Oleh Caroline Wood
ADAKAH barang yang menyimbolkan budaya kita yang serba praktis dan sekali pakai selain dari segelas kopi?
Pada bulan Maret 2016, koki selebriti Hugh Fearnley-Whittingstall mencemooh budaya sekali pakai tersebut dalam kampanye “Perang Melawan Sampah” sambil berkeliling London dengan bis yang ditutupi 10.000 gelas kopi sekali pakai : jumlah yang dikonsumsi oleh Inggris setiap dua menit.
Berkat lapisan plastik tipis yang membuatnya tahan air, sebagian besar pabrik daur ulang kertas tidak dapat memproses gelas-gelas tersebut dengan efisien.
Sebagian besar cangkir tersebut akhirnya dibakar atau dikirim ke tempat pembuangan sampah.
Lebih buruk lagi, gelas-gelas tersebut malah terbuat dari serat pohon alami bukannya dari kertas daur ulang demi memenuhi persyaratan kebersihan dan keamanan makanan.
Meskipun kampanye Fearnley-Whittingstall menggugah emosi orang, tapi kampanye tersebut tidak menghentikan kebiasaan minum kopi di Inggris dan terlihat dari prediksi peningkatan kedai kopi dari 20.000 menjadi 30.000 pada tahun 2025
Hal ini tidak selalu buruk karena industri kopi menyediakan lapangan pekerjaan, mempertahankan keberadaan jalan-jalan utama di kota-kota di Inggris, serta menopang petani kopi di negara-negara berkembang. Namun, apabila kedai kota terus menerus bertambah, bagaimana cara mengatasi tumpukan sampah yang mereka hasilkan?
Berdasarkan tahapan pengelolaan sampah, maka langkah pencegahan menjadi prioritas.
Pemakaian gelas yang bisa digunakan kembali meningkat dan kedai kopi banyak yang menawarkan diskon apabila mereka membawa gelas sendiri (harganya jauh lebih mahal daripada gelas kopi sekali pakai).
Meski demikian, gelas yang dapat digunakan kembali masih kurang dari 5% dari penjualan.
Salah satu penyebabnya adalah banyak orang yang sibuk merasa membawa gelas sendiri kemana-mana dan mencucinya berulang kali kurang nyaman.
Terlebih lagi, gelas tersebut harus dipakai ulang antara 20 dan 100 kali penggunaan untuk menutup emisi gas rumah kaca ketimbang gelas yang sekali pakai.
Hal ini karena energi dan material yang dibutuhkan untuk membuat produk tersebut tahan lama. Ditambah lagi, kebutuhan air panas untuk mencuci gelas-gelas tersebut.
Gelas kopi yang dapat terurai bisa menjadi alternatif yang menarik karena secara teori mereka tidak meninggalkan residu atau sampah yang berbahaya.
Namun, mereka terurai saat berada di fasilitas pengomposan industri yang diproses bersama dengan limbah makanan. Selain itu, dalam prosesnya, mereka butuh terpisah dari material yang tidak bisa terurai.
Dengan sedikit perencanaan, gelas-gelas yang dapat terurai tersebut dapat digunakan, seperti yang diperlihatkan dalam Olimpiade London 2012, tapi saat ini Inggris belum mengatur tentang kemasan yang bisa terurai.
Untuk saat ini, gelas-gelas terurai hanya tersedia di lingkungan tertentu, seperti kantin atau tempat wisata yang hanya menggunakan tipe gelas seperti itu.
Nampaknya, gelas kertas sekali pakai masih akan digunakan untuk waktu yang lama.
Hal tersebut tidak terlalu buruk, bahkan sebelum Fearnley-Whittingstall mengangkat isu tersebut, karena semua pihak yang berkepentingan dengan keberadaan gelas kopi – mulai dari manufaktur gelas kertas hingga ke pemrosesan sampah –, telah membentuk Grup Pemulihan dan Daur Ulang Kertas (PCRRG).
Mereka menyadari bahwa serat kertas dari pohon yang digunakan dalam setiap cangkir dapat menjadi sumber daya yang berharga, seandainya lapisan plastik bisa dihilangkan.
Teknologi sudah ada, awalnya dikembangkan untuk mendaur ulang karton cair dengan bungkus Tetra Pak.
Pada dasarnya, karton (atau gelas) dicampur dengan air dan diaduk dalam mesin cuci raksasa selama 20 menit, yang memungkinkan lapisan plastik dipisahkan.
Serat kertas tersebut lalu digunakan lagi, sedangkan lapisan plastik didaur ulang untuk kebutuhan furnitur taman atau bahan bangunan.
Saat ini, baru tiga pabrik menerima gelas kopi tersebut di Inggris : jika digabungkan, pabrik-pabrik tersebut memiliki kapasitas untuk mendaur ulang lebih dari 4,5 miliar gelas setiap tahun. Angka ini jauh di atas perkiraan 2,5 miliar yang dikonsumsi Inggris setiap tahun (dan itu tanpa mengganti karton jus dan penggunaan lainnya.
Tetapi bahkan jika kapasitas tersedia, infrastruktur dan ekonomi dari pengumpulan gelas-gelas tersebut juga harus bekerja.
Dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan, sebagian besar rantai utama menerima gelas bekas untuk didaur ulang, bahkan jika dibeli di tempat lain.
Ditambah lagi, Costa Coffee bahkan membayar subsidi £70 (Rp 1,2 juta) kepada para pengumpul sampah untuk setiap ton cangkir kopi yang didaur ulang. Hal ini meningkatkan nilai cangkir itu sebesar 150% dan memberikan insentif ekonomi untuk mengalihkan gelas-gelas tersebut dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Pasar terbaru juga meningkatkan permintaan untuk gelas kopi daur ulang, misalnya Selfridges yang kini juga “upcycling” gelas kopi sebagai bahan kantong kuningnya yang khas.
Pendekatan ini telah membuat kemajuan besar, dengan jumlah cangkir kopi yang didaur ulang melonjak dari satu dalam 400 pada 2016 menjadi satu dalam 25 pada 2018.
Bahkan mendaur ulang pun tidak selamanya sempurna, karena proses ini menghabiskan banyak energi, menghasilkan emisi gas rumah kaca melalui pengangkutan gelas ke fasilitas yang tepat. Proses ini bisa tidak efisien karena adanya kontaminasi dari pembuangan yang salah.
Setelah Anda memperhitungkan semua beban lingkungan yang timbul di seluruh produksi, penggunaan dan pembuangan gelas kopi, pilihan yang lebih baik di beberapa daerah adalah membawa gelas sekali pakai ke pabrik energi-untuk-limbah daripada mengangkut untuk didaur ulang dalam jarak jauh.
Pencarian untuk solusi yang lebih berkelanjutan belum usai. Misalnya, perusahaan bernama Cupffee telah meluncurkan gelas kopi terbuat dari biskuit wafer yang dapat dimakan.
Tetapi perlu diingat bahwa gelas kopi hanya 0,7% dari keseluruhan limbah kemasan di Inggris.
Diperkirakan bahwa wadah kopi sekali pakai untuk bisa dibawa pulang menghasilkan kurang dari 5% dari total jejak karbon (pertimbangkan juga: minyak yang digunakan dalam pupuk di perkebunan, bahan bakar jet yang digunakan untuk mengangkut biji kopi, energi yang digunakan untuk memanaskan kopi, dan sebagainya).
Ada risiko bahwa keunggulan mereka bisa mengambil fokus dari masalah yang lebih besar.
Sementara itu, mengapa tidak memutuskan untuk menikmati kopi dengan cangkir porselen? Dan, jika Anda menemukan cangkir kopi yang tertinggal, Anda dapat melakukan perbuatan baik hari itu dengan membawanya ke tempat pengumpulan terdekat.
Caroline Wood
PhD researcher in Plant Biology / Food Security, University of Sheffield
Artikel ini ditayangkan atas kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia. Tulisan di atas diambilkan dari artikel berjudul "Pikir lagi, cangkir kopi yang dapat digunakan lagi belum tentu lebih baik dari yang sekali pakai".
https://sains.kompas.com/read/2019/09/03/193400423/bawa-tumbler-sendiri-belum-tentu-lebih-baik-dari-yang-sekali-pakai