KOMPAS.com - InaEEWS, sebuah sistem peringatan dini gempa, telah diresmikan dan dilakukan ujicoba oleh BMKG.
Setelah melihat indikasi gempa yang akhir-akhir ini banyak terjadi di berbagai wilayah Indonesia, akhirnya BMKG bekerja sama dengan Institute of Care Life (ICL) China dan meresmikan ujicoba sistem tersebut.
Gempa di Indonesia
Kondisi fisografi wilayah Indonesia sangat dipengaruhi oleh aktivitas tumbukan 3 lempeng utama dunia, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik.
Ketiga lempeng tektonik tersebut saling bertumbukan dan mengakibatkan wilayah Indonesia memiliki lebih dari 16 segmen megathrust dan lebih dari 295 sesar aktif. Alhasil, Indonesia pun menjadi salah satu kawasan paling rawan gempa dan tsunami di dunia.
Deputi Geofisika, Dr Muhamad Sadly M.Eng menuturkan bahwa BMKG mencatat, dalam satu tahun, rata-rata terjadi gempa sebanyak 5.000 hingga 6.000 kali di Indonesia, dengan berbagai magnitudo dan kedalaman.
Namun berdasarkan data BMKG terkini, tahun 2017 yang lalu telah terjadi peningkatan aktivitas kegempaan di Indonesia menjadi sebanyak 7.169 kali, dan pada tahun 2018 kejadian gempabumi meningkat lagi menjadi sebanyak 11.920 kali. Dengan demikian, sangat nyata terlihat bahwa telah terjadi peningkatan signifikan aktivitas gempabumi di Indonesia.
"Mengingat sangat aktifnya aktivitas kegempaan di Indonesia, sejak 2008 BMKG sudah mengoperasikan sistem peringatan dini tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System-InaTEWS). Sistem ini mampu memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dalam waktu maksimal 5 menit," ujar Sadly.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, juga menegaskan bahwa seiring dengan kemajuan zaman, juga karena fenomena gempa yang kian kompleks dan tidak pasti, BMKG perlu segera membuat terobosan untuk mendukung mitigasi dan pengurangan risiko bencana gempabumi.
Untuk memitigasi gempa, kata Dwikorita, saat ini BMKG merasa tidak cukup hanya dengan memberikan informasi parameter gempa bumi yang disebarkan sesaat setelah terjadi gempabumi.
"BMKG akan memasuki era baru dengan membangun Sistem Peringatan Dini Gempa Bumi (Indonesia Earthquake Early Warning System-InaEEWS). Sistem ini akan memberikan informasi lebih dini sebelum gempa kuat melanda suatu kawasan," ungkap Dwikorita.
Bagaimana sistem InaEEWS bekerja?
InaEEWS merupakan sistem deteksi dini gempa kuat dengan mekanisme memberikan peringatan dini berdasarkan prediksi waktu tiba gelombang S (shear) yang berpotensi menimbulkan guncangan signifikan dengan memanfaatkan gelombang P (pressure) untuk memberikan sinyal warning.
Sistem ini, kata Dwikorita, tidak saja bermanfaat bagi masyarakat agar dapat bertindak lebih cepat menyelamatkan diri, tetapi juga dapat mengamankan objek vital berbasis respons instrumen.
Sistem transportasi cepat, MRT, penerbangan dan industri penting dapat dinon-aktifkan seketika (shut down) beberapa detik lebih awal sebelum gempa menimbulkan guncangan dan kerusakan.
"Sistem ini tidak bertujuan untuk meramal kapan terjadi gempa besar, tetapi lebih kepada memberi peringatan kepada masyarakat bahwa akan terjadi gempa kuat dalam hitungan beberapa detik hingga beberapa puluh detik ke depan," imbuh Dwikorita.
BMKG berpandangan bahwa peringatan dini gempa, meskipun dalam hitungan detik sebelum terjadi gempa, akan sangat berarti untuk menyelamatkan jiwa manusia dari kecelakaan yang fatal.
Kepala Pusat Gempa dan Tsunami, Rahmat Triyono, menjelaskan bahwa konsep dasar InaEEWS menggunakan "end to end system" yang mampu memberikan peringatan dini gempa kuat kepada masyarakat.
InaEEWS mencakup 3 sistem, yaitu sistem monitoring yang mendeteksi gempa bumi di hulu, sistem automatic processing yang mengolah data secara cepat, dan sistem diseminasi penyebarluasanan informasi atau peringatan dini ke hilir. Yang ketiga ini ditujukan kepada masyarakat, disertai saran untuk menyelamatkan diri.
"Konsep ini bekerja dengan memanfaatkan selisih waktu tiba gelombang P (pressure) yang datang lebih awal dan gelombang S (shear) yang datang beberapa detik kemudian. Setiap terjadi gempa bumi, gelombang P akan tiba di sensor lebih awal selanjutnya dalam beberapa detik kemudian, tiba gelombang S yang sifatnya destruktif atau merusak," tutur Rahmat.
Saat terjadi gempa, tambah dia, sensor InaEEWS akan merekam datangnya gelombang P. Sistem lantas secara spontan menginformasikan estimasi tingkat guncangan yang mungkin terjadi dan waktu kedatangan gelombang S. Sensor-sensor ini akan dipasang di berbagai tempat yang berdekatan dengan sumber gempa megathrust dan sumber gempa sesar aktif.
Dalam aplikasinya di Indonesia, data dari sensor InaEEWS akan dikirimkan melalui ke InaEEWS Center (BMKG) dan diolah secara otomatis.
Hsilnya lantas akan disebarkan ke receiver yang ada di stakeholder atau melalui mobile apps, receiver ini juga dapat dipasang pada objek vital seperti kereta cepat, MRT, industri vital, pusat keramaian (mall), dan area pemukiman dan perkantoran.
Uji coba pembangunan sistem ini akan diluncurkan oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Duta Besar China dan dari Institute of Care Life of China. Pada tanggal 15 Agustus 2019, telah dilakukan pemasangan 10 unit sensor InaEEWS di wilayah Banten yang bertujuan untuk monitoring gempa bumi di wilayah Megathrust selatan Jawa.
Untuk tahap selanjutnya, imbuh Rahmat, akan dipasang 190 unit sensor yang akan berkonsentrasi di wilayah potensi gempabumi yaitu Sumatra Barat, Lampung, Jawa Barat, dan Banten. Bilamana uji coba ini berhasil, maka akan dikembangkan secara masif di seluruh wilayah Indonesia.
Dijelaskan oleh Sadly bahwa teknologi InaEEWS yang akan dijadikan ujicoba pembangunan dan kerjasama ini mengacu kepada sistem InaEEWS di Negara China. Informasi yang diberikan oleh sistem peringatan dini gempa ini mencakup: (1) estimasi intensitas gempa, (2) waktu tiba gelombang S, (3) estimasi magnitudo gempa, dan (4) lokasi episenter gempa.
Menurut Chinese Northwest Seismology (2002) Vol. 22, terlihat adanya korelasi antara waktu peringatan dini gempa InaEEWS dan rasio berkurangnya korban jiwa. Jika tersedia waktu emas selama 3 detik maka rasio berkurangnya korban mencapai 14 persen.
"Sedangkan jika tersedia waktu emas selama 10 detik maka rasio berkurangnya korban mencapai 39 persen, dan jika tersedia emas selama 20 detik maka rasio berkurangnya korban mencapai 63 persen," imbuh Sadly.
https://sains.kompas.com/read/2019/08/21/183931023/inaeews-sistem-peringatan-dini-gempa-resmi-diuji-coba-bmkg