Menanggapi isu tersebut, Deputi Bidang Geofisika BMKG Muhammad Sadly menyatakan dengan tegas bahwa padamnya listrik yang terjadi tidak ada kaitannya dengan peristiwa gempa bumi Banten M 6,9.
"Jika kita perhatikan, waktu terjadinya gempa Banten adalah Jumat, 2 Agustus 2019 pukul 19.03 WIB, sementara pemadaman listrik terjadi pada Minggu 4 Agustus 2019 pukul 11.45 WIB. Maka, rentang waktu kedua kejadian tersebut terpaut cukup lama. Jika padamnya listrik akibat gempa, listrik padam sudah terjadi sejak Jumat malam setelah pukul 19.03 WIB," ungkap Sadly dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (6/8/2019).
Lebih lanjut, Sadly menjelaskan jika memperhatikan peta tingkat guncangan gempa bumi (shake map) gempa Banten, dampak guncangan terbesar terjadi di wilayah Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta dalam skala intensitas III-IV MMI.
Skala ini, kata Sadly, berarti getaran gempa dirasakan nyata di dalam rumah, seakan-akan ada truk berlalu, hingga jendela/pintu berderik dan dinding berbunyi.
Dampak gempa semacam ini, lanjut Sadly, belum mampu menimbulkan kerusakan pada struktur bangunan yang kuat. Apalagi jarak antara episenter dan lokasi PLTU Suralaya sejauh 211 kilometer sehingga percepatan getaran tanah di Suralaya sangat kecil dan tidak memungkinkan terjadinya kerusakan.
Menurut press release resmi PT PLN (Persero), Sadly menjelaskan, padamnya listrik di wilayah Jakarta disebabkan oleh gangguan pada gas turbin 1 sampai 6 di Suralaya. Selain itu, gangguan juga terjadi di pembangkit listrik tenaga gas turbin Cilegon.
Gangguan ini menyebabkan aliran listrik di Jabodetabek mengalami pemadaman. Pemadaman listrik, termasuk di wilayah Jawa Barat, terjadi karena gangguan transmisi SUTET 500 kV.
"Berdasarkan press release PLN, dapat disimpulkan bahwa padamnya listrik massal di beberapa daerah tidak diakibatkan oleh peristiwa gempa bumi," kata Sadly.
https://sains.kompas.com/read/2019/08/06/104009223/bmkg-listrik-padam-di-sebagian-jawa-bukan-karena-gempa