KOMPAS.com - Masalah sampah elektronik atau E-Waste bisa membahayakan kesehatan manusia. Ini karena pengaruh Bahan Beracun Berbahaya (B3) seperti timbal, merkuri, kromium, kadmium, PBDE, dan PBB.
Pengaruh B3 sampah elektronik atau barang elektronik tersebut akan terjadi jika dibuang sembarangan atau dikelola dengan cara yang salah.
Manager representatif kualitas lingkungan kesehatan keamanan TLI, Tjatur Prasetijoko, mengatakan bahwa limbah sampah terutama sampah elektronik memang memiliki potensi bahaya besar yang belum banyak disadari oleh masyarakat.
"Limbah beracun itu secara tidak sadar berdampingan dengan kita dalam keseharian. Meski tidak tampak, tapi limbah B3 itu bahaya pada kesehatan. Makanya limbah B3 dari sampah elektronik itu perlu dikelola secara tepat, baik yang bisa didaur ulang ataupun yang harus dihilangkan dengan cara yang tepat," kata Tjatur dalam acara National Gathering oleh E-Waste RJ, Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Mekanisme penyebaran racun
Mekanisme yang yang terjadi ialah ketika sampah elektronik yang beracun tersebut dibuang sembarangan. Maka akan terjadi kontaminasi tanah di mana e-waste itu dibuang, terhadap tanaman yang akan tumbuh dari tanah tersebut.
Setelah tanaman tumbuh dan menjadi sumber makanan bagi beberapa hewan termasuk pakan ternak sapi, racun akan menyebar di sapi tersebut.
Lalu tanpa sadar ketika manusia mengonsumsi sapi yang terkontaminasi itu, manusia juga terkena racunnya.
Lebih berbahaya ketika yang mengonsumsinya adalah seorang ibu hamil. Ini adalah salah satu penyebab cacat pada anak.
Selain itu, Tjatur juga mengatakan bahwa meski sudah dikelola namun dengan cara yang salah, maka tetap akan menjadi pengaruh buruk bagi kesehatan.
Contohnya, banyak orang yang membakar sampah elektronik mendapatkan sesuatu benda yang bermanfaat didalamnya.
"Tapi, sebenarnya ada jenis racun yang bisa menyebar lewat udara, makanya meski gak nyentuh tapi tempat pembakarannya terbuka, tetap racunnya nyebar. Yang kena bukan cuma pekerja, tapi orang-orang di sekitarnya itu," ujar Tjatur.
Dikatakan Tjatur, negara adikuasa seperti Amerika dan negara-negara Eropa yang menghasilkan sampah elektronik paling banyak, mengirimkan limbahnya ke China.
Di China sebagian besar limbah tersebut dijadikan mainan anak, silikon handphone, ataupun segala jenis peralatan yang bisa mereka produksi dari limbah tersebut.
Alhasil, limbah beracun itu masih tetap ada pada produksi pembaruan dan bahkan dapat menyebar kepada manusia yang menggunakannya, termasuk anak-anak dengan alat main yang mereka punya.
Daur ulang
Maka dari itu, proses daur ulang yang tepat perlu dilakukan untuk meminimalisir terjadinya efek buruk dari limbah racun tersebut. Meskipun E-Waste merupakan sampah yang sulit untuk didaur ulang.
Oleh perusahaan pengelola sampah dengan teknologi dan tingkat keamanan yang sesuai, sampah elektronik atau E-Waste akan dipisahkan antara komponen yang masih berguna seperti metal, plastik, kaca, dengan komponen yang mengandung racun.
Racun tidak dapat didaur ulang, dan jika dibiarkan, racun akan menyebar mencemari lingkungan.
Solusinya, racun akan dicampur dan menjadi bahan untuk pembuatan semen. Karena semen itu bersifat padat dan mengikat, racun tersebut tidak bisa menyebar.
Sebagian limbah juga bisa dijadikan alternatif untuk bahan bakar menggantikan batu bara.
Dalam sebuah penelitian, daur ulang e-waste di Indonesia dikatakan unik, yaitu dengan memperpanjang masa pakai dari produk elektronik yang sudah rusak dengan membawanya ke tukang servis.
Namun pada komponen yang aman, sampah elektronik bisa didaur ulang untuk menjadi barang berguna lainnya. Tetapi memperpanjang masa pakai juga akan memperpanjang aliran e-waste dan aliran B3.
Oleh sebab itu, jika Anda tidak memiliki kemampuan untuk mendaur ulang dengan lebih aman, lebih baik untuk mengumpulkan sampah elektronik tersebut pada komunitas-komunitas e-waste. Ada Dewan Lingkungan Hidup yang menyediakan pelayanan, atau langsung kepada jasa perusahaan pengelola limbah sampah terkait.
https://sains.kompas.com/read/2019/09/15/170700823/mekanisme-daur-ulang-sampah-elektronik-yang-perlu-anda-ketahui