Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Maria Clara Yubilea, Ketahuan Gifted Gara-gara Ujian Kejar Paket B (Bagian II)

"Mau belajar di rumah sama mami papi aja," kata Patricia mengenang perkataan putrinya sekitar 7-8 tahun lalu.

Gadis yang akrab disapa Lala itu memang sudah meminta untuk homeschool sejak kelas 2 SD.

Permintaan ini tentu saja tak pernah diduga oleh Boy dan Patricia, kedua orangtua Lala. Pasalnya, keduanya saat itu masih beranggapan jika pendidikan formal itu di sekolah.

Sekuat tenaga Boy dan Patricia meyakinkan Lala untuk mau bertahan sampai Ujian Nasional SD.

Patricia ingat betul, putrinya pernah protes tentang sekolah tepat beberapa bulan sebelum Ujian Nasional.

"Kelas 6 (SD) kan biasa ada try out sebelum ujian, ngerjain soal terus. Saya ingat protesnya, 'dari dulu di sekolah yang dipelajari 10 pelajaran, ini kelas 6 kita cuma disuruh belajar tiga mata pelajaran? Terus ngapain selama ini belajar yang lain, buang-buang waktu aja'," kenang Patricia mengikuti perkataan putrinya lagi.

Saat itu Patricia paham, anaknya marah dan kecewa. Namun setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Lala mau mengikuti sekolah.

"Tapi, menjelang dua bulan (sebelum Ujian Nasional), dia benar-benar mogok, enggak mau sekolah," kenang Patricia.

Homeschool

Patricia bersama suami akhirnya membuat "perjanjian" dengan Lala, bahwa Lala akan menjalani dua bulan terakhir di SD baru setelah lulus mereka akan mendiskusikan lagi ke depannya akan berbuat apa.

Beruntung, Lala kecil menuruti permintaan orangtuanya.

Nah, selama dua bulan itu pula, Patricia dan Boy berinisiatif untuk mengajak putri mereka berkeliling mencari SMP di Yogyakarta.

Dari SMP yang paling dekat hingga paling jauh, dari yang biaya sekolahnya terjangkau sampai mahal. Sayang, semua ditolak Lala. Dia kukuh menginginkan sekolah di rumah selepas lulus SD.

"Enggak mau sekolah. Mau SMP di rumah aja sama mami papi," kata Patricia mengenang perkataan putrinya sekitar 7-8 tahun lalu.

Diskusi cukup alot pun berlangsung untuk memutuskan apakah Lala akan homeschool atau tidak.

Pergulatan besar terutama dirasakan oleh Boy, di mana dia masih menjadi dosen aktif di salah satu Universitas Yogyakarta.

"Dalam hati saya, ini anak dosen kok homeschooling, enggak mungkin. Selalu ada pertentangan di batin saya. Dan karena saya basic-nya pendidikan, saya tetap arahkan ke ijazah. Jadi Lala ikut homeschooling, tapi ikut kejar paket untuk dapat ijazah," ungkap Boy.

Setelah 1,5 tahun homeschooling, Lala meminta kepada orangtuanya untuk ikut ujian Kejar Paket B (setara SMP) agar bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Di usia 13 tahun, Lala merasa pelajaran SMP sudah dikuasi semua. Dia menginginkan tantangan baru lagi.

Karena Lala baru mengikuti homeschool selama 1,5 tahun, ada syarat yang harus dillewati agar bisa ikut Kejar Paket B. Lala harus melakukan tes IQ dan skornya harus di atas 130 dalam skala wechsler.

"Saat dites IQ pertama, hasilnya 131, hanya lewat sedikit dari standar. Itulah yang membuat Lala bisa ikut ujian Kejar Paket B (setara SMP)," ujar Patricia.

Satu setengah tahun setelah itu, Lala kembali melakukan tes IQ untuk mengikuti ujian Kejar Paket C (Setara SMA). Dia mendapat skor tes IQ antara 134 sampai 135.

Secara teori wajar ada perbedaan 3-5 skor IQ, karena adanya faktor bias.

Sejak tes IQ pertama itulah, Patricia bertanya-tanya, ada apa dengan IQ di atas 130 dalam skala wechsler, kenapa hal ini menjadi syarat untuk bisa mengikuti ujian lebih cepat.

Patricia mulai mencari-cari informasi tentang IQ di atas 130 itu. Akhirnya Patricia menemukan, bahwa anak dengan IQ di atas 130 dalam skala wechsler merupakan anak-anak gifted.

"Jadi awal kita tahu Lala gifted itu karena mau ujian itu di umur 13 tahun, jadi sudah sangat terlambat," jelas Patricia.

Sejak saat itulah Patricia mulai menempa diri lagi untuk mempelajari gifted lewat mailing list, kemudian membentuk grup Facebook, hingga akhirnya membuat komunitas Parents Support Group for Gifted Children (PSGGC) Yogyakarta.

"(PSGGC) awalnya dibentuk agar kita para orangtua bisa bergandengan tangan dan saling curhat, minimal. Bahwa ternyata aku enggak sendirian," ujar Patricia.

Sembari para orangtua dengan anak gifted saling berbagi, Patricia bercerita, Lala masih tetap aktif dengan segudang kesibukannya.

Mulai dari belajar bahasa Perancis, bahasa Jerman, badminton, renang, ikut sanggar tari Bali, sanggar tari Jawa.

"Kita ikuti dia mau apa. Pokoknya target, dia harus punya ijazah. Cara belajar gimana, kita enggak ngurus karena dia punya pola belajar sendiri sejauh dia bertanggung jawab untuk menyelesaikan ini (belajar)," tutup Patricia.

Bersambung ke bagian III... (Untuk membaca bagian I silakan klik link berikut.)

https://sains.kompas.com/read/2019/09/04/161538723/kisah-maria-clara-yubilea-ketahuan-gifted-gara-gara-ujian-kejar-paket-b-bagian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke