KOMPAS.com – Senin (24/6/2019), wilayah Indonesia bagian timur dikejutkan oleh dua gempa yang terjadi dalam kurun waktu yang berdekatan.
Gempa pertama terjadi di kawasan Mamberamo, Provinsi Papua, pada pukul 08:05 yang dengan kekuatan magnitudo 6,0, disusul dengan gempa susulan yang terjadi sebanyak 30 kali dengan magnitudo berkisar antara 5,1-2,5.
Gempa selanjutnya terjadi di Laut Banda dan Maluku Tenggara, dengan kekuatan gempa mencapai magnitudo 7,4. Gempa pertama terjadi pada pukul 09:24, disusul oleh dua gempa susulan dengan magnitudo 4,2 dan 2,7.
Meski hampir terjadi bersamaan, namun menurut BMKG, kedua gempa ini tidak saling berhubungan dan disebabkan oleh aktivitas tektonik yang berbeda.
Berdasarkan data yang dimiliki BMKG, tercatat telah terjadi empat gempa besar yang berbeda di kawasan Mamberamo, Papua. Gempa kuat tercatat pertama kali terjadi pada tahun 1900 dengan magnitudo 7,8; tahun 1916 dengan magnitudo 8,1; tahun 1971 dengan magnitudo 8,1; dan terakhir terjadi pada tahun 2015 dengan magnitudo 7,2.
Gempa di kawasan Mamberamo diduga terjadi akibat aktivitas patahan lokal yang menyebabkan gempa dangkal, tepatnya adalah pergerakan Sesar Yapen.
Sedangkan di Laut Banda, tercatat telah terjadi empat peristiwa gempa besar, yaitu pada tahun 1918 dengan magnitudo 8,1; tahun 1938 dengan magnitudo 8,4; tahun 1950 dengan magnitudo 8,1; dan terakhir pada tahun 1963 dengan magnitudo 8,2.
Kedua kawasan memang telah diketahui memiliki potensi gempa yang cukup tinggi.
“Berdasarkan data yang direkam sejak tahun 1973, terlihat bahwa zona di Sulawesi dan Laut Banda, juga Papua Barat bagian utara memiliki potensi gempa tinggi, ditandai dengan warna biru pada peta distribusi spasial b-value,” terang Ketua BMKG, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati saat jumpa pers di Jakarta, Senin (24/6/2019).
“Kawasan dengan warna biru ini menunjukkan bahwa potensi kejadian gempa tinggi, tapi magnitudonya rendah, artinya energi yang tersimpan belum dikeluarkan sepenuhnya,” imbuhnya.
Nilai b-value ini berkaitan dengan tingkat stres pada suatu batuan, di mana nilai b-value yang rendah menunjukkan tingkat stres batuan yang tinggi. Kawasan yang memiliki b-value rendah biasanya merupakan lokasi terjadinya gempa pembuka, yang disusul oleh gempa susulan di lokasi lain.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono.
“Baik di Mamberamo maupun Laut Banda memang terjadi peningkatan aktivitas seismik yang cukup tinggi dan diketahui potensinya,” ujar Daryono.
Daryono juga menjelaskan bahwa kawasan Indonesia bagian timur merupakan wilayah zona kompresi yang didorong oleh dua lempeng, yaitu lempeng Pasifik dari arah utara dan lempeng Indo-Australia dari arah selatan.
Meski demikian, BMKG menghimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak panik, serta terus memantau informasi resmi yang dikeluarkan oleh pihak BMKG.
https://sains.kompas.com/read/2019/06/24/173200523/mamberamo-dan-laut-banda-memang-punya-riwayat-panjang-gempa-bumi-