KOMPAS.com - Problem kehidupan kota ternyata sudah di alami sejak zaman dahulu. Hal ini terbukti pada Çatalhöyük, salah satu kota pertama di dunia.
Tempat yang sekarang kita kenal sebagai Turki ini telah bergumul dengan masalah perkotaan mulai dari populasi, penyakit, dan kekerasaan.
Hasil tersebut merupakan studi yang dilakukan oleh Antropolog Clark Spencer Larsen dari Ohio State University. Ia bersama menyelidiki rerentuhan kuno pemukiman Neolitikum yang didirikan pada 7100 SM tersebut.
Para peneliti menemukan gambaran arkeologis tentang momen dalam sejarah manusia ketika pengumpul-pemburu nomaden menetap dan tinggal di sebuah kota.
"Çatalhöyük adalah komunitas urban di dunia dan penduduk di sana mengalami berbagai masalah ketika berada dalam satu tempat dengan area terbatas dalam waktu yang lama. Mereka belum pernah menjalani kehidupan komunal karena sebelumnya merupakan kelompok pengumpul pemburu yang nomaden," kata Larsen.
Penelitian Larsen berdasarkan situs Neolotikum serta kerangka manusia berjumlah 470. Sisa-sisa inilah yang kemudian menceritakan banyak kisah yang terjadi di kota Çatalhöyük.
Setelah periode pendirian pemukiman, Çatalhöyük berada di puncak populasi dengan jumlah penduduk 3500-8000 individu yang menghuni wilayah seluas 13 hektar. Hal ini menimbulkan potensi penyebaran penyakit karena mereka tinggal di dekat hewan yang mereka pelihara.
"Mereka hidup dalam kondisi yang sangat ramai, dengan tempat sampah dan kandang binatang di sebelah rumah mereka. Jadi banyak masalah sanitasi yang dapat berkontribusi pada penyebaran penyakit menular," jelas Larsen.
Studi lain juga pernah menyebut jika beberapa parasit usus paling awal di dunia diketahui ditemukan juga di Çatalhöyük.
Selain penyakit, populasi yang makin meningkat dan tekanan sosial memicu kekerasan dalam kota. Analisis beberapa tengkorak menunjukkan patah tulang diduga disebabkan oleh pukulan pada kepala yang dilakukan dari belakang.
Seiring berjalannya waktu, budaya Çatalhöyük kemudian berevolusi. Populasi kota kuno perlahan menurun. Orang-orang menyebar dan keluar kota.
"Adaptasi perilaku ini kemungkinan merupakan respons terhadap berkurangnya ketersediaan sumber daya. Ini bisa jadi kontribusi berakhirnya dari Çatalhöyük," tambah tim peneliti, seperti dikutip dari Science Alert, Jumat (21/6/2019).
Pada 5950 SM, kota yang berkembang itu kemudian ditinggalkan.
Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of National Academy of Sciences edisi daring, Senin (17/6/2019).
https://sains.kompas.com/read/2019/06/23/170000223/sejak-ribuan-tahun-hidup-di-kota-selalu-penuh-tantangan-ini-buktinya