KOMPAS.com - Pesan berantai whatsapp menyajikan berbagai informasi untuk kita. Salah satu yang paling baru adalah informasi manfaat mengonsumsi timun untuk pengobatan kanker.
Pesan itu berbunyi, Dr Makoto Kondo menyarankan pasien kanker tidak perlu melakukan operasi, radioterapi, kemoterapi untuk mengobati penyakit. Sebagai gantinya, pasien dianjurkan untuk mengonsumsi timun.
Pesan itu juga menuliskan beberapa manfaat timun, seperti untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh, menurunkan berat badan, dan melawan sel kanker.
Tak hanya itu, timun juga disebut mengandung lariciresinol, pinoresinol, dan secoisolariciresinol yang diyakini mampu mencegah beragam jenis kanker, seperti kanker payudara, rahim, ovarium, dan kanker prostat.
Namun benarkah hal itu?
Menanggapi hal ini, dokter spesialis pulmonologi klinik dari Departemen Pulmonologi dan Ilmu Respiratori, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), dr Elisna Syahruddin, SpP(K) menyampaikan bahwa tidak pernah ada teori manapun yang menyebut timun bisa dijadikan terapi pengobatan kanker.
"Terapi standar kanker itu tergantung jenis dan stage penyakit. Selagi bisa dibedah ya dibedah, kalau stage lanjut pilihannya radioterapi dan terapi sistemik (kemoterapi, terapi target, atau imunoterapi). Ini tergantung molekuler. Tidak ada timun di sana sebagai terapi kanker," ujar dr Elsina saat dihubungi Kompas.com pada Selasa (30/7/2019).
Menurutnya, upaya alternatif selain terapi boleh saja dilakukan, namun sebaiknya dilakukan tindakan terapi standar terlebih dahulu sebelum kondisi penyakit semakin buruk.
Elsina juga menyampaikan, dirinya tidak pernah tahu ada bukti ilmiah terkait fungsi-fungsi timun seperti yang disebutkan dalam unggahan.
"Untuk melawan kanker tidak ada bukti ilmiahnya, untuk fungsi lain (mengeluarkan racun dalam tubuh dan menurunkan berat badan) saya tidak tahu," ujar dr Elsina.
Tanggapan ahli nutrisi
Atas beredarnya informasi itu di media sosial, dokter ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku, DR dr Tan Shot Yen, M.Hum menjelaskan bahwa kabar mengenai timun yang bisa melawan sel kanker masih dalam tahap pro-kontra.
Adapun pernyataan tersebut berdasarkan artikel berjudul Assertions of Japanese Websites for and Against Cancer Screening: a Text Mining Analysis.
"Jadi ini ada masalah tentang cara ilmuwan melampiaskan 'kemerdekaan bersuara', ada yang pro dan kontra soal pendekatan kedokteran terhadap kanker," ujar dr Tan Shot kepada Kompas.com, Selasa (30/7/2019).
Dr Tan Shot mengingatkan, jika publik tidak bijak menelaah informasi atau mudah terpancing media yang berat sebelah, maka habislah soal literasi publik.
Menyikapi tiga kandungan pada timun yang disebutkan dalam unggahan, yakni lariciresinol, pinoresinol, dan secoisolariciresinol, dr Tan Shot menjelaskan bahwa zat tersebut merupakan senyawa antioksidan.
"Nah, bahan pangan yang kaya antioksidan ini dalam banyak studi belakangan memang disebut mempunyai potensi menangkal radikal bebas, inflamasi, penyakit degeneratif, bahkan kanker," ujar dr Tan Shot menjelaskan fungsi antioksidan pada timun.
"Tapi tidak semudah itu sebagai obat," lanjut dia.
Menurutnya, antioksidan terbukti mempunyai sifat proteksi, sebab makanan sehat memang dibutuhkan sebagai upaya promotif dan preventif.
Dr Tan Shot mengungkapkan bahwa jika orang sudah jatuh dalam kondisi sakit kanker, maka ranahnya sudah bukan persoalan preventif (pencegahan).
Dengan demikian yang dibutuhkan bukan lagi tindakan pencegahan, misalnya kemopreventif, melainkan kemoterapi.
Dokter Tan juga menegaskan, makan timun sampai berlebih dengan upaya mencegah kanker adalah hal yang kurang bisa dipertanggungjawabkan.
https://sains.kompas.com/read/2019/07/30/193200523/viral-kandungan-timun-ampuh-lawan-sel-kanker-begini-faktanya