KOMPAS.com - Tragedi Asisten Rumah Tangga (ART) yang tewas diterkam anjing milik presenter televisi Bima Aryo, menjadi pembelajaran bahwa hewan peliharaan seperti anjing dan kucing juga bisa berbahaya.
Sebab jarang disadari ketika hewan tersebut menerkam, ada berapa banyak bakteri atau kuman yang akan menempel pada luka bekas gigitan tersebut. Hal yang dianggap sepele seperti itu bisa jadi berujung tragis.
Dilansir dari Gizmodo.com, para dokter menemukan indikasi bakteri dan virus tersembunyi dari kucing yang mungkin menyebabkan skizofrenia.
Selama ini penyebab pasti skizofrenia atau gangguan berpikir, merasakan dan berperilaku ini tidak diketahui. Namun studi terbaru menunjukkan skizofrenia memiliki kemungkinan disebabkan oleh bakteri dari kucing.
Pada awalnya, para dokter menemukan ide bahwa bakteri dan virus tersembunyi di dalam tubuh dapat mempengaruhi kesehatan mental manusia. Bahkan dalam jangka panjang mungkin dapat berkontribusi pada penyakit seperti demensia dan Alzheimer.
Tetapi dari penelitian terbaru menunjukkan bahwa ada kuman tertentu yang dapat menyebabkan masalah kesehatan mental yang jauh lebih cepat dan menakutkan.
Diterbitkan dalam Journal of Central Nervous System Disease, studi kasus tersebut meneliti seorang anak laki-laki berusia 14 tahun yang tiba-tiba kehilangan daya untuk mencengkram. Ia juga mengalami mimpi buruk selama 18 bulan yang ia dan keluarganya rasakan.
Sebelum akhirnya dokter menemukan sesuatu yang masih misterius mengenai penyebab penyakit yang diderita anak tersebut.
Menurut laporan kasus, anak itu merupakan siswa yang berbakat dan aktif secara sosial sebelum adanya gejala tersebut.
Tetapi pada Oktober 2015, ia menjadi psikotik, depresi dan bahkan ingin bunuh diri. Dan pada bulan yang sama, anak itu dirawat untuk perawatan psikiatrik darurat di rumah sakit setempat.
Meskipun menemui beberapa dokter dan psikiater, anak itu terus mengalami penurunan mental dan dirawat di rumah sakit, tiga kali selama satu tahun setengah berikutnya.
Dia tidak bisa lagi bersekolah, hingga orang tuanya berhenti dari pekerjaannya untuk merawat putranya penuh waktu.
Anak tersebut menderita halusinasi dan delusi yang membuatnya marah besar. Dia juga sering mengungkapkan rasa takut terhadap hewan peliharaannya, yaitu dua kucing dan seekor anjing. Dalam halusinasi anak tersebut hewan itu akan membunuhnya, sehingga keluarganya menjauhkan hewan peliharaan tersebut.
"Jujur, sebagai dokter hewan, itu adalah salah satu bagian yang paling menyedihkan untuk didengar," pemimpin penulis Ed Breitschwerdt, seorang dokter hewan internis di North Carolina State University, mengatakan kepada Gizmodo.
Meskipun anak itu segera didiagnosis menderita Skizofrenia, obat antipsikotik yang dikonsumsinya tidak banyak membantu.
Pada tahun 2016, seorang dokter curiga anak tersebut mungkin menderita autoimun ensefalitis, suatu kondisi di mana sel-sel kekebalan tubuh menyerang otak.
Tetapi imunosupresan yang diberikan kepada anak itu juga gagal meningkatkan situasi untuk lebih baik. Pada tahun yang sama, orang tuanya melihat luka pada kulit yang tampak di sepanjang paha dan ketiak anak tersebut yang tampak seperti stretch mark.
Tidak sampai tujuh bulan kemudian, pada Februari 2017, dokter lain mencurigai luka pada kulit anak itu dan gejala mentalnya disebabkan oleh hal yang sama yaitu infeksi oleh sejenis bakteri yang disebut Bartonella.
Meskipun didiagnosis, masih belum jelas apakah pengobatan antibiotik itu berhasil. Ayah dari anak itu akhirnya menghubungi Breitschwerdt dan rekan-rekannya di North Carolina State University.
Tim itu mampu mengisolasi spesies bakteri tertentu, Bartonella henselae, dalam aliran darah anak tersebut dan segera diberikan lebih banyak antibiotik.
Menurut Breitschwerdt, bakteri yang ditemukannya timnya tersebut adalah genus bakteri yang sangat penting yang secara historis kurang dikenal, namun berpotensi menyebabkan sejumlah besar penyakit tidak terdiagnosis di seluruh dunia.
Pemulihan terhadap anak laki-laki itu tidak mudah, karena ia mengalami berbulan-bulan terapi antibiotik dan komplikasi yang membuatnya merasa sakit yang luar biasa.
Tetapi pada September 2017, atau dua tahun setelah gejala-gejala dimulai, akhirnya anak laki-laki itu dinyatakan sehat dan kembali bersekolah.
Breitschwerdt merupakan salah satu dari sedikit ilmuwan yang mempelajari Bartonella dengan cermat.
Breitschwerdt mengatakan bahwa kasus anak itu seharusnya menjadi peringatan penting bahwa bakteri tersebut lebih berbahaya daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Bartonella berbentuk batang yang aneh bahkan di antara bakteri lainnya. Mereka biasanya membelah diri dan berkembang di pembuluh darah, di mana mereka mengambil bagian dari virus, dan menyerang sel lain untuk bereproduksi.
Bakteri ini juga memiliki kemampuan luar biasa yaitu bersembunyi di sel, itulah yang mungkin juga menghambat dokter untuk mendeteksi dan mengobati anak laki-laki itu.
Seiring waktu, para ilmuwan seperti Breitschwerdt telah menemukan setidaknya 30 spesies Bartonella yang berbeda, termasuk lebih dari selusin yang dapat menginfeksi manusia.
Spesies yang paling terkenal, dan yang ditemukan pada anak laki-laki, adalah Bartonella henselae.
Spesies Bartonella ditemukan pada hewan hampir di berbagai wilayahdunia. Namun, Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universita Nusa Cendana Kupang, drh Yeremia Yobelanno Sitompul MSc menjelaskan, pada hewan kucing sendiri.
Mekanisme bakteri Bartonela henselae ini pada kucing, secara tepatnya didapatkan oleh feses dari kutu kucing yang sering berada di kaki hingga pada cakar kucing tersebut.
Ketika, manusia mendapat goresan dari cakaran kucing, karena kuku cakar kucing yang tajam, bisa saja merobek atau membuat luka pembuluh darah, nah pada kondisi tersebut, bakteri Bartonella henselae ini sangat memungkin untuk masuk ke pembuluh darah manusia dan berkembang di dalamnya, hingga menganggu organ dan saraf vital dalam tubuh.
Tetapi, pada manusia bakteri ini sering dijadikan penyebab atas penyakit yang ringan karena goresan cakar kucing, dengan gejala demam, pembengkakan, kelenjar getah bening dan kelelahan yang biasanya hilang dalam waktu satu bulan, bahkan tanpa antibiotik.
"Kalau bakteri (Bartonella henselea) ini masuk dan berkembang di pembuluh darah, dan mengalir ke organ-organ vital lainnya, inilah yang berbahaya bahkan bisa fatal sebenarnya," kata Yeremia.
Hal ini sama dengan Breitschwerdt yang mengatakan bahwa ada bukti yang muncul dan menunjukkan bahwa bakteri Bartonel henselae dan spesies Bartonella lainnya kadang-kadang dapat menyebabkan masalah yang jauh lebih serius pada manusia, termasuk kerusakan sistem saraf.
Serta, dalam penelitian lainnya mengaitkan infeksi jantung serius dan gangguan mata dengan Bartonella, serta kelelahan kronis.
"Publikasi kami dan penelitian yang sedang dilakukan di beberapa laboratorium, mulai menekankan bahwa bakteri ini adalah genus bakteri yang sangat penting yang secara historis kurang dikenal, namun juga berpotensi menyebabkan sejumlah besar penyakit yang tidak terdiagnosis di seluruh dunia," kata Breitschwerdt.
Meski diakui Breitschwerdt bahwa memang masih sedkit sekali penelitian tentang argumen tersebut yang belum menjawab beragam pertanyaan lainnya.
Tetapi pada kasus anak laki-laki tersebut, Breitschwerdt melakukan list kontak langsung yang dilakukan anak laki-laki itu, termasuk dari hewan peliharaannya atau dari kunjungan sebelumnya ke sebuah peternakan.
"Tetapi kami tidak tahu seberapa sering atau bahkan seberapa tepatnya hal itu (Bartonella henselea) dapat menyebabkan gejala seperti skizofrenia ini," kata Breitschwert.
https://sains.kompas.com/read/2019/09/05/180200723/kasus-anjing-bima-aryo-gigit-art-ternyata-gigitan-kucing-juga-bahaya