Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Daun Kratom, Benarkah Bikin Kecanduan dan Bisa Mematikan?

KOMPAS.com - Badan Narkotika Nasional (BNN) berencana menaikkan tanaman kratom menjadi obat-obatan terlarang Golongan I karena dianggap memiliki efek psikotropika yang sangat berbahaya. 

Menanggapi hal ini, peneliti dan pakar adiksi di Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience Jakarta, dr Hari Nugroho MsC, yang dihubungi Kompas.com, Senin (2/9/2019) mengakui bahwa daun kratom mengandung senyawa yang dapat memiliki efek psikotropik (mengubah pikiran). Namun, efek ini tidak terlalu signifikan.

Dua senyawa dalam daun kratom, mitragynine dan 7-α-hydroxymitragynine, berinteraksi dengan reseptor opioid di otak, menghasilkan sedasi, kesenangan, dan mengurangi rasa sakit, terutama ketika pengguna mengonsumsi sejumlah besar tanaman.

Mitragynine juga berinteraksi dengan sistem reseptor lain di otak untuk menghasilkan efek stimulan.

Ketika kratom dikonsumsi dalam jumlah kecil, pengguna melaporkan peningkatan energi, kemampuan bersosialisasi, dan kewaspadaan alih-alih sedasi.

"Kalau dalam takaran rendah, efeknya (kratom) ini punya yang namanya psikoaktif dan itu berpengaruh ke susunan saraf atau stimulan saraf. Makanya kalau minum tehnya itu bisa bikin tenang atau relaks otot," kata Hari.

Dalam jumlah besar tapi masih batas wajar pun, Hari berkata bahwa kratom bisa berfungsi sebagai obat-obatan opioid atau untuk menghilangkan rasa sakit, penghilang nyeri, rileks dan gampang tidur.

Namun, kratom juga dapat menyebabkan efek samping yang tidak nyaman dan terkadang berbahaya.

Efek kesehatan yang sering dilaporkan dari penggunaan kratom meliputi, mual, gatal, berkeringat, mulut kering, sembelit, peningkatan buang air kecil, kehilangan selera makan, serta halusinasi.

Lalu seperti obat opioid jenis lainnya, kratom juga dapat menyebabkan ketergantungan, yang berarti pengguna akan merasakan gejala penarikan fisik ketika mereka berhenti minum obat.

Gejala penarikan ini meliputi nyeri otot, insomnia, sifat lekas marah, permusuhan, agresi, perubahan emosional, hidung beringus dan gerakan tersentak-sentak.

Tidak ada perawatan medis khusus untuk kecanduan kratom. Beberapa orang yang mencari pengobatan menemukan bahwa terapi perilaku sangat membantu.

Akan tetapi, patut dicatat bahwa para ilmuwan masih membutuhkan lebih banyak penelitian untuk menentukan seberapa efektif pilihan perawatan ini.

Data pengaruh efek kratom

Hari menyebut bahwa efek dari psikoatif yang ada di dalam kratom tidak terlalu signifikan. Kratom baru berbahaya dan bisa menyebabkan kematian, jika dicampur dengan obat-obatan jenis lain.

"Karena kratom ini memiliki efek dari psikoaktif itu sendiri, memang khawatirnya bisa disalahgunakan. Tapi kalau di Indonesia sendiri, bahkan sangat jarang ada kasus yang disebabkan oleh kratom ini," jelas Hari.

Hari pun menegaskan bahwa meski kratom punya potensi disalahgunakan, tapi tidak berarti kratom punya efek berbahaya seperti obat-obatan terlarang jenis lainnya.

Dalam kasus-kasus yang terjadi di Malaysia atau Thailand, misalnya, Hari berkata bahwa itu karena psikoaktif kratom dicampur dengan alkohol atau zat-zatan obatan lainnya untuk menguatkan psikoaktifnya (kratom) tersebut.

Selain itu, ada lebih banyak lagi laporan tentang kematian orang yang menelan kratom, tetapi sebagian besar juga melibatkan zat lain.

Sebuah makalah pada tahun 2019 yang menganalisis data dari National Poison Data System menemukan bahwa antara 2011-2017, ada 11 kematian yang terkait dengan paparan kratom.

Sembilan dari 11 kematian yang dilaporkan dalam penelitian ini melibatkan kratom plus obat-obatan dan obat-obatan lainnya, seperti diphenhydramine (antihistamin), alkohol, kafein, benzodiazepin, fentanyl, dan kokain.

Hanya dua kematian yang dilaporkan setelah paparan dari kratom saja tanpa zat lain.

Data dari Administrasi Makanan dan Obat AS (FDA) juga sama. Pada tahun 2017, FDA mengidentifikasi setidaknya 44 kematian terkait dengan kratom, dengan setidaknya satu kasus diselidiki sebagai kemungkinan penggunaan kratom murni.

Laporan FDA mencatat bahwa banyak kematian yang terkait dengan kratom tampaknya disebabkan oleh produk yang dipalsukan atau mencampur kratom dengan zat kuat lainnya, termasuk obat-obatan terlarang, opioid, benzodiazepin, alkohol, gabapentin, dan obat-obatan yang dijual bebas, seperti sirup obat batuk.

Ada juga beberapa laporan kratom yang dikemas sebagai suplemen makanan atau bahan makanan yang dicampur dengan senyawa lain yang menyebabkan kematian.

Sebaliknya, menurut data yang dihimpun oleh National Institute on Drug Abuse (NIDA), dalam beberapa tahun terakhir, beberapa orang telah menggunakan kratom sebagai alternatif herbal untuk perawatan medis dalam upaya mengendalikan gejala penarikan dan mengidam yang disebabkan oleh kecanduan opioid atau zat adiktif lainnya, seperti alkohol.

Sayangnya, tidak ada bukti ilmiah bahwa kratom efektif atau aman untuk tujuan ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.

https://sains.kompas.com/read/2019/09/02/180700423/daun-kratom-benarkah-bikin-kecanduan-dan-bisa-mematikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke