Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, Bagaimana Para Ahli Menentukannya?

KOMPAS.com – Viral informasipotensi tsunami di pantai selatan Jawa membuat resah masyarakat Indonesia. Pesan yang sebetulnya sudah berkali-kali viral tersebut didasarkan pada hasil kajian tsunami yang dipaparkan oleh BPPT dalam agenda Table Top Exercise (TTX).

Menurut kajian, wilayah pantai selatan Jawa-Bali berpotensi mengalami gempa megathrust dengan magnitudo 8,8 yang bila benar-benar tercapai. Gempa megathrust adalah gempa besar yang bersumber dari aktivitas tektonik zona subduksi.

Bila gempa megathrust itu benar-benar seperti yang diperkirakan, maka bisa menyebabkan gelombang tsunami setinggi 20 meter.

Sebetulnya, bagaimana perhitungan potensi tsunami dilakukan oleh para ahli? Bisa dipercaya atau tidak?

Kompas.com menghubungi Eko Yulianto yang merupakan pelacak jejak tsunami purba dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk mendapatkan jawabannya via telepon pada Sabtu (20/7/2019).

Dia menjelaskan bahwa para peneliti sebetulnya selalu ingin menemukan suatu cara untuk mengetahui ketinggian tsunami dari bukti yang ditemukan. Mereka pun menggunakan segala cara, mulai dari eksperimen, teori dan pemodelan.

Untuk pemodelan, ada dua jenis yakni backward modelling dan forward modelling.

Backward modelling atau permodelan mundur adalah menentukan karakter tsunami dari data hasil yang ada. Contohnya adalah mencari tahu korelasi antara ketebalan endapan tsunami dengan tinggi tsunami.

Sayangnya hingga saat ini, para peneliti belum bisa menemukan formulasinya karena secara umum saja, tebal-tipisnya endapan tsunami tergantung pada ketersediaan materi di laut maupun pantai yang bisa dibawa dan diendapkan di darat. Dengan demikian kalaupun magnitudo atau ketinggian gelombang tsunaminya sama, hasil endapannya bisa berubah-ubah.

Sebaliknya, forward modelling atau permodelan maju adalah ketika para peneliti memperkirakan berapa ketinggian tsunami yang bisa dipicu oleh suatu potensi gempa. Dengan kata lain, pemodelan ini didasarkan pada karakteristik sumber utamanya untuk menentukan besaran tsunaminya.

“Itu juga bisa dilakukan, meskipun akurasinya juga tergantung pada banyak faktor, misalnya ketersediaan data batimetri (kedalaman laut) dan topografi (bentuk permukaan Bumi) akurat yang keduanya tidak kita miliki,” ujar Eko.

Eko menuturkan bahwa peta topografi yang paling detail di Indonesia skalanya baru 1:25.000 dan itu pun hanya melingkupi wilayah Jawa. Di luar wilayah Jawa, skalanya lebih tidak detail.

Alhasil, pemodelan di Indonesia biasanya hanya menggunakan data umum, seperti data batimetri dan topografi yang skalanya tidak cukup detail untuk memenuhi syarat untuk mengetahui hasil yang akurat dari forward modelling.

Meski demikian, bukan berarti hasil forward modelling dari data yang ada tidak berguna. Hasil ini masih bisa digunakan upaya-upaya mitigasi dan pengurangan risiko bencana.

Baca lebih lanjut mengenai cara yang tepat untuk memaknai informasi potensi gempa dan tsunami dalam artikel “Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, Jangan Salah Memaknainya” di tautan ini.

https://sains.kompas.com/read/2019/07/21/130600723/viral-potensi-tsunami-selatan-jawa-bagaimana-para-ahli-menentukannya-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke