Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 Pemicu Kerancuan Kelamin Seperti Dialami Bocah 3 Tahun Asal Cianjur

Kepada Kompas.com Sultana M H Faradz, profesor di bidang genetika medik dari Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang, Jawa Tengah, mengaku sudah menangani lebih dari seribu anak dengan kerancuan alat kelamin sejak 2004.

Menurut dia, kerancuan alat kelamin ada berbagai jenis dan tipe. Ada yang memang memiliki dua jenis kelamin, ada yang lubang penisnya tertutup, ada yang saluran urin bocor, dan lain sebagainya.

Sultana yang mendedikasikan diri untuk mengobati dan meneliti kerancuan kelamin itu mengatakan, kerancuan kelamin bisa disebabkan oleh 3 faktor.

Penyebab kerancuan kelamin

Berikut Kompas.com telah merangkum 3 penyebab kerancuan kelamin pada anak:

1. Genetik

Sultana menjelaskan, faktor genetik itu bisa dari keturunan atau tidak.

"Bisa keturunan atau hanya terjadi pada anak itu saja, bukan dari orangtuanya," ujar Sultana kepada Kompas.com, Jumat (6/9/2019).

2. Hormonal

"Faktor hormonal juga bisa, ada gangguan hormonal yang tidak terproduksi," kata Sultana.

3. Eksternal

Faktor pemicu ketiga juga bisa diakibatkan oleh paparan dari luar tubuh si ibu selama masa kehamilan.

Faktor eksternal itu bisa karena pestisida atau insektisida.

"Pestisida atau insektisida itu kan menghambat hormon dan bisa mengakibatkan penurunan hormon testosteron mungkin, sehingga kelaki-lakian (anak) menjadi terganggu," jelas Sultana.

Lantas, langkah apa saja yang harus dilakukan untuk penanganan kerancuan kelamin ini?

Penanganan kerancuan kelamin

Sultana mengatakan, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk penanganan kerancuan kelamin seperti dialami AR.

1. Tes kromosom

Hal pertama dan paling awal yang harus dilakukan adalah tes kromosom.

Tes kromosom bertujuan untuk mengetahui jumlah kromosom kromosom XX untuk perempuan, atau mempunyai kromosom XY untuk laki-laki.

Normalnya, sel dalam tubuh manusia memiliki 23 pasang kromosom atau 46 buah.

Namun, ada juga kasus kelainan jumlah kromosom.

"Misalnya 47 XXY atau juga disebut sindrom klinefelter (KS). 47 XXY juga bisa dengan hipospadia (saluran kencing pada alat kelamin laki-laki bocor di tengah). Atau bisa juga kelainan kromosom yang lain, ada banyak sekali jenisnya," kata Sultana memberi contoh.

"Sehingga pertama yang dilakukan di garis depan adalah kromosom. Sayangnya, pemeriksaan kromosom hanya di kota-kota besar dan hanya di pulau Jawa, sehingga kadang dokter tidak bisa melakukan pemeriksaan (kromosom) ini, kemudian dibiarkan tanpa tahu kejelasan jenis kelaminnya," jelas Sultana.

2. Pemeriksaan hormon

Hal kedua yang dilakukan setelah pemeriksaan kromosom adalah uji hormon.

Uji hormon bertujuan untuk mencari tahu apakah anak memiliki testosteron atau tidak, kemudian juga hormon-hormon lain.

"Ada beberapa hormon yang harus diperiksa untuk mengetahui apakah fungsi dari gonad (bisa testis, bisa ovarium) bagus atau tidak, sehingga ada produksi hormon tidak. Kemudian bagian otak yang memerintah memproduksi hormon apakah berfungsi atau tidak, kalau itu tidak berfungsi ya sama saja tidak bisa memproduksi hormon," jelas Sultana.

3. Pemeriksaan gen

Ketiga, jika ada dana dan fasilitas, hal yang perlu dilakukan adalah menjalani pemeriksaan gen.

Bila seseorang memiliki gen laki-laki, maka dia memiliki gen bernama SRY. Gen ini yang bertanggung jawab untuk inisiasi penentuan jenis kelamin laki-laki pada manusia

"Kemudian banyak gen-gen lain untuk melihat ada mutasi atau tidak. Kalau ada mutasi ada kelainan gen," kata Sultana.

"Nah, kelainan gen inilah yang perlu dipertimbangkan kemungkinan menurun atau tidak," imbuh dia.

Jika memang ada faktor keturunan, maka saudara kandung pasien perlu juga dilakukan pemeriksaan.

Selain itu Sultana mengatakan, orangtua juga perlu diberi konseling genetika. Salah satunya untuk memberi peringatan pada orangtua bahwa jika nanti hamil lagi, ada kemungkinan risiko untuk mendapat anak dengan kerancuan kelamin lagi.

"Atau kita lakukan menejemen. Misalnya dari awal ingin hamil, kita lakukan monitoring. Ini contohnya pada penderita yang disebut dengan Congenital adrenal hyperplasia (CAH)," ungkap dia.

CAH merupakan penyakit keturunan yang membuat penampilan fisik seorang wanita tampak lebih maskulin (ambigous genitalia).

Sultana menjelaskan, penderita CAH merupakan perempuan yang memiliki alat kelamin perempuan, tapi klitorisnya membesar seperti penis. Penderita CAH juga kerap dibuat bingung dengan kejelasan kelaminnya.

"Meski menurun, tapi CAH bisa diobati," ungkap Sultana.

Sultana pun menambahkan, diagnosis lebih awal lebih baik karena klitoris belum tumbuh terlalu besar seperti penis.

Jika masih belum terlalu besar, klitoris pasien CAH masih mungkin untuk dikecilkan sehingga membuat pasien tetap tumbuh menjadi perempuan normal bahkan bisa sampai hamil dan memiliki anak normal.

4. Menejemen

Menejemen penanganan tergantung dari kasus kerancuan kelamin.

Bila perempuan memiliki klitoris besar, berarti klitoris tersebut dikecilkan dan diobati agar tidak membesar lagi.

Namun bila seperti yang dialami AR, memiliki hipospadia atau kebocoran pada saluran kencing, maka kebocoran itu yang perlu dijahit agar anak bisa buang air kecil dengan ujung penis.

"Karena kalau dia enggak bisa pipis dengan ujung penis, penis lama kelamaan akan melengkung ke dalam, tidak bisa lurus. Jika hal ini sampai dewasa, ketika ereksi akan sakit jika penis melengkung. Kemudian bila sudah menikah, dia mungkin akan sulit melakukan hubungan seksual karena melengkung," jelas Sultana.

"Jadi kasus kerancuan kelamin ada banyak sekali," tutup Sultana.

https://sains.kompas.com/read/2019/09/08/112148123/3-pemicu-kerancuan-kelamin-seperti-dialami-bocah-3-tahun-asal-cianjur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke