Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Viral "Fresh Graduate" Tolak Gaji Rp 8 Juta, Kenapa Kita Bisa Ikut Terbawa Emosi?

Dari tangkapan layar yang beredar itu, tertulis, "Jadi tadi gue diundang interview kerja perusahaan lokal dan nawarin gaji kisaran 8 juta doang. Hello meskipun gue fresh graduate gue lulusan UI, Pak. Universitas Indonesia. Jangan disamain sama fresh graduate dengan kampus lain dong ah. Level UI mah udah perusahan luar negeri. Kalau lokal mah oke aja, asal harga cocok”.

Tanda pagar #gaji8juta dan #lulusanUI pun menjadi trending.

Dari belasan ribu twit itu, banyak yang menyesalkan keluhan si penulis status. Bahkan, ada yang menanggapinya dengan emosional.

Mengapa kita semudah itu terbawa emosi terhadap sebuah informasi di media sosial?

Padahal, kebenaran isinya juga belum bisa dipastikan.

Koordinator Jarigan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) Novi Kurnia mengatakan, secara umum masyarakat mudah tertarik terhadap informasi yang bersifat kontroversial.

"Informasi kontroversial itu bisa jadi viral karena disebarkan oleh banyak dan lebih banyak orang lagi tanpa menyeleksi, memahami, menganalisis, memverifikasi dan mengevaluasi sebelum akhirnya mendistribusikan atau berbagi informasi ke orang lain," kata Novi, yang juga dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/7/2019) sore.

Menurut Novi, hal tersebut terjadi karena sebagian masyarakat menggunakan internet untuk mendapatkan hiburan.

"Padahal, internet bisa digunakan untuk kepentingan yang lebih produktif dan kreatif," ujar dia.

Ia mengatakan, kebenaran informasi yang ada pada status tersebut juga belum bisa dipastikan, tetapi sudah memancing reaksi sedemikian besarnya di media sosial.

"Pemilik akun, alumni atau bukan alumni, 'lupa' atau 'abai' dengan menyebutkan institusi UI mempunyai konsekuensi tertentu," papar Novi.

Novi mengingatkan, langkah yang dapat dilakukan saat merespons informasi viral adalah memaksimalkan kompetensi literasi digital.

Ia menyebutkan, ada sejumlah kompetensi literasi digital yang perlu diketahui yaitu mengakses, menyeleksi, memahami, menganalisis, memverifikasi, mengevaluasi, mendistribusikan, memproduksi, dan berkolaborasi.

"Dengan mempraktikkan 10 kompetensi tadi, sebagai pengguna media digital. Kita bisa bersikap lebih kritis untuk mengelola informasi sehingga tidak buru-buru berbagi informasi (baik sebagai produser pesan awal atau pembagi informasi) yang mungkin tidak penting untuk orang lain, apalagi kalau kita membawa-bawa nama orang lain atau institusi tertentu," ujar Novi.

Sisi Psikologis

Psikolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Laelatus Syifa mengatakan, sikap kritis diperlukan jika ada suatu informasi yang viral di masyarakat.

Terkait dengan mudahnya isu tersebar, lanjut Laelatus, mungkin sebagian masyarakat merasa kabar ini secara tidak langsung mengena kepada penerima informasi.

"Informasi itu (mungkin) menarik emosi, jadi seseorang langsung aja nyebarin. Walau informasi itu kurang tau benar tidaknya," kata Laelatus saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/7/2019).

Secara psikologis, komentar tidak baik yang dikeluarkan akan membuat seseorang merasa lebih baik dibandingkan orang yang dikomentarinya tersebut.

Laelatus mengatakan, masyarakat saat ini cenderung lebih mudah percaya terhadap informasi yang berbentuk gambar atau video.

"Walaupun sebenarnya itu narasi, tapi kan bentuknya screenshoot. Karena jarang yang mau baca. Orang itu tertarik ke visual," tutur dia.

Meskipun viral, isu ini tak berpengaruh banyak ke semua orang, kendati beberapa orang juga terlihat membandingkan dengan tawaran gaji fresh graduate ini.

"Kenapa orang membandingkan? Karena ada orang-orang itu membuat standar dengan melihat orang lain. Nah orang-orang ini yang kemudian terganggu," ujar Laelatus.

"Kalau misal orang tidak membanding-bandingkan juga tidak akan terpengaruh," lanjut dia.

Seseorang yang terpengaruh dari sisi psikologis, dapat membuat orang tersebut tidak puas terhadap kehidupannya, bahkan bisa menimbulkan depresi.

"Kalau misalnya yang story itu kan kita belum tahu kebenarannya. Kalau misal itu serius beneran ada orang yang menulis story itu, dia menilai dirinya tinggi," papar Laelatus.

Laelatus pun tak mempermasalahkan jika seseorang merasa kurang dihargai dengan gaji yang ditawarkan, hingga memilih menolak pekerjaan itu.

Jika memang itu terjadi, pengekspresian di media sosial yang lebih harus berhati-hati.

"Ketika mengatakan dengan cara merendahkan orang lain atau institusi lain, nah itu mungkin ya tidak patut dalam sosial media," kata dia.

Laelatus mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya terhadap informasi yang ada dan menggunakan media sosial untuk hal-hal yang tidak menimbulkan konflik.

"Tidak usah terlalu mengurusi urusan pribadi orang lain (yang tidak berpengaruh terhadap kehidupan kita)," ujar Laelatus.

https://sains.kompas.com/read/2019/07/25/175122023/viral-fresh-graduate-tolak-gaji-rp-8-juta-kenapa-kita-bisa-ikut-terbawa-emosi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke