Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Fenomena Topi Awan di Gunung Rinjani, Ini Penjelasannya

Seperti diberitakan sebelumnya, topi awan bukanlah fenomena baru. Hal ini sering terjadi dan pernah terlihat di gunung Semeru, Merapi, Merbabu, Sindoro, dan Sumbing.

Dalam dunia astronomi, fenomena seperti ini disebut awan lentikular.

"Itu awan lentikular, awan berbentuk lensa. Awan lentikular terbentuk akibat aliran naik udara hangat yang membawa uap air mengalami pusaran. Itu sering terjadi di puncak gunung," ungkap Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin, Rabu (17/7/2019).

Marufin Sudibyo, astronom amatir Indonesia menambahkan, awan yang muncul sekitar pukul 7.00-9.00 WITA ini bersifat statis alias tak bergerak atau selalu menetap di satu tempat.

"Awan ini terbentuk saat aliran udara lembab menubruk suatu penghalang besar sehingga membentuk putaran stasioner," ungkap Marufin, Rabu (17/7/2019).

Ketika putaran stasioner terjadi, awan lentikular dapat bertahan selama beberapa jam hingga berhari-hari.

Meski indah, Marufin berkata awan lentikular sesungguhnnya berbahaya.

"Awan lentikular yang terbentuk di puncak gunung menandakan sedang terjadi pusaran angin laksana badai di sana," ungkap dia.

Hal ini pun memiliki dampak bagi pendaki maupun pesawat yang melintas di atasnya.

Bagi pendaki gunung, hembusan angin saat terjadi awan lentikular bisa mendatangkan momok hipotermia. Sedang untuk pesawat, awan dan pusaran angin bersifat turbulen yang membuat pesawat terguncang hingga bisa kehilangan altitudenya dengan cepat.

Marufin menegaskan awan lentikular tak ada hubungannya dengan aktivitas gunung berapi atau potensi bencana gempa, apalagi tsunami.

"Tak perlu ditafsirkan macam-macam," imbau Marufin.

https://sains.kompas.com/read/2019/07/17/145823923/fenomena-topi-awan-di-gunung-rinjani-ini-penjelasannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke