Berdasarkan catatan pengamatan suhu udara permukaan sepanjang Juni 2019 oleh stasiun-stasiun pengamatan cuaca di Iraq, Kuwait, dan Arab Saudi yang terkumpul di database Badan Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan, suhu maksimum tertinggi tercatat di Stasiun Basrah-Hussein (Iraq) sebesar 50,4 derajat Celsius pada 10 Juni 2019 dan di Stasiun Mitribah (Kuwait) tercatat suhu mencapai 51,4 derajat Celsius pada 10 Juni 2019.
Suhu panas yang dirasakan di Timur Tengah akibat dari perluasan gelombang panas (heatwave) yang menyerang India beberapa minggu lalu.
Gelombang panas dirasakan India, Pakistan, Afghanistan, Turkemistan, Iran dan Saudia Arabia. Suhu permukaan di wilayah-wilayah yang terpapar heatwave tersebut terukur bervariasi antara 34-51 derajat Celsius.
Tidak hanya di negara-negara di Timur Tengah, tetapi di Perancis pun mencatat suhu panas mencapai suhu 34 derajat Celcius di Paris dan Lyon.
Data Historis
Berdasarkan pola klimatologis, wilayah Timur Tengah selalu mengalami suhu ekstrem pada periode Juni, Juli, dan Agustus (JJA).
Suhu tinggi pada periode JJA ini akibat posisi gerak semu tahunan matahari yang berada di wilayah Belahan Bumi Utara.
Kondisi ini juga didukung oleh faktor geografis wilayah tersebut yang terletak pada Lintang 20-30 dan umumnya memiliki iklim gurun karena menjadi lokasi subsidensi (massa udara turun pada sirkulasi global).
"Hal ini membuat daerah tersebut memiliki kandungan uap air relatif lebih sedikit dibandingkan wilayah pada lintang lain," tulis BMKG dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Senin (1/7/2019).
Berdasarkan data pengamatan cuaca Stasiun Al Amara, Iraq, kejadian suhu tinggi melebihi 50 derajat Celsius cukup sering terjadi di Irak selama kurun waktu 10 tahun terakhir.
Berikut beberapa catatan di antaranya:
1. 52,2 derajat Celsius pada tahun 2016
2. 52,0 derajat Celsius pada tahun 2017
3. 51,5 derajat Celsius pada tahun 2018
4. 51,0 derajat Celsius pada tahun 2011 dan 2012
Potensi Dampak terhadap Indonesia
Kejadian fenomena suhu tinggi di Timur Tengah diperkirakan tidak berdampak pada wilayah Indonesia.
Selain karena sistem sirkulasi udara yang menyebabkan gelombang panas di wilayah Timur Tengah tidak menuju ke wilayah Indonesia. Suhu panas ekstrem yang mencapai lebih dari 50 derajat Celsius juga sangat kecil peluangnya terjadi di wilayah Indonesia.
"Berdasarkan Catatan historis suhu maksimum di Indonesia belum pernah mencapai 40 derajat celcius," tulis BMKG.
Suhu tertinggi yang pernah tercatat di Indonesia adalah 39,5 derajat Celsius pada 27 Oktober 2015 di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Bagaimana Suhu Permukaan Indonesia pada Iklim masa mendatang?
Berdasarkan hasil simulasi proyeksi iklim multi-model menggunakan skenario RCP4.5, pada periode 2020-2030, rata-rata wilayah daratan di Indonesia akan lebih panas 0,2 sampai 0,3 derajat Celsius dibandingkan rata-rata suhu udara pada periode 2005-2015.
Pada periode 2020-2030, wilayah-wilayah yang diproyeksikan akan mengalami kenaikan suhu tertinggi terjadi di sebagian Sumatera Selatan, bagian tengah Papua dan sebagian Papua Barat.
Peningkatan suhu di masa depan, tak lain akibat fenomena pemanasan global. Untuk itu, BMKG mengimbau perlu adanya upaya adaptasi dan mitigasi.
"Upaya ini harus dimulai dari kesadaran kita untuk mengurangi hal-hal yang dapat meningkatkan emisi gas-gas rumah kaca ke atmosfer dan membekali diri dengan pengetahuan tentang dampak negatif dari perubahan iklim," tegas BMKG.
Namun perlu diketahui, kejadian gelombang panas di Timur Tengah, tidak dapat dikaitkan langsung dengan perubahan iklim.
Merujuk pada catatan historis, suhu pada kisaran 50 derajat Celsius cukup sering terjadi sehingga dapat disimpulkan bahwa fenomena ini merupakan variasi iklim di wilayah tersebut.
https://sains.kompas.com/read/2019/07/01/122335023/bmkg-suhu-panas-timur-tengah-tidak-berimbas-di-wilayah-indonesia