KOMPAS.com – Evi Apita Maya belakangan menjadi perhatian publik lantaran digugat oleh lawan politiknya, Farouk Muhammad, karena dianggap meng-edit foto kampanyenya “di luar batas kewajaran” sehingga menjadi cantik dan menarik.
Namun, benarkah foto cantik bisa mempengaruhi elektabilitas seseorang sampai memenangkan pemilihan legislatif (pileg)?
Artikel Kompas.com, Senin (15/7/2019) yang berjudul "Kasus Foto Cantik, Calon Anggota DPD Evi Apita Maya Yakin Menang di MK" melaporkan bahwa memang ada warga yang memilih Evi hanya karena foto.
Seorang mahasiswa bernama Syukron (21), misalnya, mengaku telah memilih foto Evi karena terlihat muda dan cantik. Lalu, ada Furqon (26) yang berkata bahwa dia tidak tahu harus memilih yang mana, sehingga hanya memilih berdasarkan foto.
Pengakuan mereka sejalan dengan berbagai hasil penelitian yang menemukan bahwa penampilan seorang kandidat memang bisa mempengaruhi elektabilitasnya.
Wajah memang berpengaruh
Dilansir dari The Guardian, 17 Juni 2012, sekelompok peneliti dari Unviersity of California pernah melaksanakan sebuah eksperimen menarik, di mana beberapa kelompok orang diminta untuk memeriksa brosur mengenai dua politikus yang pura-puranya sedang mencalonkan diri di pemilihan kongres kota sebelah.
Setiap brosur berisi data dan foto seorang kandidat, tetapi foto tersebut telah dimodifikasi oleh para peneliti untuk membuat kandidat terlihat lebih kompeten atau kurang kompeten secara acak.
Meskipun para partisipan mengaku tidak memedulikan penampilan kandidat, penampilan yang lebih kompeten ternyata mendapatkan 13 persen suara lebih banyak daripada pesaingnya.
Para peneliti lantas menulis bahwa para partisipan secara sadar memperhatikan penampakan kandidat, tetapi kemudian merasa dapat mengabaikannya dan membuat keputusan rasional hanya berdasarkan data lainnya. Akan tetapi, nyatanya tidak demikian.
Hal yang sama juga ditemukan oleh para peneliti Princeton University yang mencoba untuk mensimulasikan eksperimen di atas, tetapi dengan kandidat benaran.
Mereka mengumpulkan foto wajah hitam putih para kandidat Demokrat dan Republik yang bertanding di berbagai pemilih gubernur dan senat Amerika Serikat, lalu meminta sekelompok relawan untuk menilai kandidat mana yang tampak lebih kompeten dalam setiap pemilihan.
Menggunakan hasil survei relawan yang hanya didasari oleh foto, para peneliti kemudian mencoba untuk memprediksikan hasil pemilihan gubernur dan senat yang sedang berlangsung.
Hasil pemilihan yang sebenarnya begitu mirip dengan prediksi para peneliti. Kandidat-kandidat yang menurut sukarelawan lebih kompeten memenangkan 69 persen pemilihan gubernur dan 72 persen pemilihan senat.
Tergantung ketersediaan informasi
Meski demikian, bukan berarti seorang kandidat hanya perlu bermodalkan muka untuk memenangkan suatu pemilihan.
Rodrigo Praino, seorang dosen senior di College of Business, Government and Law, Flinders University menuturkan mengenai hasil eksperimennya dalam artikel The Conversation, 3 Desember 2018.
Setelah melaksanakan eksperimen terhadap ribuan mahasiswa di University of Ottawa, Praino dan kolega menemukan bahwa ketersediaan informasi berpengaruh terhadap perilaku pemilih.
Jika pemilih hanya memiliki sedikit informasi tentang para kandidat atau bahkan tidak sama sekali, maka kandidat yang paling menarik akan menang, karena pemilih membuat keputusan hanya berdasarkan penampilan. Sebaliknya, jika informasi yang tersedia mencukupi, maka pemilih akan membuat keputusan berdasarkan informasi tersebut.
“Kami mengkonklusikan bahwa, dalam pemilihan berinformasi tinggi, seberapa menarik seorang kandidat memiliki peran yang lebih kecil dibandingkan dalam pemilihan berinformasi rendah,” tulisnya.
https://sains.kompas.com/read/2019/07/19/125000323/caleg-digugat-karena-foto-cantik-benarkah-wajah-bisa-pengaruhi-hasil-pileg