KOMPAS.com – Suhu dingin di Jawa membuat banyak warga merasa lebih rentan jatuh sakit. Sebagai salah satu solusinya, Dokter Yance Tengker, dokter umum di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (RSAL) dr Oepomo, Surabaya, menyarankan untuk memastikan asupan air tercukupi, setidaknya dua liter per hari.
Namun seperti diungkapkan oleh Robert Kenefick, seorang profesor kinesiologi di University of New Hampshire (UNH) seperti dilansir dari siaran pers UNH tahun 2005, kita tidak merasa sehaus biasanya ketika suhu dingin.
“Mereka tidak merasa haus, tidak minum sebanyak biasanya, dan ini bisa menyebabkan dehidrasi,” ujar Kenefick.
Padahal, tubuh lebih cepat kehilangan air ketika suhu dingin. Air tidak hanya keluar melalui pernapasan. Ketika kita memakai banyak pakaian hangat, tubuh juga bekerja lebih keras sedangkan keringat menguap lebih cepat ketika udara dingin dan kering.
Perlu diketahui, dua per tiga dari tubuh kita terdiri dari air, dan kekurangan beberapa persen saja bisa menyebabkan dehidrasi.
Untuk menyelidiki mengapa tubuh tidak mudah merasa haus ketika dingin, Kenefick melaksanakan sebuah eksperimen. Para partisipan diminta berolahraga di treadmill dan beristirahat di ruang dingin UNH untuk mensimulasikan olahraga ketika suhu dingin.
Rupanya, alasan kita tidak merasa haus bukan hanya karena kita tidak merasa panas.
Kenefick berkata bahwa di samping kerja ginjal yang menyimpan atau mengeluarkan air, keseimbangan cairan pada tubuh kita sering kali mengandalkan stimulasi haus, yang kemudian membuat kita memasukkan air ke dalam tubuh kembali. Proses ini diatur oleh hormon pengatur cairan, seperti plasma argentine vasopressin (AVP).
Nah, ketika mendapat paparan tinggi, kita mengalami vasokonstriksi di mana tubuh mengurangi aliran darah ke sekeliling tubuh untuk mengurangi kehilangan panas.
Hal ini lantas menyebabkan volume darah di pusat tubuh meningkat, sehingga otak tidak mendeteksi berkurangnya volume darah dan tidak meningkatkan produksi AVP. Sinyal bagi ginjal untuk menyimpan cairan pun berkurang dan sensasi haus turun hingga 40 persen.
“Inilah konsekuensinya – menjaga temperatur pusat tubuh menjadi lebih penting daripada keseimbangan cairan,” ujar Kenefick.
“Manusia tidak secara alami menghidrasi dirinya sendiri dengan benar, dan mereka bisa jadi sangat dehidrasi ketika cuaca dingin karena hanya ada sedikit stimulus fisiologi untuk minum,” imbuhnya lagi.
Untuk menangkal dehidrasi saat cuaca dingin, Kenefick menyarankan Anda untuk minum, terutama saat sedang olahraga atau berada di luar ruangan. Kemudian, monitor keseimbangan cairan Anda dengan melihat warna air kencing. Bila terhidrasi dengan baik, warna air kencing seharusnya hampir bening.
Hasil penelitian Kenefick telah dipublikasikan dalam jurnal Medicine & Science in Sports & Exercise.
https://sains.kompas.com/read/2019/07/19/093500323/saat-suhu-dingin-mengapa-kita-lebih-jarang-haus-