KOMPAS.com – Agustus 1914, para tentara Perancis menembakkan granat berisi gas kepada prajurit Jerman di kawasan perbatasan. Perang yang disebut sebagai “Battle of the Frontiers” itu menjadi momen di mana gas air mata digunakan di berbagai belahan dunia.
Granat berisi gas tersebut merupakan buah karya ahli kimia Perancis. Tujuan dibuatnya granat tersebut adalah untuk mengendalikan huru-hara, dan tujuan tersebut tidak berubah sampai saat ini.
Situs berita The Atlantic mengatakan, granat berisi gas tersebut digunakan untuk membuat mundur barikade. Gas tersebut menimbulkan beragam reaksi seperti sakit mata, masalah pernafasan, iritasi kulit, pendarahan, bahkan kebutaan. Granat berisi gas tersebut kemudian dikenal sebagai tear gas (gas air mata), atau lachrymator.
Situs Encyclopedia Britannica mengatakan bahan utama dalam gas air mata adalah halogen sintetis, cairan yang bisa ditembakkan lewat beberapa senjata seperti granat dan spray.
Semenjak ditemukan, keberadaan gas air mata menjadi “musuh” bagi para tentara. Hampir bisa dipastikan para tentara akan meninggalkan pimpinan dan jenderalnya saat ditembakkan gas air mata.
Adalah Amos Fries, pemimpin dari Chemical Welfare Service US Army mengembangkan teknologi agar gas air mata bisa digunakan tak hanya di medan perang. Dia pula yang membayar pengacara dan pebisnis untuk membuat pasar komersial gas air mata dan mempublikasikannya lewat media massa.
“Lebih mudah dihadapkan dengan peluru dibanding dengan gas yang tak kasat mata,” begitu katanya saat itu.
Kini, gas air mata hampir selalu digunakan oleh pihak berwenang untuk meredakan demonstrasi. Semua itu dimulai usai Perang Dunia I berakhir.
Salah satu produsen gas air mata terbesar dan tertua adalah Lake Erie Chemical Company, yang didirikan oleh veteran Perang Dunia I bernama Kolonel Byron “Biff” Goss. Sejak pertama kali dibuka pada 1930-an, Lake Erie Chemical Company menjual gas air mata pada pada beberapa negara seperti Argentina, Bolivia, dan Kuba.
Pada Perang Dunia II, penggunaan gas air mata berlanjut. Gas tersebut digunakan oleh Italia saat melawan Ethiophia. Tentara Spanyol menggunakannya di Maroko, sementara Jepang menggunakan gas tersebut untuk melawan China.
Di Vietnam, tentara AS menembakkan gas air mata pada terowongan-terowongan Viet Cong. Sebaliknya, di AS, para demonstran Vietnam juga menghadapi bertubi-tubi gas air mata.
Selama dua dekade belakangan, penjualan gas air mata bertambah pesat. Gas ini digunakan dalam demonstrasi di banyak negara, termasuk Indonesia.
Selama lebih dari 100 tahun ditemukannya gas air mata, belum ada pengganti yang dinilai efektif untuk menghalau massa. Padahal, Amnesty International memasukkan gas air mata sebagai bagian dari barang perdagangan internasional yang membahayakan.
https://sains.kompas.com/read/2019/09/24/230308423/sejarah-gas-air-mata-jadi-senjata-sejak-perang-dunia-i