KOMPAS.com - Keberadaan rumput laut di Samudera Atlantik pertama diketahui penjelajah Christopher Columbus pada abad ke-15. Kini, rumput laut ditemukan telah mengepung lautan, membentang dari Afrika Barat sampai teluk Meksiko.
Fenomena tumbuhnya rumput laut secara masif ini dinamai Great Atlantic Sargassum Belt. Peneliti University of South Florida Mengqiu Wang menyebut bentang rumput laut ini panjangnya sekitar 8.850 kilometer. Fenomena ini dipengaruhi faktor alam dan manusia.
"Kami menganalisis 20 tahun rekaman satelilt," kata Wang seperti dilansir dari Live Science.
Wang menganalisis hamparan rumput laut ini pertama muncul pada 2011. Pertumbuhannya yang masif diperkirakan terjadi pada 2009, ketika muara Sungai Amazon mengalirkan kandungan nutrisi yang sangat tinggi dan tak biasa ke Samudera Atlantik. Tingginya nutrisi ini berasal dari deforestasi Amazon dan penggunaan pupuk di lembah.
Kesuburan Samudera Atlantik ini ditambah dengan upwelling atau pembalikan massa air di pesisir barat Afrika pada musim dingin 2010. Upwelling adalah fenomena di mana air laut yang lebih dingin dan bermassa jenis lebih besar bergerak dari dasar laut ke permukaan akibat pergerakan angin di atasnya.
Ini membuat permukaan Samudera Atlantik menghangat hingga membuat rumput laut tumbuh subur pada musim panas 2011.
Faktor serupa kembali terjadi pada 2014, 2015, dan 2017. Pertumbuhan paling masif terjadi pada 2018, ketika Great Atlantic Sargassum Belt mengembang hingga mencapai 20 juta metrik ton.
Dalam kondisi normal, rumput laut menjadi habitat bagi hewan laut. Rumput laut dibutuhkan ikan dan burung. Begitu pula lumba-lumba dan penyu yang diuntungkan dengan rumput laut yang mengambang. Namun, lapisan rumput laut yang terlalu tebal bisa menjadi masalah bagi hewan-hewan laut.
"Ketika rumput laut membusuk, itu menyerap oksigen. Ini membuat kandungan oksigen rendah dan tak baik bagi ekosistem laut," ujar Wang.
Terumbu karang dan seagrass atau lamun bakal terdampak ketika kandungan air berubah. Begitu juga dengan hewan lain yang jadi sulit bergerak.
"Penyu kadang tidak bisa kembali berenang ke laut setelah bertelur di pantai. Mereka sulit melewati hamparan rumput laut yang lebat," kata Wang.
Selain mengancam ekosistem laut, Great Atlantic Sargassum Belt juga berdampak pada wisata pesisir. Pemerintahan Barbados menyatakan keadaan darurat pada 2018, ketika rumput laut mengepung pantai mereka. Padahal, Barbados sangat bergantung pada pariwisata pantai.
"Dampak buruk terjadi ketika rumput laut membanjiri pantai," ujar Wang.
Selain mengganggu ekosistem pesisir, rumput laut yang membusuk juga melepas hidrogen sulfida, gas yang beracun, mudah terbakar, dan berbau seperti telur busuk.
https://sains.kompas.com/read/2019/07/08/133300823/sabuk-rumput-laut-raksasa-membentang-dari-afrika-barat-sampai-meksiko