Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Alasan Kita yang Tinggal di Kota Juga Harus Peduli Hutan

KOMPAS.com – Masyarakat perkotaan saat ini boleh dibilang sudah cukup sadar akan isu lingkungan dan berupaya untuk menerapkan gaya hidup sehat yang juga ramah lingkungan dan sustainable.

Isu konservasi dan kelestarian lingkungan seperti upaya reforestasi, penurunan emisi karbon, dan pembatasan penggunaan limbah plastik agaknya tidak jarang dikampanyekan di kawasan urban.

Namun, kepedulian seperti ini belum menyentuh seluruh masyarakat urban. Bagi sebagian kalangan, lingkungan perkotaan tempat mereka tinggal merupakan wilayah yang terpisah dan tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi hutan yang jauh di tempat lain.

Lantas, bagaimana caranya agar masyarakat memahami hubungan antara hutan dan kota? Apa saja dampak keberadaan hutan bagi kawasan perkotaan?

“Ketika kita bicara tentang hutan, tidak hanya soal hutan yang jauh dari kota saja seharusnya,” ujar Dean Yulindra Affandi, Koordinator Sains dan Penelitian WRI Indonesia, saat ditemui di Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Dean menjelaskan bahwa masyarakat seringkali tidak sadar bahwa terdapat hutan kota di sekeliling pemukiman mereka yang berpengaruh langsung terhadap kehidupan sehari-hari.

Menurut Dean, pembagian hutan terkait jaraknya dari perkotaan dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu hutan dalam kota, hutan sekitar kota, dan hutan yang jauh dari kota. Masing-masing punya peranan dan fungsinya sendiri bagi perkotaan.

Sebagai contoh, hutan dalam kota berperan untuk menyerap karbon dioksida dan polutan lain yang menyelimuti atmosfer perkotaan. Hutan ini dapat menjadi indikator tingkat kesehatan masyarakat sekitarnya.

“Kualitas udara di Jakarta itu tidak sehat. Menurut studi, masyarakat akan lebih sehat dan bahagia apabila kualitas hutan kotanya baik. Polusi di Jakarta bisa dikurangi dengan penambahan Ruang Terbuka Hijau sebagai hutan kota,” jelasnya.

Pepohonan yang rimbun di sekitar perkotaan dapat mengimbangi emisi karbon yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil setiap harinya. Hal ini dapat mengurangi risiko terjadinya pernyakit saluran pernapasan akibat gas buangan kendaraan dalam jangka panjang.

Dean juga memaparkan soal peranan hutan sekitar kota, misalnya hutan di sekitar DAS Ciliwung yang membentang dari Bogor hingga Jakarta, yang saat ini kondisinya terganggu oleh aktivitas pembangunan.

Akibatnya, setiap kali terjadi hujan deras Jakarta akan dilanda oleh banjir ‘kiriman’ dari Bogor.

“Banjir ini terjadi karena tidak ada lagi yang sanggup menampung dan mencegah air untuk sampai ke Jakarta,” tambahnya.

Sedangkan untuk hutan yang jauh dari kota, bukan berarti tidak ada kaitannya dengan kehidupan di perkotaan.

“Saat ini dunia sedang mengalami krisis iklim, di mana terjadi kenaikan temperatur satu derajat. Efeknya bisa dirasakan langsung, yaitu peningkatan muka air laut dan turunnya permukaan tanah sekitar 25 cm per tahunnya,” lanjutnya.

Untuk mencegah hal tersebut, diperlukan upaya penyadaran terhadap berbagai kalangan, bukan hanya pernduduk perkotaan, mengenai peranan keberadaan hutan di manapun lokasinya, bagi kehidupan keseharian kita bersama.

Dean menekankan bahwa langkah pertama yang bisa dilakukan adalah membangun kesadaran dan pemahaman untuk pemuda urban lewat berbagai kampanye dan sosialisasi terkait isu lingkungan dan pelestarian alam, misalnya soal partisipasi dalam reforestasi.

Selanjutnya, fokus dapat bergeser ke isu lain yang masih berhubungan, misalnya konservasi organisme terancam punah.

“Sulit untuk membicarakan soal hewan-hewan langka kalau awareness masih rendah dan hutannya sudah tidak ada,” pungkas Dean.

https://sains.kompas.com/read/2019/06/27/180600223/alasan-kita-yang-tinggal-di-kota-juga-harus-peduli-hutan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke