KOMPAS.com - Penyakit Jantung Bawaan (PJB) atau Congenital Heart Disease (CHD) merupakan salah satu kelainan bawaan yang paling sering ditemukan.
Angka kejadian PJB di seluruh dunia diperkirakan mencapai 1,2 juta kasus dari 135 juta kelahiran hidup setiap tahunnya.
Dari jumlah tersebut, sekitar 300.000 kasus dikategorikan PJB berat yang membutuhkan operasi kompleks (menyeluruh) agar dapat bertahan hidup.
Sementara di Indonesia, angka kejadian PJB diperkirakan mencapai 43.200 kasus dari 4,8 juta kelahiran hidup. Perbandingannya 9:1000 kelahiran hidup setiap tahunnya.
Padahal, PJB bisa terjadi di dalam kandungan saat jantung sedang terjadi pembentukan pada calon bayi (janin), atau sekitar 35 hari pada awal kehamilan.
Banyak wanita yang baru menyadari kehamilannya pada usia kandungan sudah memasuki lebih dari 40 hari, atau saat usia kandungan sudah dua bulan. Oleh karena itu kasus PJB mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Terhadap mereka yang sudah mengalami atau menderita PJB, perlu dilakukan penanganan yang tepat sesuai dengan kondisi kebutuhan pasien tersebut.
Dokter Spesialis Penyakit Jantung, dr Radityo Prakoso SpJP (K), FIHA menyatakan bahwa sejak dekade terakhir, metode pilihan utama untuk menangani kasus PJB tertentu adalah prosedur intervensi menggunakan kateter (transcatheter closure).
Intervensi itu sendiri juga dikenal dengan tindakan invasif, yaitu suatu prosedur memasukkan sepang plastik (kateter) ke dalam jantung melalui pembuluh darah.
Tujuannya adalah diagnostik atau mengetahui jenis penyakit secara jelas, juga terapeutik yaitu mengkondisikan bagaimana mengobati penyakit atau kelainan jantung tersebut secara tepat.
"Dewasa ini, seiring dengan kemajuan teknologi di bidang kedokteran, khususnya dalam bidang intervensi kardiologi anak (interventional pediatric cardiology), sebagian besar penderita PJB tidak perlu lagi mengalami operasi atau pembedahan terbuka," kata Radit.
Intervensi menggunakan kateter memiliki beberapa keuntungan, antara lain risiko atau komplikasi operasi yang relatif lebih rendah. Selain itu, masa rawat pasien di rumah sakit dan waktu pemulihan terhadap penderita PJB juga lebih singkat.
Tidak kalah pentingnya, kata Radit, yaitu biaya menjadi lebih murah dengan waktu pengerjaan tindakan yang lebih singkat juga.
Intervensi ini dilakukan kepada penderita PJB dengan kategori sedang dan berat, sesuai kondisi yang diderita oleh pasien.
"PJB itu dikategorikan dalam tiga tingkatan, ringan, sedang dan berat. Nah itu prasyarat menyatakan ringan sampai berat tim medis punya aturannya sendiri. Juga tindakan pasti berbeda oleh tim medis ke pasiennya, sulit dijelaskan secara awam," kata Radit di Tangerang, Jumat (20/9/2019).
Data prosedur intervensi dari 13 rumah sakit di Indonesia menunjukkan terdapat 4.912 prosedur intervensi yang dilakukan antara tahun 2013-2016.
"Dari total tersebut, sekitar 29 persen atau 1.405 prosedur dilakukan di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (RSPNJHK)," ujar Radit.
Meskipun demikian, diakui Radit bahwa di Indonesia sendiri masih sangat sedikit bahkan minim rumah sakit yang memiliki alat berstandar untuk menangani kasus PJB ini.
https://sains.kompas.com/read/2019/09/23/200600323/penyakit-jantung-bawaan-bagaimana-penanganannya-