Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Viral Ular Berkepala Dua di Bali, Peneliti Reptil LIPI Sebut Itu Wajar

Dalam rekaman sebuah video, tampak ular cokelat berkepala dua itu berukuran sangat kecil, sekitar 40 sentimeter jika dibentangkan.

"Saya menemukan ular ini saat saya pulang kerja. Ketika saya memarkir sepeda motor, di sebelah saya ada ular. Saya melihat lebih dekat dan ternyata ular ini memiliki dua kepala. Sangat mengejutkan," ungkap Gusti Bagus Eka Budaya, seperti dilansir AFP, Kamis (5/9/2019).

Ahli herpetologi (reptil dan amfibi) dari LIPI, Amir Hamidy mengatakan, ular berkepala dua ini merupakan ular pucuk (Ahaetulla prasina juvenile).

"Jenis ular pucuk atau Ahaetulla prasina. Ular ini tidak berbisa," ungkap Amir kepada Kompas.com, Jumat (6/9/2019).

Dinamai ular pucuk karena bentuk tubuhnya menyerupai pucuk-pucuk tanaman yang panjang dan berwarna hijau cerah.

Ulur pucuk anakan memiliki warna kecokelatan seperti dalam foto, sementara jika sudah dewasa warna kulitnya berubah menjadi kehijauan.

Ular pucuk umum di Indonesia, kecuali di wilayah Maluku dan Papua.

Mereka banyak dijumpai di sekitar rumah, pekarangan, pinggir hutan, semak belukar, dan pepohonan. Panganan ular pucuk antara lain cicak, kadal, bunglon, hingga burung kecil.

Pemicu ular berkepala dua

Amir menerangkan, hewan dengan dua kepala sebenarnya sesuatu yang wajar dan sangat mungkin terjadi di dunia hewan. Kondisi ini bisa dialami semua jenis hewan, tak terkecuali ular.

"Ini (ular berkepala dua) sama seperti manusia kembar siam. Ini karena saat pembelahan sel atau ketika embrio berkembang tidak sempurna," jelas Amir.

Lebih banyak kejadian di penangkaran

Diberitakan AFP, para ahli mengatakan kejadian ular berkepala dua sangat jarang ditemukan di alam liar. Biasanya mereka sengaja dikembangbiakkan di penangkaran.

Hal ini pun tidak dipungkiri Amir.

Amir menjelaskan, ini karena hewan di penangkaran lebih terkontrol dan termonitor oleh manusia. Sehingga ketika ada kejadian apapun terkait hewan di penangkaran, tak hanya ular, akan lebih mungkin terpantau dan tercatat.

Selain itu, hewan-hewan di penangkaran jumlahnya sangat terbatas. Ada kemungkinan, sepasang hewan dari keturunan yang sama akan kawin karena keterbatasan individu dalam penangkaran tadi.

"Karena terbatas, variasi genetik yang dihasilkan di anakan itu rendah. Karena variasi genetik rendah, biasanya kalau kawin terus akan menghasilkan kecacatan seperti itu. Sama dengan manusia kalau kawin incest secara genetik kan tidak baik, ada penyakit muncul, kelainan-kelaian, dan kecacatan," jelas Amir.

Amir juga menambahkan, makhluk hidup dengan kelainan seperti ular berkepala dua sulit untuk bertahan hidup di alam liar.

"Inilah kenapa individu (berkepala dua) yang di alam liar lebih sedikit teramati karena sulit untuk survive," jelas Amir.

Amir berkata, makhluk hidup apapun yang memiliki kelainan akan sulit bertahan hidup tanpa intervensi manusia.

"Jadi wajar kalau disebut lebih banyak ular berkepala dua di kandang, karena yang teramati di kandang. Kalau di alam, belum teramati biasanya sudah mati," tutup dia.

https://sains.kompas.com/read/2019/09/06/163200623/viral-ular-berkepala-dua-di-bali-peneliti-reptil-lipi-sebut-itu-wajar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke