KOMPAS.com – Artis Rifat Umar (26) ditangkap polisi pada Rabu (2/10/2019) dini hari. Usai melakukan tes urine, diketahui Rifat menggunakan narkoba jenis ganja dan sabu.
Cannabis sativa, begitu nama latin dari tanaman yang kita kenal sebagai ganja atau mariyuana. Selain Rifat Umar, sudah banyak figur publik Indonesia yang tertangkap polisi karena menggunakan narkoba khususnya ganja. Jefri Nichol dan Nunung adalah dua di antaranya.
Sebelum digunakan sebagai narkoba, ganja punya sejarah yang panjang. Eksistensinya sudah tersebar di berbagai wilayah dunia.
Barney Warf, profesor geografi di University of Kansas, menjelaskan penggunaan ganja di Asia ribuan tahun lalu.
“Ganja lebih banyak dipakai sebagai obat dan tujuan spiritual pada era premodern. Misalnya, Suku Viking dan Jerman kuno memanfaatkan ganja untuk meredakan sakit saat melahirkan dan sakit gigi,” tutur Barney, seperti dikutip dari National Geographic.
Berdasarkan sejarah tersebut, ganja kini telah legal di beberapa negara. Namun menurut Barney, ganja sebagai narkoba adalah hal yang baru.
“Gagasan mengenai ganja adalah obat berbahaya (narkoba) adalah pemikiran yang baru-baru ini dibangun,” tambahnya.
Di Indonesia, ganja diklasifikasikan sebagai narkotika golongan 1 berdasarkan UU No 9 Tahun 1976 kemudian UU No 35 Tahun 2009.
Sebelum ada larangan ketat terhadap penanaman dan kepemilikan serta penggunaan ganja, di Provinsi Aceh, daun ganja menjadi komponen masakan yang umum disajikan. Daun ini kerap dijadikan sayur dan campuran sambal.
Berdasarkan data BNN, selain Aceh, ganja juga ditanam secara ilegal di beberapa provinsi lainnya. Seperti Jambi, Bengkulu, Kalimantan, hingga Papua.
Dari Asia hingga Eropa
Tanaman ganja dipercaya pertama kali berevolusi di stepa Asia Tengah, khususnya di daerah yang kini dikenal sebagai Mongolia dan Siberia selatan. Dari buku berjudul “Marihuana: The First Twelve Thousand Years” keluaran Springer (1980) diketahui bahwa sejak dulu, ganja telah dibudidayakan oleh manusia.
“Ganja mungkin berkembang di tempat pembuangan yang kaya nutrisi dari pemburu prasejarah dan pengumpul,” tutur Barney dalam jurnalnya.
Biji ganja yang dibakar juga ditamukan dalam gundukan pemakaman di Siberia, disinyalir pada 3.000 SM. Di Xinjiang, China, ganja psikoaktif ditemukan di beberapa makam orang-orang mulia.
Di China, ganja pertama kali dimanfaatkan sebagai obat adalah pada 4.000 SM. Ramuan ganja digunakan sebagai anestesi selama operasi.
Dari China, orang pesisir membawa ganja ke Korea. Berdasarkan buku “The Archaeology of Korea” keluaran Cambridge University Press (1993), ganja tiba di Asia Selatan antara tahun 2.000-1.000 SM ketika wilayah tersebut diserang oleh Bangsa Arya (Indo-Eropa).
Dari Asia Selatan, Bangsa Arya membawa ganja masuk ke Timur Tengah. Ganja kemudian masuk ke tenggara Rusia lalu Ukraina. Suku Jerman kuno lalu membawa ganja ke negaranya, kemudian Britania pada abad ke-5.
“Biji ganja juga telah ditemukan dalam reruntuhan perahu Viking pada pertengahan abad ke-9,” tutur Barney.
Selama berabad-abad berikutnya, ganja bermigrasi ke berbagai wilayah dunia. Menempuh perjalanan ke Afrika, memasuki Amerika Selatan pada abad ke-19, kemudian Amerika Utara setelahnya.
Simbol Budaya Hippie
Ganja tiba di Amerika pada awal abad ke-20. Kemudian mulai tahun 1960, muncullah kultur Hippie di Amerika Serikat. Inti dari kultur ini adalah kehidupan yang sederhana dan cinta kedamaian.
Para kaum Hippie biasa mendengarkan music psychedelic rock, menggunakan rompi dengan aksen rumbai, serta ikat kepala dan kacamata hitam.
Pada masa itu, ganja menjadi salah satu simbol budaya Hippie karena sifatnya yang merangsang imajinasi. Ini karena ganja memberikan efek euphoria, yang biasa dimanifestokan oleh kaum Hippie untuk menghasilkan berbagai karya.
Sampai sekarang, ganja masih menjadi simbol budaya Hippie. Gambar ganja masih bisa Anda ditemukan dalam berbagai barang, termasuk pakaian sehari-hari dan suvenir.
https://sains.kompas.com/read/2019/10/04/133700423/penemuan-yang-mengubah-dunia-ganja-dari-obat-anestesi-sampai-simbol-budaya