Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

5 Fakta Seputar Gempa Banten yang Berpotensi Tsunami

Gempa Banten terjadi pada Jumat (2/8/2019) pukul 19.03 WIB.

Peringatan dini tsunami dicabut oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pukul 21.35 WIB.

Berikut beberapa fakta seputar gempa Banten ini:

1. Daerah yang merasakan gempa

Gempa yang terjadi tak jauh dari Selat Sunda ini terasa hingga ke beberapa daerah, seperti Jakarta, Depok, Bekasi, Sumedang, Yogyakarta, Solo, Malang, hingga Denpasar.

Durasi gempa di masing-masing wilayah ini berbeda-beda.

Sempat terjadi kepanikan di Sumedang, Jawa Barat, karena gempa yang dirasakan. Di Depok, guncangan terasa selama 15-20 detik.

Pantauan BMKG, guncangan terjadi di Lebak dan Pandeglang IV-V MMI; Jakarta III-IV MMI; Bandung, Serang, Bekasi, Tangerang, Bandar Lampung, Purwakarta, Bantul, Kebumen II-III MMI; Nganjuk, Malang, Kuta, Denpasar II MMI.

2. Lempeng Indo-Australia

Kepala Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan, gempa bumi yang mengguncang sebagian wilayah selatan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa dipicu adanya deformasi batuan Lempeng Indo-Australia.

"Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal akibat adanya deformasi batuan dalam Lempeng Indo-Australia," kata Daryono, Jumat malam.

"Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini dipicu penyesaran oblique yaoti kombinasi gerakan mendatarr dan naik," lanjutnya.

Gempa bumi yang terjadi merupakan gempa tektonik di Samudera Hindia Selatan Selat Sunda.

3. Batuan kuarter

Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi Kasbani mengatakan, gempa bumi dengan pusat di laut ini disusun oleh batuan sedimen berumur kuarter.

"Wilayah yang berdekatan dengan pusat gempa bumi adalah wilayah pesisir selatan Banten, Jawa Barat dan Lampung yang pada umumnya disusun oleh batuan sedimen berumur kuarter. Batuan berumur kuarter serta batuan berumur tersier yang telah mengalami pelapukan bersifat urai, lepas, belum kompak dapat bersifat memperkuat efek guncangan gempa bumi," ujar Kasbani, Jumat (2/8/2019).

4. Sesar Oblique

Pakar tsunami Kementerian Kelautan dan Perikanan Abdul Muhari mengatakan, gempa yang terjadi mempunyai mekanisme sesar naik.

"Tapi oblique, naik miring," tutur Abdul.

Pada 2004, gempa sesar oblique pernah menimbulkan gempa besar yang kemudian disusul tsunami di Aceh.

Ia menyebutkan, mekanisme gempa sesar naik menjadi salah satu syarat terjadinya gelombang tsunami, selain besarnya magnitudo gempa di zona subduksi atau pertemuan antar dua lempeng.

5. Alasan gempa dirasakan di Yogyakarta hingga Mataram

Meski berpusat di Banten, gempa Banten dirasakan di sejumlah wilayah di Pulau Jawa, seperti Yogyakarta hingga Banyuwangi dan Denpasar.

Pakar Tektonik Aktif Pusat Studi Bencana Alam Universitas Gadjah Mada, Gayatri Indah Marliyani, mengatakan, bahkan sebaran getaran gempa dirasakan hingga Mataram.

Mengapa hal ini bisa terjadi?

"Karakteristik gempa merata seperti itu, biasanya (pusat) gempanya ada di bagian dalam dari zona subduksi. Atau istilah geologinya intra-slab," ujar Gayatri dihubungi Kompas.com, Jumat (2/8/2019).

Ia menjelaskan, penyebabnya biasanya karena ada lempeng samudera yang pecah, retak, atau patah.

Hal ini mengakibatkan hiposenter agak dalam dan getarannya bisa terasa sampai ratusan bahkan mungkin ribuan kilometer.

Karakteristik gempa dengan kedalaman seperti ini umumnya sesar tidak bisa dipetakan.

Selektif terhadap informasi

Pasca-gempa, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat untuk berhati-hati terhadap segala informasi yang ada.

Masyarakat diminta mempercayai perkembangan informasi dari sumber resmi seperti BMKG dan BNPB.

Sumber: Kompas.com/Resa Eka Ayu S, Gloria Setyvani, Agie Permadi, Luthfia Ayu A, Yunanto Wiji U

https://sains.kompas.com/read/2019/08/03/074341123/5-fakta-seputar-gempa-banten-yang-berpotensi-tsunami

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke