Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

It: Chapter 2 Rilis di Indonesia, Kenapa Badut Bikin Seram?

KOMPAS.com - Setelah lama ditunggu-tunggu, film It: Chapter Two akhirnya tayang di bioskop-bioskop Indonesia. Sekuel ini melanjutkan teror badut keji Pennywise di kota kecil Derry dan imajinasi para penonton.

Sebetulnya, ketakutan akan badut sudah ada bahkan sebelum novel It karya Stephen King dirilis. Ketakutan akan badut ini disebut dengan coulrophobia.

Dilansir dari Insider, 4 Agustus 2018, ketakutan akan badut mungkin dikarenakan oleh gerak-geriknya yang aneh dan menakutkan.

Psikolog sosial Frank T McAndrew pernah melakukan survei terhadap 1.341 partisipan berusia 18-77 tahun mengenai karakteristik atau perilaku yang mereka anggap aneh dan menakutkan.

Rupanya, pria lebih mungkin untuk dianggap aneh dan menakutkan. Lalu, perilaku yang tidak bisa diduga juga membuat para partisipan merasa tidak nyaman.

Badut sering melakukan tindakan-tindakan yang tidak biasa dan dibuat-buat. Rasa aneh dan menakutkan ketika melihat badut ini kemudian diperkuat oleh karakteristik mulut yang dirias agar tampak lebih besar dan mata yang seakan melotot.

Tata rias badut yang begitu berlebihan juga memberi sinyal bahwa mereka sedang menutupi identitas diri, dan hal ini membuat sebagian besar orang merasa tidak nyaman, ujar psikolog Rami Nader.

"Mereka punya ekspresi yang besar dan palsu, yang Anda tahu tidak benar-benar menunjukkan bagaimana perasaan badut tersebut sebenarnya karena tidak ada orang bisa selalu bahagia, tetapi badut tersebut selalu punya wajah yang tersenyum," kata Nader.

"Intinya, Anda sadar bahwa (badut) berbohong kepada Anda secara presentasi," imbuhnya lagi.

Selain penampakan dan gerak-gerik badut itu sendiri, rasa takut mungkin muncul dari interaksi kita dengan badut.

Pakar neurosains Gaines Lewis pernah menulis di Psychology Today, bahwa badut membatasi perasaan kita.

Dia menulis, badut memaksa kita untuk tertawa. (Tapi) kita mungkin tidak mau tertawa, sehingga situasinya menjadi, setidaknya, canggung, dan paling buruknya bila dikombinasikan dengan warna-warna yang tidak biasa menjadi menakutkan.

Coulrophobia

Namun, tentu saja ada perbedaan antara rasa tidak nyaman terhadap badut dengan rasa takut terhadap badut yang sebenarnya atau coulrophobia.

Psikolog Perpetua Neo berkata bahwa seseorang yang memiliki fobia belum tentu pernah mengalami trauma terhadap objek fobianya saat masih kecil. Menurut dia, fobia terbentuk dari kaitan antara stimulus, situasi dan respons rasa takut di kepala.

Soal ketakutan terhadap badut, misalnya, Neo berkata bahwa mungkin kemunculan badut dibarengi dengan suara kencang atau situasi lainnya yang mengejutkan. Ini kemudian memicu bagian amydala di otak yang bertanggung jawab untuk rasa takut.

Neo mengatakan, amygdala adalah bagian yang sangat primitif di otak, ia hanya tertarik untuk membuat Anda selamat. Jadi ketika ada sesuatu yang menakuti Anda, ia akan menyala dan membunyikan alarm 'bahaya, bahaya, bahaya' yang kemudian mengaktifkan sistem berperang, lari atau berhenti.

Buruknya, kita juga punya bias harapan di mana kita sudah berimajinasi dulu sebelum melakukan atau mengalami sesuatu. Alhasil, bila Anda punya coulrophobia dan diundang untuk menonton sirkus, hal pertama yang Anda bayangkan hanyalah berbagai bencana yang mungkin terjadi bila melihat badut.

Neo mengakui bahwa beberapa jenis fobia mungkin terdengar konyol, tetapi bagi orang yang memang memilikinya, objek fobia mereka telihat sangat nyata dan mengerikan. Seseorang yang fobia bisa mengalami serangan panik, kesulitan bernapas, detak jantung tidak reguler, berkeringat dan mual ketika bertemu dengan objek fobianya.

Jadi, jangan pernah memaksa teman yang mengakut punya fobia terhadap badut untuk menonton It: Chapter Two.

https://sains.kompas.com/read/2019/09/04/183600523/it--chapter-2-rilis-di-indonesia-kenapa-badut-bikin-seram-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke