KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil menyatakan akan mengambil alih penanganan Sungai Cileungsi yang telah tercemar limbah industri.
Hal itu diungkapkannya usai rapat dengan Ombudsman Jakarta Raya terkait hasil monitoring pelaksanaan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP), Jumat (20/9/2019).
"Kesimpulannya hanya satu. Dari bulan Maret, pemerintah Kabupaten Bogor menyatakan sanggup (menangani), tapi mulai dari minggu ini, disepakati akan diambil alih oleh provinsi (Jawa Barat)," ujar Ridwan.
Dia berkata bahwa pemerintah provinsi Jawa Barat akan membuat tim, seperti penanganan sungai Citarum, yang melibatkan TNI, Polri dan Kejaksaan sehingga dapat melakukan tindakan hukum represif kepada industri-industri yang masih melakukan pencemaran.
"Silakan berbisnis di Jawa barat, tapi harus menghormati lingkungan, karena kalau airnya kotor nanti berpengaruh pada manusia yang mengonsumsi air kotor dari limbah pabrik yang mengandung unsur-unsur bahan berbahaya dan beracun (B3) kimia, katanya.
Dalam pelaksanaannya, Teguh Nugroho selaku Kepala Perwakilan Jakarta Raya dari Ombudsman Republik Indonesia berkata bahwa Provinsi Jawa Barat akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dengan dibantu oleh Kementerian Lingkuhan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Hal ini, ujarnya, seusai dengan tindakan korektif yang disarankan oleh Ombudsman pada tahun lalu bila pemidanaan terhadap perusahaan-perusahaan yang mencemari sungai Cileungsi tidak cukup.
Disampaikan oleh Teguh, sebetulnya sudah ada lima perusahaan yang diajukan ke pengadilan karena mencemari sungai Cileungsi oleh Kabupaten Bogor. Akan tetapi, kelima perusahaan hanya dikenai pasal peraturan daerah (perda) lingkungan hidup yang hukumannya hanya Rp 15 juta sehingga tidak menimbulkan efek jera.
Kini, sudah ada upaya untuk melakukan pemidanaan menggunakan Undang-undang Lingkungan Hidup yang hukuman pidananya maksimal Rp 3 miliar.
"Ketika DLH Kabupaten Bogor sudah tidak bisa menangani Cileungsi, maka DLH provinsi yang akan menangani. Sekarang kita lihat, apakah DLH provinsi akan mampu menangani pencemaran Sungai Cileungsi ini atau tidak,"ujar Teguh.
Menyebabkan kurangnya jumlah produksi air minum
Tercemarnya Sungai Cileungsi juga ditenggarai sebagai salah satu penyebab dari kurangnya jumlah produksi air baku PDAM Tirta Patriot Kota Bekasi dan PDAM Tirta Bahasasi Bekasi.
Dalam rapat, KLHK menyampaikan bahwa pencemaran air Cileungsi sudah masuk kategori berat sehingga penangannya tidak bisa lagi bersifat sektoral.
Dari 54 perusahaan yang diduga melanggar, 17 di antaranya diverifikasi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor telah melakukan perbaikan.
Namun, pengecekan oleh Ombudsman di lapangan menemukan bahwa dari 17 perusahaan tersebut, masih ada yang melakukan pembuangan limbah secara langsung, instalasi pengelolaan limbahnya (IPAL) tidak baik, atau baku mutu limbah cairnya tidak sesuai.
Teguh berkata bahwa inilah sebabnya jumlah produksi air baku PDAM Tirta Patriot Kota Bekasi dan PDAM Tirta Bahasasi Bekasi berkurang. Air Sungai Cileungsi tidak lagi layak untuk diolah menjadi air minum.
"PDAM Tirta Patriot sempat tidak bisa memproduksi air minum. Sempat terhenti selama empat jam karena tidak ada airnya dan airnya mengandung kadar limbah yang sudah tidak bisa diperbaiki. Jadi, kalau ditambah bahan kimia pembersih sebanyak-banyaknya, yang terjadi bukan air layak minum tapi malah makin beracun," lanjutnya.
Ombudsman pun berharap agar permasalahan ini bisa segera diselesaikan, karena sebetulnya permasalahan kurangnya jumlah produksi air baku PDAM Tirta Patriot Kota Bekasi dan PDAM Tirta Bahasasi Bekasi terjadi setiap bulan Juli dan Agustus.
https://sains.kompas.com/read/2019/09/20/132408923/pemprov-jawa-barat-ambil-alih-penanganan-sungai-cileungsi-yang-tercemar