KOMPAS.com - Stres bisa membuat kondisi seorang anak dengan autisme menjadi semakin parah. Oleh karena itu, orang-orang di sekitar anak dengan autisme harus tahu cara mengatasi atau meminimalisir efek stres terhadap anak dengan autisme.
Dalam sebuah kesempatan program Special Kids Expo (spekix) di Jakarta, 24-25 Agustus 2019, Senior Clinical Psychologist ISADD Director Australia, Jura Tender, menyampaikan beberapa hal terkait penanganan stres pada anak dengan autisme.
Jura berkata bahwa stres sebetulnya merupakan respons sistem saraf tubuh yang memungkinan tubuh untuk merasa waspada terhadap sebuah rangsangan yang baru. Respons ini adalah cara tubuh untuk melindungi dirinya.
Namun, respons stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan fisiologis dan fisik.
Faktor terjadinya stres pada anak autis
1. Perubahan suasana hati yang dratis
Ada banyak faktor yang menjadikan anak dengan autisme mengalami stres. Namun, stres pada anak autisme bisa berasal dari perubahan suasa hatinya yang sangat dratis.
"Anak dengan autisme itu, ketika beranjak dewasa hormonnya bisa sangat drastis meningkat ataupun menurun, misal dari ketawa bisa langsung tiba-tiba murung sekali," ujar Jura.
2. Perubahan tubuh
Perubahan tubuh juga menjadi salah satu faktor stres. Menurut Jura, banyak anak dengan autisme yang ketika memasuki usia remaja dan mengalami perubahan bentuk tubuhnya, tidak menyukai perubahan itu.
3. Mengalami kegagalan dan bullying di sekolah
Dengan semakin bertambahnya usia dan berbedanya lingkungan sekolah, maka daya saing atau tingkat kompetisi antar individu juga akan semakin meningkat. Persaingan ini bisa memicu sosialisasi yang berbeda dibandingkan saat anak masih kecil.
Di lingkungan sekolah, anak dengan austisme juga rentan disepelekan atau dirundung oleh teman-teman sebayanya. Hal-hal ini dapat membuat anak merasa tertekan, stres, depresi dan minder.
Efek fisiologis dari stres
Secara fisiologis, stres dapat menimbulkan sakit kepala, permasalahan dalam bernafas, tekanan darah yang tidak stabil, serta tegang dan nyeri pada otot.
Tidak hanya itu, gangguan pencernaan atau perut juga sering mendera anak dengan autisme yang mengalami stres karena mereka enggan untuk makan.
Stres pada anak dan autisme juga bisa menyebabkan kelelahan dan insomnia yang berkepanjangan karena tidak jarang penyebab stres muncul dalam imajinasi mereka saat memejamkan mata.
Hal-hal ini pun akhirnya berpengaruh kepada sistem kekebalan tubuh dan membuat anak rentan terkena penyakit.
Kapan harus ke pakar?
Orangtua bisa mencoba untuk mengontrol stres pada anak yang mengalami autisme, tetapi ada batasannya. Segeralah lakukan tindakan terapi dengan ahli jika anak sudah mengalami efek yang darurat seperti berikut:
1. Menyakiti atau melukai diri sendiri
Jura bercerita bahwa tidak sedikit pasiennya yang mengalami stres dengan autisme melakukan hal-hal buruk terhadap dirinya sendiri.
"Misal, ada yang bahkan pernah memuntahkan atau meludah pada dirinya sendiri karena benci terhadap dirinya sendiri. Hal ini sudah dianggap darurat," ujar Jura.
Contoh lainnya, ada pasien yang suka membenturkan kepala ke dinding dan benda-benda lainnya.
Jika mendapati anak melakukan tindakan yang menyakiti atau melukai diri sendiri, segeralah minta pertolongan ahli untuk menangani.
2. Depresi kronis
Depresi kronis ini bisa ditandai dengan prubahan cara anak melihat, memandang, memikirkan sesuatu atau bahkan membicarakan sesuatu.
Perlu diwaspadai terutama ketika anak sudah membicarakan tentang kematian. Hal tersebut menandakan bahwa anak dengan autisme telah memiliki keinginan tersebut dalam benaknya.
3. Berpikir untuk melukai orang lain
Respons anak dengan autisme terhadap stres tidak selalu mengarah ke dirinya sendiri, tetapi juga bisa ke orang lain. Apalagi bila orang tersebut merupakan pemicu stresnya.
Bila merasa terancam, anak dengan autisme bisa mengalami respons sistem saraf di luar jalurnya dan berpikir untuk melukai atau bahkan membunuh orang lain.
Mengendalikan stres
Anda bisa melakukan beberapa cara di bawah ini untuk mengendalikan stres yang dialami anak dengan autisme.
1. Jelaskan tentang autisme
Jura berkata bahwa banyak keluarga yang khawatir kondisi autisme anaknya akan menjadi semakin parah jika mengetahui bahwa dirinya berbeda dari anak-anak lain.
Padahal, memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai apa itu autisme kepada anak tersebut justru akan membuatnya lebih bisa menerima dan tenang menjalani apa yang terjadi.
2. Diagnosis yang tepat
Selain memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai autisme tersebut, dapatkanlah hasil diagnosis yang tepat dari ahli dan sampaikan kepada anak.
Pasalnya, anak dengan autisme memiliki keunikannya masing-masing. Penanganannya pun harus disesuaikan dengan kondisinya.
3. Konseling berkelanjutan
Konseling berkelanjutan dengan pakar akan membantu anak anak mencari pemecahan atau solusi dari masalah yang sedang ia hadapi.
Konseling juga akan membantu anak dengan autisme untuk mengembangkan apa yang ia sukai dan menjadi lebih mandiri.
4. Latih bicara
Dikarenakan oleh gangguan perkembangan saraf dan beberapa faktor lainnya, kemampuan berbicara anak dengan autisme biasanya juga terganggu. Bentuknya bisa keterlambatan berbicara maupun berbicara dengan sikap yang tidak pada tempatnya.
Peran orangtua ialah membantu terapis melatih kemampuan berbicara anak dengan autisme agar dapat bersosialisai di lingkungan luar rumah.
5. Sabar
Melatih, mendidik, serta membimbing anak dengan autisme memang tidak mudah. Butuh kesabaran ekstra untuk mengajarkan hal-hal dasar, termasuk latihan berbicara, bagi anak dengan autisme.
Sebagai contoh, jangan mengajari anak untuk berbicara dengan berteriak, meskipun Anda merasa kesal. Sikap Anda akan menambah stres dan bisa ditiru oleh anak.
https://sains.kompas.com/read/2019/08/27/173600423/stres-pada-anak-autisme-faktor-efek-dan-cara-mengendalikannya