Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jakarta Darurat Polusi Udara, Awas Risiko Serangan Jantung Mengintai

Mulai dari penyakit yang dianggap ringan seperti batuk atau bersin, hingga kanker. Menurut ahli, dampak polusi pada kesehatan tergantung pada berapa lama seseorang menghirup udara buruk tersebut.

Berikut adalah dampak jangka pendek dan panjang dari menghirup udara berpolusi:

Dampak jangka pendek

Polusi udara dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan. Banyak gejala yang mungkin terjadi akibat masuknya kuman dan bakteri ke dalam tubuh manusia melalui udara yang dihirup.

Keluhan batuk kering dan berdahak juga menjadi salah satunya. Partikel debu yang beredar dapat terhirup hidung dan menyisir ke tenggorokan. Hal inilah yang akan membuat Anda merasa gatal pada tenggorokan dan batuk.

Ada orang-orang di sekitar kita yang juga sangat sensitif terhadap debu. Mereka mudah sekali bersin-bersin dan pilek saat udara di sekitarnya lembab dan berdebu.

Hal itu bukan menandakan mereka lemah. Itu menandakan udara atau polusi di sekitarnya memang tidak baik untuk dihirup berlama-lama.

Dampak jangka panjang

Potensi dampak jangka panjang dapat muncul ketika kita menghirup udara kotor selama menahun.

Penyakit yang sering muncul karena polusi udara jangka panjang ini seperti asma, penyakit paru kronik, kanker paru dan mudahnya terserang berbagai macam kanker oleh anak-anak.

Dr dr Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia mengatakan, ada komponen penyebab kanker dalam udara berpartikel kecil. Hal itu juga dapat meningkatkan rasio jantung.

Kenapa bisa ke jantung?

"Partikel polusi udara itu ada yang sangat kecil sekali, tidak seperti debu yang bisa dipegang saat mengelap perabot di rumah," ungkap Agus.


Partikel debu sangat kecil itu berukuran kurang dari 2,5 mikrometer atau sering disebut PM2,5.

Sebagai gambaran, ukuran PM2,5 sebanding dengan sekitar 1/30 dari diameter rambut manusia yang pada umumnya berukuran 50-70 mikrometer. Sedangkan PM10 sebanding dengan 1/7 dari diameter rambut.

Nah, jika partikel debu terhirup dan masuk ke tubuh manusia, mereka akan mencari jalan untuk menempel sel-sel dalam tubuh.

Pernapasan manusia itu juga berakhir di jantung, aliran yang terbawa dari hidung melalui sel-sel darah mengalir dan mengendap di jantung. Sama halnya seperti rokok yang lama mengendap dan akhirnya akan membahayakan organ jantung dan paru-paru.

Bahkan pada anak-anak, partikel-partikel tersebut lebih mudah lagi menempel dan anak-anak juga lebih rentan terkena penyakit karena daya tahan tubuh mereka belum kuat. Dampak jangka panjang pada anak-anak yakni mudah terserang berbagai penyakit kanker.

Cegah risiko jangka panjang

Banyak hal yang bisa Anda lakukan untuk mengurasi terkena resiko dari dampak-dampak tersebut.

1. Berolahraga

Salah satunya adalah dengan berolahraga untuk meningkatkan frekuensi napas.

Ketika frekuensi napas meningkat, udara yang masuk juga meningkat.

Agus mengingatkan, jangan sekali-kali berolahraga di luar ruangan jika indeks udara sedang tidak sehat.

"Berolahragalah di tempat yang banyak pepohonan. Memang tidak bagus jika olahraga pakai masker, karena hal itu menyulitkan untuk mengambil napas," ungkap Agus.

2. Menanam lidah buaya dan lidah mertua

Menanam pepohonan yang mempunyai anti oksidan seperti lidah buaya dan lidah mertua bisa menjadi pilihan.

Hal ini bisa Anda lakukan di rumah Anda bersama keluarga, untuk menghalangi racun-racun yang masuk dari udara di luar ruangan.

3. Membersihkan rumah

Membersihkan rumah dengan sedetail mungkin. Jangan anggap rumah yang nampak bersih itu tidak ada kuman atau debunya.

4. Setelah berada di luar ruangan, segera ganti baju

Segera ganti baju yang Anda gunakan seharian di luar rumah, ketika sudah pulang ke rumah.

https://sains.kompas.com/read/2019/08/06/090400623/jakarta-darurat-polusi-udara-awas-risiko-serangan-jantung-mengintai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke