Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ahli Tegaskan Obati Kanker dengan Herbal Bisa Berbahaya

Dalam postingan tersebut diceritakan bahwa ia divonis mengidap kanker stadium awal pada medio 2012. Dengan pengobatan medis selama satu tahun, ia dinyatakan sembuh.

Namun, sejak 2016, ia beralih pada ramuan dan pengobatan herbal dan alternatif.

Pada 2018, ia menyesal dengan langkahnya menghentikan terapi medis lantaran dokter memvonis kanker payudaranya kembali dan telah menyebar di berbagai tempat.

Kompas.com meminta komentar terhadap narasi yang beredar ini pada dokter onkologi, Dr Walta Gautama, Sp.B(K) Onk yang praktik di RS Dharmais.

Walta menyebut, mengkonsumsi obat herbal untuk menyembuhkan kanker bisa mengakibatkan seseorang men-delay penanganan kanker yang harusnya ditangani dengan cepat.

“Orang sakit kanker beda dengan orang sakit jantung ataupun penyakit lain. Orang sakit kanker kalau stadium tambah, angka harapan sembuh makin kecil, pengobatan makin komplek,” tuturnya kepada Kompas.com, Jumat (16/8/2019).

Ia menghimbau, kepada masyarakat untuk berhati-hati dan tak mudah percaya dengan obat-obatan herbal yang diklaim bisa menyembuhkan kanker.

“Kalau terjadi delay pengobatan. Misal harusnya stadium 2 dia datang tapi terlambat pertanyaannya siapa yang akan bertanggung jawab? Yang terima nasib kan pasiennya,” lanjut Walta.

Menurutnya, obat herbal itu masuk ke dalam complimentary medicine, atau pengobatan penunjang, sehingga mereka belum bisa digolongkan sebagai obat kanker.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwasanya obat kanker harus melalui penelitian dengan berbagai fase. Mulai uji laborat, percobaan terhadap hewan hingga manusia.

Dalam penelitian pada hewan, harus dilakukan pengamatan terhadap semua organ seperti ginjal, otak, hati, tulang dan jaringan.

“Setelah itu baru lanjut ke manusia, aman nggak untuk manusia. Dilihat lagi itu (pengamatan organ) semua! Nggak bisa main sembarangan!” tuturnya.

Memilih Obat Herbal Aman

Selanjutnya saat ditanya tentang bagaiaman obat herbal yang aman untuk penderita kanker untuk terapi penunjang, ia menekankan bahwa bahkan untuk terapi penunjang pertimbangan tentang kemanan bagi tubuh yang utama.

“Aman buat tubuh! Misal Suatu zat dimasak, betulkah aman dia buat ginjal. Misal orang berat 50, 30 dan 100 kg tentu kadarnya tak sama," kata Walta.

"Itulah proses yang harus dilalui yang disebut uji klinis fase 1,2,3. Kalau sudah masuk fase 3 tertinggi, dia bisa dicobaan ke manusia. Cukup aman dan efektif, berguna,” tegasnya.

Walta menekankan obat herbal merupakan obat yang digunakan berdasarkan pengalaman, belum melalui uji klinis sehingga penggunaan harus sangat berhati-hati.

Ia juga menyebut untuk tak mudah percaya tentang klaim orang yang bisa sembuh dengan obat herbal. Pasalnya, bahkan dalam uji klinis ada pertimbangan tentang jumlah orang yang mengalami kesembuhan.

“Missal dari 10 orang ada 3 yang sembuh. Pertanyaannya kalau 100 orang berati harus 30 orang. Kalau 1000 orang berati harus 300 orang. Tercapai nggak itu?" ujar Walta.

"Nah kalau nggak dari 100 orang baru 6, berati nggak boleh. Maka dianggap 6 orang itu bernasib baik karna statisknya nggak sama,” sambungnya.

Sehingga, ketika seseorang menggunakan obat herbal sebagai obat kanker harus dipastikan pula kondisinya apakah menimbulkan efek ke bagian ginjal atau hati untuk memastikan obat tersebut aman atau tidak untuk dikonsumsi lebih lanjut.

“Kalau dia (obat herbal) bisa untuk anti kanker, dia bukan lagi namanya obat herbal, tapi anti kanker. Tentunya harus memenuhi kriteria obat tersebut sebagai obat kanker," pungkasnya.

https://sains.kompas.com/read/2019/08/17/120600123/ahli-tegaskan-obati-kanker-dengan-herbal-bisa-berbahaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke