Dalam acara yang diadakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Rabu (3/10/2019), beberapa dokter menceritakan kisah yang mereka alami saat dan pasca kerusuhan di berbagai daerah di Papua dan Papua Barat.
Berikut adalah empat kisah dokter yang ada saat dan pasca kerusuhan terjadi di bumi cendrawasih itu.
Dokter Rishka Purnawati di RSUD Manokwari, Papua Barat
Rishka menuturkan, kerusuhan di Papua pertama kali terjadi di Manokwari. Untuk menjaga keamanan, beberapa ruas jalan sengaja ditutup oleh aparat daerah setempat, termasuk ruas jalan menuju ke rumah sakit tempatnya bertugas.
"Ya jadinya shift atau pergantian jadwal jaga RS jadi enggak bisa, yang di RS ketahan di sana. Kita juga enggak bisa ke sana. Tapi ya kegiatan di RS sendiri masih kondusif," kata Rishka via telekonferensi bersama dokter lainnya.
Pemerintah setempat juga menambah pasukan penjagaan di Manokwari yang masih berlangsung hingga saat ini dan dikabarkan akan berlangsung hingga Desember mendatang.
"Jujur, tenaga medis di sini aman kok. Masyarakat asal tahu kita pelayan kesehatan, mereka malah menjaga dan tidak ganggu. Apalagi kalau kita pakai pakaian kesehatan, jas dokter atau perawat begitu, aman-aman saja," tutur wanita kelahiran Sulawesi itu.
Meskipun RSUD Manokwari berseberangan dengan kantor DPRD setempat, tetapi RSUD Manokwari tidak terganggu dan tetap dalam keadaan kondusif untuk melakukan pelayanan bagi masyarakat.
Dokter Andreas Pekey, SpDD di RSUD Nabire, Papua
Andreas Pekey merupakan dokter spesialis penyakit dalam dan merupakan putra asli daerah setempat.
Selama Pekey bertugas di Nabire, tidak ada kendala besar yang dialaminya, kecuali masih minimnya jumlah dokter penyakit dalam.
Pekey melihat, Papua memiliki masalah khusus yang berbeda dengan daerah lain, selain persoalan transportasi, jarak, ekonomi, sosial, dan juga adat persaudaraan.
Tidak semua suku bangsa di Papua mendukung terjadinya kerusuhan seperti yang sering terjadi sebelumnya. Seringkali, kelompok yang membuat kericuhan di suatu daerah sebenarnya bukan berasal dari daerah tersebut.
Terlepas dari itu semua, pelayanan kesehatan di Papua dianggap Pekey tidak memiliki kendala apapun dan petugas kesehatan juga dihormati oleh warga setempat.
"Tetapi, tenaga kesehatan itu disejajarkan dengan tinggi, beserta guru dan pimpinan daerah, jadi aman kalau untuk tenaga kesehatan, dihormati betul di sini (Nabire). Siapa pun dia, asal warga tahu kalo mereka (tenaga medis) bantu kita agar sehat, mereka dihormati warga dan dijaga agar aman tentunya," kata Pekey.
Dokter Rizky Aniza Winanda, SpKJ, di RSUD Scholoo Keye, Sorong Selatan, Papua Barat
Bersama dengan suaminya yang juga bertugas sebagai dokter anak di daerah tersebut, Aniza berkata bahwa kondisi di Papua tetap aman bagi mereka.
Meski rusuh pada 19 Agustus lalu juga dirasakan oleh Aniza dan warga setempat, tetapi menurut dia tidak lebih mencekam dibandingkan pemberitaan di media massa.
"Saya kemarin sempat balik ke Jakarta, dan suami saya ada di Sorong. Pas ricuh begitu lihat di media mengerikan dan mencekam gitu, tetapi ketimbang berada di lokasi secara langsung sebenarnya gak sampe begitu. Kita pendatang aman kok," ujar dia.
Memang tragedi kerusuhan sering kali terjadi di daerah Papua, tetapi menurut dia, tidak semua pendatang dijadikan target kericuhan yang terjadi itu.
"Orang Papua itu malah terbuka dengan pendatang," ucapnya.
Dokter Wendy Lewerisa, SpM, di RS TNI Angkatan Darat Jayapura
Wendy Lewerisa sudah bertugas di Jayapura sejak tahun 1994. Sebelumnya Wendy bertugas di RSUD Dok II Jayapura dan saat ini di RS TNI Angkatan Darat Jayapura, Papua.
Meski Wendy mengakui tinggal di Papua tidak semengerikan yang dikatakan oleh orang-orang di luar Papua, tapi dia merasa keamanan dokter di Papua tetap perlu dilindungi.
"Masyarakat di sini (Papua) membutuhkan sekali pelayanan kesehatan. Nah, karena sering terjadi kerusuhan makanya perlu dan penting sekali pemerintah memikirkan dan menjaga keamanan para dokter dan petugas kesehatan di sini (Papua)," ujarnya.
Perlindungan dan keamanan bagi petugas kesehatan itu diperlukan, supaya pelayanan dan penelitian di Papua masih terus bisa dilakukan.
https://sains.kompas.com/read/2019/10/05/123100823/cerita-4-dokter-di-papua-pasca-kerusuhan-dan-tewasnya-dr-soeko