Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Huawei, RFCx dan Warsi Berkolaborasi Selamatkan Hutan Sumbar

SOLOK SELATAN, KOMPAS.com – Huawei, Rainforest Connection dan Warsi berkolaborasi untuk menyelamatkan hutan yang tersisa di Sumatera Barat.

Kolaborasi yang tak terduga ini dimulai oleh Komunitas Konservasi Indonesia Warsi yang telah menjadikan penyelamatan hutan di Sumatera Barat sebagai misinya sejak 2007.

Dituturkan oleh Rainal Daus, Manajer Program KKI Warsi, kepada Kompas.com di Pasir Talang Timur, Kabupaten Solok Selatan pada Kamis (25/7/2019); Sumatera Barat telah kehilangan 500.000 hektar hutan antara tahun 1990-2015 karena perkebunan, pemukiman, pembuatan jalan dan penebangan.

“Tapi penebangan, baik yang liar maupun legal atau ada Hak Pengusahaan Hutan-nya, menempati urutan pertama. Tingkat penebangan paling tinggi pada 2004,” ujarnya.

Kondisi memang mulai membaik sejak pemerintah mengadakan skema perhutanan sosial pada 2007. Dalam skema itu, masyarakat yang tinggal di dekat hutan diperbolehkan mengurus izin pengelolaan hutan seperti izin serupa yang diperuntukkan bagi swasta.

Warsi mendampingi masyarakat sekitar hutan untuk memperoleh legalitas atas lahannya, mengelola wilayah yang sudah didapatkan, mengembangkan usaha yang memanfaatkan tanpa merusak hutan dan terhubung dengan pasar.

Namun demikian, penebangan hutan, baik yang liar maupun legal, masih terus berlanjut hingga kini.

Rainal menjelaskan bahwa penjagaan area hutan yang sudah diberi izin merupakan salah satu tantangan terbesar bagi masyarakat sekitar hutan. Pasalnya, meskipun nagari atau desa telah membentuk kelompok yang bertugas untuk melakukan patroli di hutan, kelompok ini tidak didukung dengan dana nagari atau pemerintah.

Dengan kata lain, patroli dilakukan oleh masyarakat secara sukarela sebulan sekali.

“Misalnya kalau ada orang tebang (pohon) hari ini, patroli baru tahu hari berikutnya karena patrolinya hanya sebulan sekali. Jadi kalau ditebang (secara liar) di luar jadwal patroli, masyarakat pun kesulitan,” ujar Reinal.

Solusi muncul ketika Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) Nederlands datang ke Indonesia pada tahun 2018 untuk berdiskusi dengan masyarakat nagari Pakan Rabaa yang merupakan salah satu nagari binaan Warsi.

Untuk diketahui, Warsi telah bermitra dengan IUCN Nederlands untuk mendukung proyek penyelamatan hutan di Indonesia sejak 2011.

Dalam diskusi, perwakilan IUCN Nederlands teringat akan Rainforest Connection (RFCx) yang diyakini memiliki perangkat yang dapat membantu pengamatan hutan.

“Januari, (Warsi) mulai dipertemukan lewat email dan menyusun rencana dengan Rainforest Connection. Sebenarnya, Warsi pun saat itu belum tahu alatnya itu seperti apa. Tapi dari cerita IUCN dan dilanjutkan via email itu, kami sudah bisa membayangkan,” kata Rainal.

“Dari beberapa video, kami (juga) melihat bahwa alat ini penting dan cukup kuat untuk bisa membantu masyarakat memantau hutan,” imbuhnya.

Perangkat atau sistem yang dibuat oleh Rainforest Connection bisa mendengarkan suara hutan selama 24 jam. Disebut Guardian, sistem ini memanfaatkan ponsel Huawei lama untuk mendengarkan dan menghubungan suara hutan ke server penyimpanan data Rainforest Cloud Connection API untuk dianalisis oleh kecerdasan buatan (AI).

Bila AI mendeteksi suara ilegal, seperti bunyi gergaji atau truk, sistem akan secara otomatis mengirimkan peringatan kepada para penjaga hutan beserta titik koordinat lokasinya. Masyarakat juga bisa mengumpulkan bukti-bukti elektronik, seperti foto, video atau suara, yang kemudian bisa ditindaklanjuti oleh penegak hukum.

Pada saat ini, Guardian sedang diuji di empat nagari Solok, yakni Sirukam, Pakan Rabaa, Pakan Rabaa Timur dan Pasir Talang Timur. Evaluasi akan dilakukan selama lima bulan.

“Jika memang efektif dan bisa aplikatif bagi masyarakat, kami akan susun rencana yang lebih besar untuk dapat digunakan bagi kepentingan yang lebih besar,” ujar Rainal.

Langkah Warsi selanjutnya

Tim Rainforest Connection hanya berada di Indonesia selama dua minggu untuk memasang Guardian di empat nagari dan melakukan pelatihan awal. Pasalnya, mereka juga memiliki proyek-proyek lain di sembilan negara lainnya, termasuk Amerika Serikat, Peru, Costa Rica, Romania, Bolivia dan Brasil.

Oleh karena itu, pelatihan lebih lanjut harus diberikan oleh Warsi ke masyarakat. Rainal berkata bahwa masyarakat masih belajar untuk menggunakan aplikasi Rainforest Connection dan mengunggah bukti-bukti elektronik ke aplikasi tersebut.

Warsi juga akan memperkenalkan aplikasi ini ke pihak penegak hukum di area setempat, misalnya polisi kehutanan.

“Mudah-mudahan mereka melihat ini penting dan kalau mereka merasa ini tidak penting, kami akan yakinkan mereka bahwa ini memang sangat penting dan butuh penegakan hukum,” kata Rainal.

Di samping pelatihan mengenai penggunaan aplikasi itu sendiri, Warsi juga akan mengajari masyarakat pengetahuan hukum tentang penanganan kejahatan kehutanan.

Rainal berharap agar pada update berikutnya, aplikasi akan bisa membuat formulir pelaporan secara otomatis sehingga masyarakat hanya perlu mencetak formulir dan menjadi lebih mudah untuk membuat pelaporan ke polisi.

Masalah lain yang masih perlu dipecahkan oleh Warsi adalah mempercepat respons masyarakat terhadap peringatan Guardian.

Seperti dijelaskan sebelumnya, masyarakat melakukan patroli secara sukarela, sehingga ketika ada peringatan dari Guardian, mereka tidak bisa langsung menindaklanjuti jika sedang bekerja. Warsi berencana untuk membuat sistem pendukung sehingga ada orang yang akan menggantikan para penjaga hutan jika tiba-tiba harus mengejar pelaku penebangan liar.

https://sains.kompas.com/read/2019/08/02/120600823/huawei-rfcx-dan-warsi-berkolaborasi-selamatkan-hutan-sumbar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke