Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perusahaan Sekarang Sering Efisiensi, Masih Pentingkah Loyalitas Karyawan?

KOMPAS.com – Perusahaan TV swasta NET TV sempat menjadi buah bibir karena dikabarkan akan melakukan PHK massal. Kabar ini diklarifikasi oleh COO PT Net yang mengatakan bahwa perusahaannya sedang melakukan restrategi, termasuk menawarkan pengunduran diri bagi karyawan.

Apa yang dialami oleh NET TV bukan sesuatu yang langka di Indonesia. Banyak perusahaan yang melakukan efisiensi karyawan karena persaingan industri yang semakin ketat. Lantas, masih pentingkah loyalitas karyawan pada perusahaan tempatnya bekerja?

Ria Aprilia, M.Psi., Psikolog, Softskill Trainer & Development Coach di ECC upgrad.id menyatakan bahwa loyalitas tetaplah penting untuk dimiliki oleh karyawan.

“Loyalitas itu berkaitan dengan komitmen dan hal ini menunjukkan kualitas personal kita. Orang yang memiliki loyalitas tinggi cenderung dapat dipercaya dan diandalkan,” ujarnya ketika dihubungi oleh Kompas.com melalui pesan singkat pada Jumat (16/8/2019).

Namun, loyalitas yang dimaksud oleh Ria mungkin berbeda dengan definisi Anda. Menurut dia, definisi loyalitas adalah kesanggupan individu dalam menaati dan melaksanakan sesuatu sesuai komitmen.

Bila kemudian karyawan memutuskan untuk keluar dari perusahaan setelah kontraknya berakhir dan tidak melanggar komitmen yang tercantum di dalamnya, maka karyawan tersebut tidak bisa dibilang tidak loyal.

Ria menambahkan bahwa pada lazimnya, kontrak kerja memiliki jangka waktu antara 1-2 tahun, sehingga berpindah kerja setelah periode dua tahun masih bisa dibilang wajar.

Akan tetapi, harus diingat bahwa perpindahan kerja yang terlalu sering, misalnya tiga kali dalam setahun, bisa menjadi indikasi awal tingkat loyalitas seseorang. Sebab, loyalitas seseorang, selain dari jangka waktu kerjanya, juga bisa dilihat pola perpindahan kerja dan alasan perpindahannya.

Terkait penawaran pengunduran diri oleh Net TV, Ria berkata bahwa hal itu menunjukkan bahwa perusahan terbuka dan memberikan kesempatan pada karyawan untuk mempertimbangkan ulang komitmennya, berkaitan dengan perubahan yang terjadi dan kondisi perusahaan saat ini.

Ria pun menjelaskan bahwa dalam situasi seperti ini, karyawan yang memutuskan untuk mengundurkan diri, bahkan yang baru bekerja enam bulan sekalipun, tidak bisa disebut memiliki loyalitas rendah jika memang perusahaan membuka peluang untuk pengunduran diri.

“Singkatnya, dalam kasus seperti ini, karyawan dipersilakan mempertimbangkan pilihan karier dan masa depannya,” imbuhnya.

Mempertahankan loyalitas milenial

Generasi milenial memang kerap disebut kutu loncat yang tidak memiliki loyalitas. Namun, menurut Ria, stereotipe ini tidak tepat.

Pasalnya menurut data asesmen upgrad.id terhadap lebih dari 11.000 milenial selama tahun 2018, jumlah partisipan yang loyalitasnya masuk dalam kategori rendah justru hanya 12 persen saja, sementara mayoritas memiliki loyalitas dalam kategori sedang.

Untuk dicatat, loyalitas yang dinilai di sini sesuai definisi yang dipaparkan oleh Ria di atas.

“Memang betul angka turn over (pergantian) karyawan di beberapa perusahaan semakin meningkat. Namun dari sudut pandang saya, permasalahannya bukan sekadar loyalitas, melainkan kurangnya pemahaman milenial terhadap dirinya sendiri, khususnya passion-nya,” ujar Ria.

Alhasil ketika memasuki dunia kerja, banyak milenial yang kemudian menyadari bahwa pekerjaannya tidak sesuai dengan passion-nya dan memutuskan untuk pindah.

“Dari data konseling yang kami tangani di upgrad.id selama tahun 2018, dari 1830 konseling, permasalahan terbesar yang dikeluhkan adalah terkait pemilihan karier dan passion,” katanya.

Lantas, bagaimana supaya milenial mau bertahan lebih lama di suatu perusahaan?

Ria berkata bahwa mempertahankan karyawan milenial memang menjadi PR bagi perusahaan.

Pada saat ini, sudah ada beberapa perusahaan besar yang menyadari bahwa kondisi demografis indonesia didominasi milenial. Mereka pun mulai berusaha memahami karakteristik milenial, dan bahkan berusaha menyesuaikan budaya dan gaya kerjanya dengan milenial.

Akan tetapi, bagi perusahaan-perusahaan lainnya yang masih kebingungan menghadapi karyawan milenial, Ria punya beberapa saran:

1. Keterbukaan komunikasi, yang artinya batasan antar jenjang jabatan tidak terlalu kaku.

2. Berikan milenial tantangan.

Pekerjaan yang terlalu monoton cenderung membosankan bagi milenial. Libatkan mereka pada berbagai proyek yang menantang dan membuat mereka merasa berkontribusi. Mendapatkan pengakuan dari hasil kerjanya merupakan salah satu hal yang disukai oleh milenial.

3. Berikan kesempatan untuk mengembangkan diri

4. Berikan pendampingan dalam bentuk coaching dan mentoring.

“Hal ini juga yg menjadi concern (perhatian) kami di upgrad.id sehingga kami membuat program career buddy yang mempertemukan antara profesional dengan mahasiswa maupun fresh graduate. Harapannya, dengan memilih calon karyawan yang tepat dan memberikan pendampingan secara berkala, dapat menekan angka turnover karyawan,” ujarnya.

https://sains.kompas.com/read/2019/08/17/100600723/perusahaan-sekarang-sering-efisiensi-masih-pentingkah-loyalitas-karyawan-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke