KOMPAS.com - Para pelestari lingkungan tengah berupaya melestarikan kekayaan alami tanah dan hutan Papua melalui ekowisata.
Pasalnya, hutan hujan tropis di Indonesia telah menyusut dengan drastis dan seiring berjalannya waktu, tak banyak hutan yang tersisa di Sumatera dan Kalimantan.
Papua juga memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia berada. Ada lebih dari 20.000 spesies tanaman, 602 jenis burung, 125 mamalia dan 223 reptil di Papua.
Untuk melindunginya, para pegiat lingkungan berpendapat bahwa solusinya adalah pemanfaatan ekowisata.
Pasalnya, pemanfaatan jasa lingkungan melalui ekowisata dapat menjadikan hutan tetap lestari, menghentikan pembalakan liar dan perburuan, dan memberi masyarakat Papua manfaat finansial.
Pengelola Isyo Hill-Rhepang Muaif, Alex Waisimom, mengatakan dalam acara Mari Cerita Papua oleh Econusa di Jakarta, Rabu (11/9/2019) bahwa melalui ekowisata, maka masyarakat akan memetik manfaat dari hutan tanpa merusak, sambil memastikan generasi mendatang masih dapat menikmati hutan dan keragaman hayatinya.
Menurut Alex, upaya perlindungan yang hanya berfokus pada melawan penebangan liar belum tentu bisa menjamin pelestarian alam di tanah Papua.
Oleh karena itu, perlu adanya alternatif lain yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat umum, khususnya masyarakat Papua sendiri.
Pengelolaan hutan Papua dengan ekowisata juga dapat memberikan manfaat seperti banyak pengunjung yang datang karena ingin tahu ada apa saja di hutan Papua.
Alex meyakini bahwa bila masyarakat Papua bisa merasakan peningkatan ekonomi dari ekowisata ini, maka mereka akan dengan sendirinya menjaga alam dan hutan.
"Semua orang di Papua bergantung dengan alam, jadi kalau dengan ekowisata ini, meski diubah modern, tapi yang jelas tidak merusak alam," ujar Alex.
Pada saat ini, sudah ada 10 suku yang mendedikasikan lahan seluas 98.000 hektar sebagai hutan lindung dan ekowisata.
Jika berekowisata ke daerah tersebut, pengunjung akan dapat langsung melihat betapa indahnya hutan Papua dengan beragam jenis pohon dan burung-burung, termasuk cendrawasih, yang berkeliaran di alam bebas. Pengunjung juga dapat bisa mendapat pengalaman menginap di alam.
Terdapat enam spesies cendrawasih yang dapat dilihat wisatawan. Selain cendrawasih, masih ada 78 spesies burung lain yang bermukim di hutan.
Ady Kristanto, pengamat burung dan fotografer alam yang hadir dalam acara yang sama, turut berkata bahwa tanah papua memiliki lebih dari 602 jenis burung yang harus dilindungi, dan ekowisata salah satu cara melindungi burung endemik Papua.
Namun keberlangsungan ekowisata mendapat banyak tantangan. Selain alih fungsi lahan, pembangunan infrastruktur juga mengancam hilangnya habitat berbagai satwa endemik. Sebagai contoh adalah pembangunan jalan lingkar luar Waigeo dan perluasan bandara yang mengancam habitat cendrawasih merah (paradisaea rubra).
"Lahan cagar alam yang terkena dampak sekitar 40-50 persen dari pembangunan jalan lingkar luar. (Dengan) perluasan bandara, sekitar 10 persen habitat di dekat desa Saporkren berpotensi hilang," katanya.
Koordinator golongan hutan, Edo Rakhman, turut mengatakan bahwa sebenarnya, kekayaan hutan akan jauh lebih berharga bila dilestarikan dibanding dialihfungsikan.
"Kawasan hutan Indonesia saat ini harus dipertahankan menjadi wilayah penyangga kehidupan manusia ke depan," kata Edo.
Gabungan LSM melalui Golongan Hutan mengajak masyarakat, terutama kaum muda, untuk memiliki kepedulian terhadap hutan.
https://sains.kompas.com/read/2019/09/12/200300723/lewat-ekowisata-hutan-papua-dan-kekayaannya-bisa-terlestarikan