Hal itu terutama terkandung dalam karbohidrat olahan, di mana telah melalui proses penghilangan banyak serat dan nutrisi.
Meski digunakan sebagai sumber utama karbohidrat diet di banyak negara, semua ahli gizi menghimbau untuk membatasi konsumsi karbohidrat olahan.
Lantas, apa itu karbohidrat olahan?
Merujuk artikel Health Line, karbohidrat olahan yang paling sering kita temui adalah gula dan biji-bijian olahan.
Gula di sini termasuk sukrosa yang ada di dalam gula meja dan sirup jagung, kemudian sirup agave.
Sementara biji-bijian olahan adalah biji-bijian yang serat dan gizinya telah dihilangkan. Hal ini termasuk tepung putih dari gandum olahan.
Seperti telah disinggung di atas, karbohidrat olahan tidak direkomendasikan ahli gizi karena sama sekali tidak memiliki serat, vitamin, dan mineral. Karena alasan ini, karbohidrat olahan dianggap memiliki kalori "kosong".
Selain itu, karbohidrat olahan dapat dicerna dengan lebih cepat dan memiliki indeks glikemik yang tinggi.
Indeks glikemik adalah angka yang menunjukkan potensi peningkatan gula darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan atau secara sederhana dapat dikatakan sebagai tingkatan atau rangking pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah.
Untuk diketahui, makanan yang tinggi indeks glikemik mampu menambah nafsu makan dan telah dikaitkan dengan peningkatan risiko banyak penyakit seperti obesitas, jantung, diabetes tipe 2, kanker usus, dan berbagai masalah pencernaan.
Meski begitu, gula dan biji-bijian olahan terus dipakai dalam pembuatan produk makanan seperti tepung putih, roti, kue kering, soda, makanan ringan, pasta, permen, sereal, dan tambahan gula.
Bagaimana karbohidrat halus memengaruhi nafsu makan dan memicu obesitas?
Sebagian besar orang yang menderita obesitas biasanya disebabkan oleh terlalu banyak mengonsumsi karbohidrat olahan.
Ini karena karbohidrat olahan rendah serat dan dicerna dengan cepat sehingga menyebabkan perubahan besar dalam kadar gula darah.
Makanan yang tergolong tinggi indeks glikemik atau rendah serat membuat kita kenyang hanya satu jam, sementara makanan kaya serat mampu bertahan sekitar dua sampai tiga jam.
Kadar gula darah turun sekitar satu sampai dua jam setelah makan karbohidrat olahan. Hal ini mendorong rasa lapar dan kemudian dapat menstimulasi bagian otak yang berhubungan dengan penghargaan dan keinginan.
Sinyal ini membuat kita ingin mengunyah makanan terus menerus dan akhirnya berujung pada obesitas.
Studi jangka panjang juga menunjukkan bahwa makan karbohidrat olahan dikaitkan dengan peningkatan lemak perut selama lima tahun.
Selanjutnya, karbohidrat olahan dapat menyebabkan peradangan pada tubuh. Beberapa ahli berspekulasi bahwa ini mungkin salah satu penyebab utama diet resistensi leptin dan obesitas.
Cara karbohidrat olahan memicu penyakit jantung dan diabetes tipe 2
Penyakit jantung meripakan pembunuh terbesar di dunia yang telah menyerang sekitar 300 juta orang di seluruh dunia.
Penderita diabetes tipe 2 juga berisiko tinggi terkena penyakit jantung.
Studi menunjukkan, konsumsi karbohidrat olahan dalam jumlah banyak dikaitkan dengan resistensi insulin dan kadar gula darah tinggi. Ini merupakan gejala utama dari diabetes tipe 2.
Karbohidrat olahan juga meningkatkan kadar trigliserida darah. Ini adalah faktor risiko untuk penyakit jantung dan diabetes tipe 2.
Sebuah studi dari China menemukan, lebih dari 85 persen dari total asupan karbohidrat berasal dari karbohidrat olahan, terutama beras putih dan produk gandum olahan.
Studi ini juga menunjukkan bahwa orang yang makan karbohidrat paling halus dua hingga tiga kali lebih mungkin terkena penyakit jantung, dibandingkan dengan mereka yang makan paling sedikit.
Untuk melindungi tubuh secara optimal, alangkah baiknya untuk mengonsumsi karbohidrat bukan olahan yang kaya serat dan sehat.
https://sains.kompas.com/read/2019/06/11/183200523/alasan-kenapa-karbohidrat-olahan-picu-obesitas-dan-beragam-penyakit