahkan dapat menurunkan dosis penggunaan obat yang dikonsumsi pasien).
Tingkat keamanan akupunktur didukung dengan berbagai jenis media yang dapat digunakan.
Saat ini, kata Dwi, akupunktur dapat menggunakan media berupa jarum, laser, benang, akupressur (tekanan dengan jari) dan lainnya. Pasien dengan alergi terhadap logam dapat menggunakan media selain jarum.
Penggunaan jarum juga dihindari bagi pasien yang daya tahan tubuhnya sedang menurun, karena dikhawatirkan luka yang terjadi saat terapi dapat menjadi akses masuk bagi bakteri atau virus.
Selain itu, pasien dengan riwayat kejang atau epilepsi sebaiknya menghindari terapi akupunktur dengan media laser.
"Yang perlu diketahui, karena hanya memanfaatkan tubuh dari terapi akunktur dapat berbeda pada setiap orang,"ujarnya.
Meski secara umumnya, efek terapi akupunktur dapat terasa sejak terapi pertama. Sementara untuk kasus insomnia, biasanya memerlukan terapi sebanyak 10-12 kali sesi terapi, dengan penyesuaian terhadap perkembangan pasien selama terapi dilakukan.
Efek dari terapi akupunktur ini juga dapat bertahan di tubuh pasien meski sudah tidak diberikan rangkasan dari media terapi.
"Dengan efek yang bertahan setelah usainya terapi akupunktur ini, diharapkan dapat membentuk pola tidur yang baik pada pasien, sehingga gangguan tidur tidak kembali berulang," katanya.
https://sains.kompas.com/read/2019/10/06/120500023/insomnia-terapi-akupunktur-bisa-bantu-mengatasinya