Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, Jangan Salah Memaknainya

KOMPAS.com – Informasi potensi tsunami laut selatan yang sedang viral meresahkan banyak masyarakat. Banyak juga yang mempertanyakan apakah informasi tersebut hoaks atau fakta?

Pertanyaan ini dijawab oleh Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono dalam artikel Kompas.com, Sabtu (20/7/2019).

Berdasarkan catatan bahwa tsunami selatan Jawa juga pernah terjadi pada tahun 1840, 1859, 1921, 1994, dan 2006, Daryono berkata bahwa informasi potensi tsunami di pantai selatan Jawa benar adanya.

"Ini bukti bahwa informasi potensi bahaya gempa yang disampaikan para ahli adalah benar bukanlah berita bohong," ujarnya.

Namun, yang perlu diperhatikan di sini adalah penggunaan kata 'potensi'. Pasalnya, potensi tidak sama dengan prediksi (prediction) dan prakiraan (forecast).

Hal ini diungkapkan oleh Eko Yulianto, pelacak jejak tsunami purba dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kepada Kompas.com via telepon, Sabtu (20/7/2019).

Forecast hanya memperkirakan, sehingga bisa lebih lama atau lebih cepat dari perkiraan. Contoh perkiraan adalah bila data-data sebelumnya menunjukkan bahwa sebuah gempa berulang 400-600 tahun sekali, seorang ahli bisa memperkirakan bahwa gempa berikutnya mungkin akan terjadi dalam waktu 400 tahun plus minus 50 tahun.

Sementara itu, prediksi menunjuk pada suatu angka yang hampir pasti. Sebagai contoh adalah bila ditanya kapan, prediksi mungkin akan mengungkapkan bahwa terjadinya dua tahun lagi.

Namun persoalan utamanya, menurut Eko, bukan pada pemilihan kata prediksi atau perkiraan, melainkan pengertian waktu ahli geologi dan masyarakat awam yang berbeda.

Eko menuturkan bahwa geologi menggunakan parameter waktu yang sangat panjang, mulai dari 10.000 tahun hingga jutaan tahun. Sementara itu, masyarakat awam menggunakan parameter waktu sehari-hari, yakni jam, hari, bulan, tahun dan sebagainya.

"Jadi, 'segera' orang geologi tidak sama dengan 'segera' orang awam,” kata Eko.

Ketika suatu informasi potensi fenomena alam, seperti gempa dan tsunami, sampai ke masyarakat dengan tidak lengkap; bisa terjadi kesalahan penangkapan informasi dan timbul kepanikan.

Nah, mengenai informasi potensi tsunami laut selatan yang sedang viral saat ini, Eko berkata bahwa potensi artinya suatu fenomena yang pasti akan terjadi, tetapi tidak diketahui kapan terjadinya. Namun ketika terjadi, kekuatan fenomena bisa mencapai titik maksimum (potensi) berdasarkan data yang ada.

Memaknai informasi potensi

Eko berkata bahwa ketika berbicara potensi, maka yang sedang kita bicarakan baru ancamannya.

"Dari ancaman belum tentu berubah jadi bencana. (Ancaman) boleh jadi berubah bencana kalau ada aspek manusia. Artinya, menimbulkan kerugian jiwa atau harta," ujarnya.

Dengan kata lain, syarat utama terjadinya sebuah bencana adalah manusia itu sendiri, khususnya perilaku manusia yang tidak tertib.

Eko mencontohkan bencana tsunami Selat Sunda 2018. "(Di Selat Sunda) itu rumah-rumah ada jarak yang bahkan kurang lima meter dari garis air. Jadi jangankan tsunami, gelombang tinggi pun, dia akan mengalami dampaknya," katanya.

Oleh karena itu, ketika menghadapi informasi mengenai potensi tsunami atau gempa, yang harus kita lakukan adalah memahami ancamannya dan perilaku manusia seperti apa yang dapat mengubahnya menjadi bencana.

Sebagai contoh, hal yang membunuh dalam kaitannya dengan gempa adalah bangunan yang roboh. "Jadi, kalau ada yang tidak peduli dengan rumahnya tidak kuat, maka itu akan menjadi aspek manusia yang mengubah ancaman (gempa) jadi bencana (gempa)," ujarnya.

Demikian juga dengan tsunami. Bila kita tidak peduli dan tinggal di tepi pantai yang memiliki ancaman tsunami, lalu tidak memiliki persiapan atau latihan jika tsunami datang; maka aspek manusia akan mengubah ancaman tsunami menjadi bencana tsunami.

https://sains.kompas.com/read/2019/07/20/200700823/viral-potensi-tsunami-selatan-jawa-jangan-salah-memaknainya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke