Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Satpam Tewas Digigit Ular Weling, Isap Darah adalah Kesalahan Besar

Satpam mulanya berusaha menangkap ular weling atas laporan warga dengan modal sapu. Di tengah upaya menangkap, jari kelingking sang satpam tergigit.

Satpam tetap menangkap ular dan memainkannya. Selang 30 menit, tepatnya pada Selasa (21/8/2019) pukul 19.30, Iskandar sang satpam mulai lemas. Meski sempat dibawa ke rumah sakit, dia akhirnya meninggal.

Musliman, komandan sekuriti Cluster Michelia Gading Serpong, mengatakan bahwa Iskandar sempat mengisap darah dari bagian yang digigit ular, tetapi ternyata nyawanya tak tertolong.

Dokter dan ahli gigitan ular dari RS Daha Husada, Kediri, Jawa Timur, Tri Maharani, mengatakan bahwa upaya mengisap darah dari bagian yang digigit ular weling adalah kesalahan besar.

"Bisa ular weling tidak menyebar lewat darah meskipun saat digigit darah kita keluar. Bisa menyebar lewat getah bening," ungkap Tri.

Karena itu, Tri menegaskan bahwa upaya mengisap darah tidak akan mengeluarkan bisa ular yang telah masuk sedikit pun.

Dia mengungkapkan, keberhasilan penanganan gigitan ular yang beredar di media sosial hingga film dengan cara mengisap darah adalah mitos.

"Sama seperti ada orang yang bilang pakai bawang untuk obati gigitan ular atau pakai micin untuk obati. Itu semua mitos," katanya ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).

Pakar reptil dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amir Hamidy mengungkapkan, Iskandar sebenarnya memiliki kesempatan besar untuk sintas.

"Pertama karena kita tahu pasti jenis ular yang menggigit. Ular weling. Itu sudah ada antivenom," ungkap Amir.

Salah satu tantangan terbesar dalam penanganan gigitan ular adalah identifikasi jenis yang menggigit. Pasalnya, kerap kali ular langsung lari setelah menggigit.

"Dalam kasus satpam itu karena satpamnya juga sempat memegang ularnya, kita sudah tahu pasti. Jadi akan memudahkan penanganan sebenarnya," ungkapnya.

Kematian Iskandar merupakan cermin kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang penanganan pertama korban gigitan ular.

Korban harusnya berusaha bergerak sesedikit mungkin alias diimobilisasi dan dibawa ke rumah sakit setelah mengalami gigitan.

Tindakan menangkap ular dan memainkannya turut berkontribusi pada kegagalan penanganan.

"Bisa dibayangkan gerakan sangat aktif saat menangkap dan memainkan ular. Itu mempercepat penyebaran bisa," kata Amir.

Tri menuturkan bahwa meskipun antibisa ular tidak tersedia, Iskandar sebenarnya tetap berpotensi besar untuk selamat.

"Kita tidak selalu membutuhkan antibisa ular. Bisa ular dapoat dilokalisasi dengan imobilisasi selama 24-48 jam," kata Tri.

Kasus gigitan ular, kata Tri, membutuhkan perhatian. Jumlah kasusnya hingga 135.000 per tahun, bersaing dengan HIV/AIDS dan kanker.

"Ïni tandanya gigitan ular ini adalah penyakit yang harus diberi perhatian," katanya. "Perlu edukasi tentang penanganan pertama yang tepat di sekolah, masyarakat, dan rumah sakit."

https://sains.kompas.com/read/2019/08/23/194531623/satpam-tewas-digigit-ular-weling-isap-darah-adalah-kesalahan-besar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke